Lewat pendanaan IPO itu lah, PGE akan leluasa berinvestasi
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin menilai proses penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) bukan upaya privatisasi dan mengganti kepemilikan dari Pertamina kepada swasta atau asing.

"Siapa bilang IPO PT Pertamina Geothermal Energy merupakan privatisasi? Siapa bilang berganti kepemilikan? Berdasarkan pengawasan kami di Komisi VII, kami tegaskan sama sekali tidak,” kata Mukhtarudin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut Mukhtarudin, jumlah saham yang dilepas kepada investor sangat kecil, hanya 25 persen sehingga kendali kebijakan perusahaan tetap berada di bawah Pertamina.

"Kami di Komisi VII terus memantau proses tersebut. Hendaknya publik tidak terhasut atau terprovokasi dengan berbagai pendapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut," ujarnya.

Justru, lanjut dia, banyak manfaat diperoleh melalui IPO. Melalui pendanaan lewat IPO, PGE semakin lincah dan leluasa mengembangkan bisnis.

Menurutnya, kondisi tersebut penting, sejalan dengan rencana pemerintah untuk menambah pasokan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 7 gigawatt (GW) pada 2030.

Adapun, saat ini PGE mengoperasikan energi panas bumi sebesar 672 megawatt (MW) secara own operation dan 1.205 MW melalui joint operation contract (JOC). PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGE menjadi 1.272MW pada 2027.

"Lewat pendanaan IPO itu lah, PGE akan leluasa berinvestasi," kata Mukhtarudin.

Pendanaan melalui IPO, kata Mukhtarudin, memang sangat dibutuhkan lantaran investasi geotermal memang butuh dana cukup besar. Sebagai contoh, PGE membutuhkan 500 juta dolar AS untuk mengembangkan energi panas bumi sebesar 100 MW .

"Memang, PGE bisa memperoleh dana dari lembaga pinjaman berbunga murah tetapi jangan lupa bahwa perusahaan wajib membayar pinjaman setiap tahun. Beda kan dengan IPO? Melalui IPO, untung atau rugi bisa di-share ke pemegang saham," tuturnya.

Mukhtarudin juga mencontohkan banyak perusahaan energi mancanegara masuk ke bursa saham, misalnya perusahaan asal Thailand PTT Public Co., LTD yang telah melakukan IPO pada 2001. Adapun pemerintah Thailand masih memegang saham sebesar 51,1 persen.

Lalu contoh lainnya, perusahaan Saudi Aramco milik pemerintah Arab Saudi. Perusahaan minyak raksasa tersebut, kata Mukhtarudin, melakukan IPO pada 2019 dan memperoleh dana 25,6 miliar dolar AS. Pemerintah Arab Saudi pun masih memegang saham mayoritas, yaitu 98,5 persen.

"Perusahaan energi internasional sangat paham dengan manfaat IPO. Di satu sisi, mereka memperoleh dana investasi dan di sisi lain perusahaan tetap milik pemerintah masing-masing. PGE pun sekarang sedang melangkah ke sana. Tidak hanya untuk mendapatkan dana investasi, namun juga agar lebih transparan dan memiliki tata kelola yang lebih baik. Jadi, selayaknya kita dukung. Tak ada yang harus dipersoalkan" ujarnya.


Baca juga: Geo Dipa Energi raih peringkat AAA dari Fitch
Baca juga: Peran BUMN dinilai sangat strategis dalam pengembangan panas bumi
Baca juga: Erick tegaskan BUMN geotermal perlu konsolidasi garap potensi 24 GW

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023