Bandung, Jawa Barat (ANTARA) - Andomeda (30) sore itu bergegas menuju tokonya di kawasan Jalan Lodaya, Lengkong, Kota Bandung, sembari mengenakan topi dengan detail print, kaos oversized polos dan baggy pants khas gaya streetwear yang terkesan sporty dan punk.
 
Gaya yang identik dengan dunia skateboard, musik hip-hop dan motor itu sejalan dengan hobi dan membawanya pada bisnis berbuah Rupiah di bawah naungan label "Hammerstout".
 
Label ini resmi dia luncurkan pada tahun 2017, berselang sekitar tiga tahun sejak dia merintis bisnis fesyen berbekal meteran pita dan 10 model celana custom sebagai sampel pada tahun 2013. Dia masih ingat modal kala itu sekitar Rp750.000.
 
Kala itu Andro masih mengenyam pendidikan semester enam di perguruan tinggi. Dia menawarkan jasa custom celana. mulai dari denim, chino hingga cargo pada teman-temannya.
 
Tak dia sangka, rekan-rekan kampusnya tertarik dan perlahan bisnis Andro berjalan. Setiap hari selama dua tahun dia bolak-balik ke toko konveksi untuk membeli bahan.
 
Dia juga pernah ditawari seorang dosen bidang ilmu pertambangan dari perguruan tinggi di Yogyakarta membuat seragam celana berbahan denim untuk keperluan mahasiswa melakukan tugas lapangan.
 
Pada tahun 2015, dia akhirnya membuka rumah produksi di Bandung, lalu memulai bisnis retail berbekal tabungan selama dua tahun berjualan di kampus.
 
Pada tahun 2018, Andro memutuskan berjualan secara daring, mendahului sebagian kompetitornya di media sosial, seperti Facebook, Twitter dan Instagram Ads. Setahun kemudian, dia bergabung dengan perusahaan e-commerce.
 
Kala itu, belum banyak orang di lingkungannya yang menganggap penting berdagang di e-commerce. Namun, menurut Andro, penyebaran informasi bisa lewat berbagai media guna mendatangkan permintaan dan penjualan sesuai target.
 
Kala pandemi melanda dunia, Andro tak menyangka kalau angka penjualan produknya naik sampai 300 persen.
 
"Tahun 2020 itu saya kayak berenang di laut lepas. Daya beli cenderung meningkat saat pandemi. Enggak usah ada yang ditakutin untuk dagang online, segala macam," kata dia.
 
Selain melalui daring, Andro juga memperkenalkan produknya secara luring, seperti melalui pergelaran tunggal bak perancang-perancang busana di luaran sana, serta bekerja sama dengan perusahaan untuk memproduksi busana streetwear custom.
 
Kemudian berbicara mengenai tren penjualan, kenaikan angka biasanya terjadi pada sejumlah waktu, seperti Ramadhan, akhir tahun, dan dimulainya masa ajaran baru di sekolah, sekitar 50 - 100 persen.
Seorang calon pembeli melihat produk Hammerstout yang menghadirkan fashion casual semi streetwear di salah satu tokonya di kawasan Bandung, Jawa Barat pada 9 Maret 2023. (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)
Tentang inspirasi
 
Nama label "Hammerstout" berasal dari kata Hammer (palu) yang menandakan kerja keras dan multifungsi, sedangkan Stout berarti harapan menjadi lebih besar, sehingga tanpa kerja keras, tidak akan ada yang bisa menjadi besar.
 
Bebas menjadi gaya yang lekat dengan streetwear dan Andro berfokus pada berbagai produk celana, seperti baggy, cargo, denim, dan bahkan boxer walaupun juga menyediakan produk lain, semisal kaos, termasuk oversized, topi, tas, dan lainnya.
 
Andro mengatakan sebagian inspirasi produknya banyak datang dari tren streetwear fashion, seperti di Amerika, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.
 
Dia kemudian menyesuaikan dengan color guide khas labelnya, seperti dari sisi warna yang sebatas hitam hingga biru dan turunanya.
 
"Kalau ciri khas celana dikuatin di-fitting atau cuttingan. Celana ada strap, enggak usah pakai sabuk lah," tutur Andro.
 
Berbicara target pasar, dia memang menyasar kaum Adam, tetapi tak menutup pintu bagi para wanita yang juga ingin menjajal gaya streetwear. Berbagai produk celana juga mengusung unisex yang memungkinkan dipakai wanita maupun pria.
 
Ke depannya, dia berencana menambah segmen baru, namun masih merahasiakannya sementara ini. Terkait perluasan pasar, dia menyasar kawasan Asia Tenggara, meskipun sudah memulainya saat ini, seperti ke Malaysia dan Singapura.
 
Ketika ditanya mengenai kendala atau masalah selama berbisnis, Andro menyebut tertipu, salah satunya. Dia menyebut pernah merugi hingga ratusan juta karena ditipu orang yang mengatasnamakan investasi.
 
Bagi dia, semua itu menjadi pelajaran berharga untuk semakin berhati-hati menjalani bisnis ke depan dan terus menguatkan mental kala diterpa badai cobaan.
 

Tipe social seller
 
Head of Business Development & Seller Engagement Lazada Indonesia Fitri Karnadi menyebut Andro sebagai contoh sosok social seller, yang identik dengan berdagang melalui media sosial. Walau sebenarnya sebagian social seller tak punya toko offline, seperti Andro.
 
Setelah punya cukup banyak peminat, penjual ini baru akan membuka toko di e-commerce.
 
Social seller tidak hanya dari bidang fesyen, tetapi juga kategori lain, seperti makanan dan kerajinan. Mereka ini punya potensi berkembang karena umumnya unik, baik dari sisi desain maupun siklus penjualan, yang biasanya lebih cepat dibandingkan penjual bukan kategori social seller.
 
Selain itu, mereka umumnya lebih mudah berjualan di e-commerce karena sudah memahami matriks yang mendukung penjualan lebih banyak, cara meningkatkan traffic dan permintaan konsumen serta mengikuti tren pasar.
 
Fitri mengatakan, para penjual di platform-nya baik itu social seller maupun bukan bisa mengikuti program Naik Kelaz dan Kelaz Belajar. Program ini memungkinkan mereka belajar mulai dari mengunggah produk di platform, hingga mendapatkan pembeli dari sekedar melihat foto produk.
 
"Dengan adanya Naik Kelaz dan Kelaz Belajar harapannya seller-seller lebih gampang dan kami punya komunitas supaya seller begitu datang ke Lazada tidak merasa sendirian," jelas Fitri.
 
Program ini pun diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri para penjual baru.
 
Fitri mengingatkan, perubahan di e-commerce terjadi terus menerus dan sangat cepat sehingga para penjual harus terus bergerak cepat, terus belajar untuk memenangkan kompetisi di pasar.

 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023