Jakarta (ANTARA) - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) akan melakukan revitalisasi terhadap 59 bahasa daerah di 22 provinsi pada tahun 2023.

“Tahun lalu, kita laksanakan di 13 provinsi dengan 39 bahasa daerah, sedangkan tahun 2023 sebanyak 59 bahasa daerah,” kata Kepala Badan Bahasa E Aminudin Aziz dalam Taklimat Media di Hotel Sultan Jakarta, Senin.

Aminudin menjelaskan bahwa dalam 59 bahasa daerah tersebut sebanyak 39 bahasa daerah di antaranya sudah masuk dalam target tahun lalu sehingga untuk tahun ini terdapat penambahan 20 bahasa daerah yang akan direvitalisasi.

Namun, menurut dia, sebanyak 39 bahasa daerah tersebut diikutsertakan kembali pada tahun ini karena pemerintah ingin memastikan keberlanjutan serta vitalitas dari revitalisasi bahasa daerah itu.

“Setelah direvitalisasi ada tidak peningkatan vitalitas bahasa daerah tersebut. Misalnya, apa ada media yang memuat bahasa itu atau apa ada forum yang terbentuk untuk berdiskusi dalam bahasa daerah itu. Hal ini menjadi indikator yang kita gunakan,” katanya.

Baca juga: Kemendikbudristek lindungi kekayaan daerah lewat revitalisasi bahasa

Ia mengemukakan, dari 39 bahasa daerah yang direvitalisasi meliputi 13 provinsi dengan lima bahasa daerah itu di antaranya juga merupakan program revitalisasi pada 2021.

Beberapa bahasa daerah yang direvitalisasi meliputi Bahasa Melayu dialek Panai, Bahasa Batak dialek Angkola, Bahasa Melayu dialek Sorkam, Bahasa Dayak Ngaju, Bahasa Melayu dialek Kotawaringin, Bahasa Uud Danum (Ot Danum), Bahasa Maanyan, dan Bahasa Kenyah.

Kemudian Bahasa Paser, Bahasa Melayu dialek Kutai Kota Bangun, Bahasa Bugis, Bahasa Bugis, Bahasa Makassar, Bahasa Toraja, Bahasa Mandat Buru, Bahasa Kei, Bahasa Yamdena, Bahasa Bali, Bahasa Sasak dan Bahasa Samawa Bahasa Mbojo, Bahasa Dawan dan Bahasa Manggarai.

Selanjutnya, Bahasa Kambera, Bahasa Rote, Bahasa Abui, Bahasa Ternate, Bahasa Tobelo, Bahasa Sula, Bahasa Makian Dalam, Bahasa Tobati, Bahasa Sentani, Bahasa Biyekwok, Bahasa Sobey, Bahasa Imbuti (Marind), Bahasa Biak, Bahasa Kamoro, Bahasa Sunda, dan Bahasa Jawa.

"Pelaksanaan program ini memiliki beberapa prinsip yaitu lebih fokus kepada revitalisasi daripada pendokumentasian bahasa dan dilakukan melalui pembelajaran serta pendampingan berkelanjutan, dan juga prinsip partisipasi intensif dari seluruh pemangku kepentingan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan dengan mengadopsi model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan," katanya.

Baca juga: Badan Bahasa tambah provinsi sasaran revitalisasi bahasa daerah

Ia mengatakan pemerintah memobilisasi guru dan fasilitator termasuk penggiat bahasa daerah seperti pada masyarakat sastrawan senior untuk menjadi narasumber serta menyediakan buku-buku cerita anak berbahasa daerah untuk pengayaan pembelajaran.

Bahasa daerah pun diterapkan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran di kelas awal dengan tetap memberi kebebasan kepada sekolah untuk memilih bahan ajar atau materi mengajar sesuai minat siswa.

Aminudin mengatakan sejauh ini program revitalisasi bahasa daerah mendapat sambutan positif baik oleh siswa, guru, pendamping, masyarakat, penggiat bahasa daerah hingga pemerintah daerah.

Terlebih, pemerintah daerah bersedia untuk mendukung program ini dengan memberikan berbagai pendanaan sehingga generasi muda mereka tetap mengenal dan melestarikan bahasa daerahnya.

Hal itu sesuai dengan undang-undang bahwa semua tanggung jawab untuk melindungi dan mengembangkan bahasa daerah merupakan tugas pemerintah daerah.

Baca juga: Badan Bahasa ajak masyarakat sukseskan revitalisasi bahasa daerah

“Kami melihat potensi dalam masyarakat, mereka senang. Saya katakan kepada pemda kalau mereka senang, sekolah siap, silakan biayai sendiri. Kami tidak punya dananya,” kata dia.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023