Jakarta (ANTARA) - Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Ditjen Farmalkes Kementerian Kesehatan Agusdini Banun Saptaningsih, Apt. MARS. mengatakan para dokter tak perlu ragu meresepkan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) fitofarmaka ke pasien, karena Kemenkes telah merilis Formularium Fitofarmaka.

"Pada Mei 2022, Wakil Menteri Kesehatan dan Sekjen Kemenkes me-launching Formularium Fitofarmaka. Pembiayaannya bisa menggunakan dana kapitasi JKN, kemudian menggunakan Dana Alokasi Khusus dan Dana Alokasi Umum. Fitofarmaka juga sudah masuk dalam katalog elektronik pemerintah," kata Dr Agusdini dalam seminar bertajuk "Seminar Fitofarmaka: Peran Dokter Pemanfaatan Fitofarmaka Untuk Pelayanan Kesehatan" yang diselenggarakan PB Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan PT Dexa Medica.

Lebih lanjut dalam siaran pers pada Sabtu, dia mengingatkan peresepan Fitofarmaka atau obat dari bahan alam yang telah teruji klinis untuk pasien harus merujuk pada Formularium Fitofarmaka.

"Banyak dokter yang belum paham cara menggunakan Fitofarmaka. Untuk itu, beberapa waktu lalu Kemenkes sudah bertemu dengan sejumlah Fakultas Kedokteran, Kemdikbudristek, dan KKI agar kurikulum obat tradisional di seluruh Indonesia diseragamkan," kata Agusdini.

Baca juga: Farmakolog molekular: Indonesia punya banyak biodiversitas untuk obat

Dia mengatakan bahwa pemerintah mendorong kemandirian farmasi di Indonesia, salah satunya melalui pengembangan OMAI Fitofarmaka.

"Sedihnya, baru 22 item yang mempunyai izin edar Fitofarmaka," kata Agusdini.

OMAI fitofarmaka dapat menjadi kunci utama kemandirian farmasi nasional, namun masih belum banyak dokter yang meresepkannya kepada pasien.

"Yang paling penting adalah dukungan dari dokter Indonesia sendiri untuk kemudian kalau itu teruji klinis maka bisa diresepkan. Kalau sudah diresepkan, maka seharusnya dapat masuk fornas BPJS Kesehatan," kata Ketua Umum PB IDI Dr. dr. Adib Khumaidi, SpOT.

OMAI di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok yakni Jamu yang berbasis empiris, Obat Herbal Terstandar (OHT) yang sudah melalui proses uji pra-klinik, dan fitofarmaka yang sudah melalui uji pra-klinik dan juga uji klinik.

"Sekarang ada namanya OMAI, Obat Modern Asli Indonesia," kata dr Adib seraya menambahkan bahwa pengembangan OMAI Fitofarmaka harus berbasis riset dan juga melibatkan kemitraan pentahelix. "IDI adalah organisai profesi, akan siap membantu kaitannya dengan riset, sosialisasi dan punya komitmen untuk mendorong ketahanan kemandirian kesehatan," kata dr Adib melanjutkan.

Baca juga: T20: Green Pharmacy untuk arsitektur kesehatan global

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Disiplin Herbal Medik Indonesia (PDHMI), DR. dr. Slamet Sudi Santoso, M.Pd.Ked OMAI fitofarmaka memiliki potensi besar. Saat ini pun sudah banyak regulasi yang mendukung pengembangan Fitofarmaka.

"Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 Pasal 3 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan tradisional dengan memberikan kepastian hukum bagi pengguna dari pemberi pelayanan kesehatan tradisional," kata dr Slamet.

Obat tradisional dalam regulasi di Indonesia merujuk pada obat-obatan dari bahan alam. Padahal pengembangan obat berbahan alam saat ini sudah dilakukan dengan teknologi modern. "PT Dexa Medica sudah mengembangkan Obat Modern Asli Indonesia," kata dr Slamet.

Director of Research and Business Development Dexa Group, Prof. Raymond mengatakan obat berbahan alam harus memiliki standar dan teruji baik secara klinis maupun pra-klinis. Dexa Group, kata Prof Raymond, telah menerapkan teknologi modern dalam pengembangan OMAI.

"Kita harus memastikan aspek keamanan OMAI. Badan POM sudah memiliki pharmacovigillance sehingga bisa memonitor aspek keamanan dari OMAI," kata Prof. Raymond.

Dia mencontohkan produk OMAI Redacid yang mampu membantu mengatasi masalah lambung. Redacid juga masuk dalam Formularium Fitofarmaka yang diluncurkan Kementerian Kesehatan pada tahun 2022.

Baca juga: Kemenkes luncurkan Formularium Fitofarmaka
 

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023