Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siap mendorong tingkat konsumsi ikan hingga lebih dari 60 kilogram per kapita per tahun melalui kerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya termasuk perusahaan di bidang makanan yang menyediakan produk ikan.

"Di Pulau Jawa terutama, komunitasnya paling banyak penduduknya di Jawa ini, itu tingkat konsumsinya masih rendah sehingga kita perlu untuk kampanye dan kami tidak bisa melakukan sendiri," kata Pembina Hasil Kelautan dan Perikanan Ahli Utama Kementerian KKP Innes Rahmania saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan upaya peningkatan konsumsi ikan ini harus dilakukan mengingat minat masyarakat untuk mengonsumsi ikan masih rendah, terutama di Jawa, padahal ikan merupakan sumber protein yang bermanfaat bagi tubuh.

Innes menyebutkan bahwa tingkat konsumsi ikan nasional pada tahun 2021 masih berada di angka 55,16 kilogram per kapita per tahun atau setara dengan 56 kilogram ikan per orang per tahun.

"Kalau tahun 2022 kita sudah menghitungnya, setara dengan ikan segar itu di tahun 2022 56,48 kilogram per kapita per tahun. Kita proyeksikan untuk tahun 2023 ini bisa naik," imbuh dia.

Baca juga: Pakar: Konsumsi ikan yang cukup pada ibu hamil bisa cegah stunting

Menurut Innes, pihak kementerian sebetulnya sudah mencanangkan dan melakukan kampanye Gemarikan (gerakan memasyarakatkan makan ikan) sejak lama, terutama masyarakat di Jawa.

Sebelumnya, KKP juga pernah berkolaborasi dengan budayawan untuk mencari tahu penyebab mengapa masyarakat Indonesia kurang gemar mengonsumsi ikan.

Faktor pola pikir, kata Innes, menjadi salah satu penyebabnya. Menurut dia, sebagian masyarakat menganggap bahwa konsumsi ikan dapat menyebabkan penyakit cacingan. Selain itu, rasa dan bau ikan yang cenderung amis juga menjadi alasan lain masyarakat enggan mengonsumsi pangan tersebut.

Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mahmud Fauzi mengingatkan pentingnya konsumsi ikan sebagai sumber protein hewani yang kaya akan gizi, terutama dalam proses tumbuh-kembang balita.

Menurut dia, protein hewani dari ikan juga dibutuhkan untuk para remaja putri dan ibu hamil yang rupanya banyak menderita anemia. Kondisi ini dikhawatirkan menyebabkan bayi yang lahir menjadi stunting.

Bagi masyarakat dengan akses yang relatif jauh dari laut, Fauzi mengatakan ikan dalam kemasan kaleng dapat menjadi solusi alternatif, apalagi produk ikan kaleng lebih tahan lama untuk disimpan dan cenderung mudah untuk disajikan.

Baca juga: Ahli: Konsumsi ikan penting untuk dukung tumbuh kembang anak

Mengingat pentingnya untuk menumbuhkan kesadaran tentang protein hewani, oleh sebab itu Kemenkes pada tahun ini mengangkat tema “Protein Hewani Cegah Stunting” untuk Hari Gizi Nasional 2023, dengan slogan “Protein Hewani Setiap Makan” dan “Isi Piringku Kaya Protein Hewani”.

"Di Indonesia memang protein hewani mulai dari telur, ayam, mungkin daging, termasuk ikan itu masih sangat rendah. Oleh karena itu, kenapa tema di tahun ini kita memprioritaskan untuk protein hewani cegah stunting," kata Fauzi yang juga merupakan Ketua Hari Gizi Nasional tahun ini.

Untuk menekan angka stunting di Indonesia, Fauzi menambahkan bahwa Kemenkes pada tahun ini juga akan berfokus pada kampanye makanan tambahan berbasis makanan lokal dan mengutamakan protein hewani.

"Bukan hanya untuk ibu hamil, tapi juga untuk anak-anak balita. Jadi ibu hamil yang menderita kurang gizi kronis, ya, itu yang kita utamakan diberikan (protein hewani), apalagi berasal dari keluarga tidak mampu," kata dia.

Selain itu, Fauzi juga mendorong agar masyarakat menerapkan keanekaragaman menu dalam porsi "isi piringku" sehingga gizi yang didapatkan menjadi lebih seimbang.

Baca juga: KKP targetkan peningkatan konsumsi ikan pada Harkanas 2022

Baca juga: KKP ajak masyarakat konsumsi olahan ikan asli Indonesia

Baca juga: Pakar: Konsumsi ikan mampu menurunkan risiko penyakit jantung

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Satyagraha
Copyright © ANTARA 2023