Tangerang (ANTARA) - Sekitar 200 nelayan tradisional di pesisir Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang, Banten sejak dua pekan terakhir tidak melaut akibat cuaca buruk dengan gelombang tinggi yang melanda wilayahnya itu.

"Sudah hampir dua pekan kami tidak bisa melaut karena gelombang tinggi dan cuaca ekstrem," ucap Jumadi (40), salah satu nelayan pesisir Tanjung Kait, di Tangerang, Senin.

Ia mengatakan, para nelayan tradisional memilih tidak melaut karena risiko cukup tinggi dengan membahayakan keselamatan jiwanya, ditambah juga dengan tangkapan ikan sangat minim.

"Bila dipaksain kapal kita bisa pecah makanya kita diliburkan semua," katanya.

Ia menyebutkan, dengan tidak adanya aktivitas melaut untuk tangkap ikan oleh nelayan tersebut, sehingga berimbas pada ketersediaan ikan segar di pasar.

"Makanya cari rajungan di tengah laut sampai ke Kronjo cari udang, kalau lagi musim begini paling dapat 2 kilogram, biasanya 90 kilogram," ujarnya.

Ia juga mengaku, jumlah nelayan yang ada di Tanjung Kait ini sekitar 200 orang dan selama cuaca ekstrem dari awal 2023 mereka terpaksa meliburkan diri.

Sementara nelayan lainnya Hadi (48) mengaku, bahwa dirinya tetap nekat melaut meski dalam kondisi cuaca buruk. Namun, tetap menjaga keselamatan dengan tidak berani sampai ke tengah laut.

"Selama cuaca ekstrem kami hanya bisa menangkap kepiting dan rajungan di pinggir laut dengan jaring," tuturnya.

Ia menambahkan, bila cuaca bagus dirinya setiap kali melaut menghasilkan 20 sampai 90 kilogram ikan hasil tangkapnya.

"Kalau banyak sampai 20 kilogram di tengah laut sampai ke Kronjo. Tapi sejarang tidak sampai 2 kilogram," kata dia.

Baca juga: HNSI: Ribuan nelayan Cilacap tak melaut karena cuaca buruk
Baca juga: Nelayan Aceh tak melaut pada setiap Peringatan Tsunami 26 Desember

Pewarta: Azmi Syamsul Ma'arif
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023