Seluruh atlet akan bersaing berburu mengumpulkan poin agar bisa tampil di Olimpiade Paris 2024
Jakarta (ANTARA) - Hasil pembinaan bulu tangkis di bawah kepemimpinan Ketua Umum PP PBSI 2020-2024 Agung Firman Sampurna dan kawan-kawan mulai terlihat setidaknya pada tahun ini. Dari 20 turnamen BWF World Tour 2022, Indonesia berada di posisi kedua klasemen dengan koleksi 13 gelar juara. Sementara China memimpin dengan catatan 28 gelar.

Namun yang menjadi catatan, Merah Putih tak sanggup meraih satu pun gelar dari turnamen-turnamen besar seperti Piala Thomas dan Uber, Kejuaraan Dunia, dan BWF World Tour Finals. Jangankan ajang-ajang bergengsi, pada turnamen level Super 1000 saja, Indonesia hanya mampu meraih satu titel berkat kemenangan sensasional ganda putra Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana di All England 2022, Maret lalu.

Pada turnamen level Super 750, Indonesia kebagian dua gelar melalui kemenangan ganda putra Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto di Denmark Open dan Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti di Malaysia Open 2022.

Sementara pada Piala Thomas, skuad Merah Putih gagal mempertahankan trofi lambang supremasi kejuaraan beregu putra itu setelah kalah 0-3 dari India pada partai final.

Pada Kejuaraan Dunia di Tokyo, Indonesia juga harus pulang dengan tangan kosong. Ganda putra yang menjadi sektor andalan hanya sanggup meraih status runner-up setelah Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan dikalahkan pasangan Malaysia Aaron Chia/Soh Wooi Yik di laga puncak.

Meski demikian, perjuangan Ahsan/Hendra tetap patut diapresiasi karena konsistensi mereka sepanjang tahun ini. Meski gagal menutup tahun dengan satu gelar pun, Ahsan/Hendra, yang masing-masing kini berusia 35 dan 38 tahun, masih bisa menembus ke lima partai final, termasuk All England, Kejuaraan Dunia, dan BWF World Tour Finals.

Fajar/Rian juga boleh dibilang cukup konsisten sepanjang 2022. Sempat dibanding-bandingkan dengan Kevin/Marcus dan Ahsan/Hendra selama 2 tahun terakhir, bahkan sempat dijuluki sebagai pasangan Indonesia yang paling tidak konsisten, Fajar/Rian mampu bangkit membuktikan diri dengan menembus delapan final turnamen BWF World Tour dengan empat di antaranya menjadi juara. Konsistensi itu membawa mereka menutup tahun 2022 sekaligus membuka tahun 2023 dengan status baru sebagai ganda putra nomor satu dunia.

Dalam menghadapi turnamen 2023, Fajar/Rian masih memiliki pekerjaan rumah terutama dalam aspek meningkatkan fokus. Meski berhasil merebut empat gelar tahun ini, mereka masih punya catatan karena kerap kesulitan melalui babak semifinal dan final turnamen-turnamen besar.

Selain ganda putra, Indonesia juga saat ini memiliki dua wakil tunggal putra di deretan lima besar dunia. Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting masing-masing akan mengawali tahun 2023 sebagai peringkat empat dan lima dunia.

Berbeda dengan Fajar/Rian yang masih harus memperbaiki fokus dalam ajang-ajang besar, Jonatan dan Anthony justru berhadapan dengan sesosok manusia jangkung yang kini menempati peringkat satu dunia Viktor Axelsen, yang tampaknya sangat sulit mereka kalahkan.

Penampilan Anthony sebetulnya tak begitu buruk pada tahun ini dengan meraih dua gelar juara di Singapore Open dan Hylo Open. Namun Anthony, pemain tunggal putra berusia 26 tahun itu, memang selalu terjegal melaju hingga ke final dan merebut gelar juara ketika berhadapan dengan Axelsen, yang mendominasi tunggal putra dunia selama 3 tahun terakhir. Gelar di Singapura dan Jerman pun diraih Anthony ketika Axelsen tidak berpartisipasi dalam dua turnamen tersebut.

Ambisi Anthony untuk membawa trofi BWF World Tour Finals 2022 juga gagal karena Axelsen. Pada final keduanya di ajang tersebut, Anthony takluk dua gim langsung. Hasil itu menambah rekor buruk Anthony yang selalu kalah dari wakil Denmark itu dalam enam pertemuannya tahun ini.

Menuju Olimpiade

PBSI dan para atlet bulu tangkis Indonesia bakal melakoni perjuangan yang sesungguhnya saat kualifikasi menuju Olimpiade Paris 2024 dimulai. Seluruh atlet akan bersaing berburu mengumpulkan poin agar bisa tampil dalam pesta olahraga terbesar di dunia itu. Adapun masa kualifikasi berlangsung pada 1 Mei 2023 hingga 28 April 2024.

Selain ganda dan tunggal putra, tiga sektor lainnya juga perlahan mulai menunjukkan potensinya dalam persaingan menuju Olimpiade Paris.

Pada nomor ganda putri, Indonesia punya andalan baru yakni Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti. Meski baru dipasangkan pada Maret 2022, Apriyani/Fadia mampu membuat kejutan dengan mencapai final Indonesia Masters 2022 dalam debut kedua pemain tersebut di ajang BWF World Tour pada Juni lalu. Mereka bahkan berhasil merebut dua gelar tahun ini di Malaysia Open (Super 750) dan Singapore Open (Super 500).

Belum genap berpasangan satu tahun, Apriyani/Fadia yang memulai debutnya pada posisi ke-210 dunia kini melesat ke peringkat ke-11 dunia dengan hanya memainkan sembilan turnamen BWF dalam kurun waktu 6 bulan.

Perkembangan juga ditunjukkan tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung pada musim ini. Setelah berjibaku dengan masalah mental dan kepercayaan diri selama 3 tahun terakhir, juara dunia junior 2017 itu seakan kembali menemukan pijakan kakinya.

Mengawali kompetisi dengan kesulitan dan selalu terhenti pada babak-babak pembuka, Gregoria perlahan bangkit dan mampu melaju ke dua semifinal tahun ini hingga menjadi runner-up Australian Open 2022 Super 300. Dia juga kini sudah bisa mengimbangi pemain-pemain top dunia termasuk Akane Yamaguchi, An Se Young, dan peraih emas Olimpiade Tokyo Chen Yu Fei.

Pada sektor ganda campuran, Indonesia setidaknya bisa berharap kepada Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati pada persaingan kualifikasi Olimpiade Paris. Daya juang dan kepercayaan diri yang tinggi berhasil membawa mereka melaju ke semifinal French Open 2022 (Super 750) hingga menjuarai Hylo Open 2022 (Super 300).

Ganda campuran Indonesia memang belum pernah menaiki podium tertinggi dalam turnamen dunia BWF sejak ditinggalkan dua pasangan senior, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja, yang didepak dari Pelatnas.

Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari juga bisa saja mendapatkan tempat untuk bersaing menuju Olimpiade apabila mereka bisa cukup percaya diri melawan pasangan-pasangan top dunia. Ganda campuran peringkat sembilan dunia itu juga masih mempunyai pekerjaan rumah untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan bermain yang masih kalah jauh dibanding pasangan 10 besar lainnya.

Dua aspek tersebut juga kerap menjadi penyebab kekalahan Rinov/Pitha ketika berhadapan dengan pasangan top dunia terutama pasangan China yang sangat tangguh dengan pola permainan cepat dan konsisten.

PR PBSI
Demi meloloskan atletnya ke Olimpiade, PBSI masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Pada bulan ini, Indonesia harus kehilangan pelatih ganda campuran Nova Widianto yang memilih untuk melanjutkan karier kepelatihannya di Malaysia setelah menghabiskan 11 tahun bersama tim ganda campuran Indonesia.

Tak ada yang tahu pasti alasan Nova memutuskan berkarier di luar negeri. Namun yang jelas Nova bukan orang Indonesia pertama yang menyeberang ke negeri tetangga karena sebelumnya sudah ada Rexy Mainaky yang kini sukses menjadi pelatih ganda putra Malaysia.

PBSI tentu patut introspeksi diri setelah pengunduran diri Nova dari Pelatnas. PBSI harus bisa memastikan jangan sampai ada pelatih-pelatih berikutnya yang mundur apalagi dengan alasan mereka mendapat tawaran yang lebih baik di negeri seberang.

Sebelum Nova mundur, PBSI sebetulnya juga memiliki pekerjaan rumah yang hingga kini belum menemui titik terang. Sejak Agung Firman Sampurna terpilih menjadi Ketua Umum PBSI pada November 2020, Indonesia belum juga memiliki pelatih kepala tunggal putri untuk menggantikan Rionny Mainaky, yang mengemban tugas baru sebagai Kepala Bidang Pembinaan Prestasi PBSI.

Pada awal 2021, Rionny mengaku khawatir jika harus melepas anak didiknya kepada pelatih lain yang belum berpengalaman menangani atlet tunggal putri. Dia pun bertekad untuk mengambil dua peran sekaligus sebagai pelatih kepala tunggal putri dan Kabid Binpres. Adapun Gregoria dkk. saat ini ditangani oleh Asisten Pelatih Herli Djaenudin.

Urusan pelatih yang tak kunjung selesai juga terjadi di sektor tunggal putra yang saat ini hanya ditangani Irwansyah. PBSI menjadi sorotan penggemar bulu tangkis Tanah Air karena tak kunjung mencari pengganti Hendry Saputra, yang masa kontraknya habis pada akhir 2021. Padahal idealnya, setiap sektor memiliki dua pelatih terdiri atas pelatih kepala dan asisten.

Namun Rionny menyatakan bahwa mencari pelatih baru bukan merupakan hal yang genting karena dia menilai Irwansyah seorang diri saja sudah cukup mampu mengatur anak-anak asuhnya.

Pekerjaan rumah PBSI tak berhenti sampai di situ. Induk cabang olahraga bulu tangkis itu juga sempat dikritik penggemar badminton karena dinilai tidak peduli dengan atlet-atletnya.

Kritik tersebut dilontarkan ketika PBSI--tak ada angin tak ada hujan--menggelar turnamen ekshibisi yang juga bisa dibilang fun match bertajuk BNI BrightUp Cup pada November lalu.

PBSI beralasan bahwa turnamen tersebut merupakan bagian dari pemanasan menuju BWF World Tour Finals. Namun para Badminton Lovers (BL) mengkritik bahwa PBSI terlalu kebanyakan gimmick karena tak memikirkan kondisi para atlet yang baru saja menyelesaikan tur Eropa. Ajang tersebut juga dinilai tak sebatas hanya sebuah "penggalangan dana" demi kepentingan sendiri. Tak sedikit juga dari mereka yang menyindir PBSI karena mampu menghelat turnamen ekshibisi tapi tidak sanggup mendatangkan pelatih baru.

Kritik tersebut beralasan. Masalahnya, Jonatan dan Anthony menjadi dua pemain yang tampil dalam turnamen 2 hari itu. Sementara mereka juga harus menjaga kondisi untuk tampil pada turnamen yang jauh lebih penting, yakni BWF World Tour Finals 2022, yang digelar pada 7-11 Desember. Fajar/Rian semula ada dalam daftar pemain turnamen ekshibisi itu namun Rian mengundurkan diri karena kurang fit.

Masalah-masalah yang ada itu belum termasuk konflik lama namun baru muncul ke permukaan pada tahun ini, yaitu perseteruan antara Kevin Sanjaya dan pelatihnya, Herry IP. Namun perihal ini, PBSI enggan terlalu memusingkannya karena, menurut Agung, gesekan dalam organisasi adalah hal yang lumrah terjadi.

Dalam konferensi pers pada September lalu juga Agung berkali-kali menegaskan bahwa konflik antara Kevin dan Herry IP sudah selesai tanpa menjelaskan lebih detail langkah-langkah yang telah ditempuh PBSI untuk mendamaikan keduanya.

"Saya pikir kalau orang sedang marah wajar saja bisa keluar macam-macam. Itu lumrah saja, tapi saya pikir orang menyampaikan narasi harus menyikapi sedang bijak. Teman-teman (wartawan) mau ini dilanjutkan enggak? Kalau perlu dilanjutkan bisa. Kalau perlu dibuatkan ring. Tapi jujur saya tekankan masalah sudah selesai," ucap Agung, yang juga mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI itu.

Yang dikatakan para penggemar bulu tangkis Tanah Air tampaknya benar adanya. PBSI harus benar-benar mulai berbenah memprioritaskan para atletnya demi prestasi Indonesia di pentas dunia.

Apabila ingin menjaga tradisi emas Olimpiade di Paris 2024 nanti maka PBSI tidak cukup hanya introspeksi diri, tetapi juga harus melakukan perubahan berarti yang membuahkan prestasi.



 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022