Singapura (ANTARA) - Dolar Australia melonjak ke level tertinggi lebih dari lima bulan di sesi Asia pada Rabu sore, setelah data inflasi datang lebih panas dari yang diperkirakan yang memperkuat kemungkinan kenaikan suku bunga lebih lanjut, sementara euro naik karena optimisme atas prospek ekonomi zona euro.

Aussie terangkat lebih dari 0,8 persen menjadi 0,7108 dolar AS, level tertinggi sejak Agustus, setelah lonjakan inflasi yang mengejutkan ke level tertinggi 33 tahun pada kuartal terakhir mendorong taruhan bahwa Bank Sentral Australia (RBA) perlu terus menaikkan suku bunga.

"Laporan hari ini akan segera menghilangkan harapan jeda RBA pada Februari," kata Analis Pasar Senior City Index, Matt Simpson.

"Dengan kemungkinan bunga yang lebih tinggi datang untuk Australia, pembukaan kembali China dan harga-harga komoditas dasar yang lebih tinggi, dolar Australia bisa menjadi mata uang yang sulit untuk dipertaruhkan."

Sementara itu kiwi turun hampir 0,6 persen menjadi 0,6469 dolar AS di awal sesi dan terakhir dibeli 0,6485 dolar AS, setelah inflasi tahunan Selandia Baru sebesar 7,2 persen pada kuartal keempat datang di bawah perkiraan bank sentral 7,5 persen.

"Kami pikir kami telah melihat inflasi terburuk sekarang, kami pikir inflasi telah mencapai puncaknya," kata Kepala Ekonom Kiwibank, Jarrod Kerr.

"Kami memperkirakan suku bunga di Selandia Baru mencapai puncaknya pada 5,0 persen, bukan 5,5 persen, yang dikatakan oleh RBNZ kepada kami akan mereka lakukan," katanya, mengacu pada bank sentral Selandia Baru.

Baca juga: Dolar Australia melonjak, kiwi merosot setelah rilis data inflasi

Dalam mata uang lainnya, euro naik 0,05 persen menjadi 1,0894 dolar, naik tipis menuju level tertinggi sembilan bulan pada Senin (23/1/2023) di 1,0927 dolar, karena ekonomi zona euro yang secara mengejutkan tangguh dan retorika hawkish dari pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB) mendukung mata uang tunggal tersebut.

Data pada Selasa (24/1/2023) menunjukkan bahwa aktivitas bisnis zona euro secara mengejutkan kembali ke pertumbuhan moderat pada Januari, menunjukkan penurunan di blok tersebut mungkin tidak sedalam yang dikhawatirkan.

Ekspektasi kenaikan suku bunga lebih lanjut oleh ECB juga membantu sentimen. Pembuat kebijakan berkomitmen untuk menjinakkan inflasi tetapi terpecah pada ukuran pergerakan di luar kemungkinan kenaikan setengah poin persentase pada Februari.

Sebaliknya, prospek yang lebih suram terungkap di Amerika Serikat karena tanda-tanda perlambatan ekonomi setelah kenaikan suku bunga Federal Reserve yang agresif tahun lalu mulai terlihat.

Aktivitas bisnis AS berkontraksi selama tujuh bulan berturut-turut di Januari, meskipun penurunan tersebut moderat di seluruh sektor manufaktur dan jasa-jasa untuk pertama kalinya sejak September.

Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar AS naik 0,02 persen menjadi 101,93, meskipun tidak jauh dari level terendah hampir delapan bulan minggu lalu di 101,51.

"(Data) hanya menegaskan bahwa untuk satu hal, ketahanan di Eropa... dan tantangan yang mereka hadapi dalam hal energi, tidak merugikan seperti yang diperkirakan beberapa orang, sementara pada saat yang sama, perlambatan di AS, dalam hal aktivitas, terlihat meluas," kata Ahli Strategi Mata Uang  National Australia Bank, Rodrigo Catril.

Sterling tergelincir 0,15 persen menjadi 1,2322 dolar, sedangkan yen Jepang terakhir dibeli 130,53 per dolar.

Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan dia akan membuat keputusan tentang gubernur bank sentral Jepang (BoJ) berikutnya sambil mengamati tren ekonomi. Masa jabatan gubernur BoJ saat ini Haruhiko Kuroda berakhir pada April.

Baca juga: Saham Asia naik ke tertinggi 7-bulan, inflasi angkat dolar Australia
 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023