Negosiasi melalui Falk tak begitu berhasil sehingga Vaccaro mengambil jalan pintas
Jakarta (ANTARA) - Cerita bermula saat Nike masih kalah populer dengan dua pesaing utamanya, yaitu Adidas dan Converse, yang menguasai pangsa pasar sepatu olahraga basket pada 1980-an. Divisi basket di Nike saat itu terancam tenggelam. Orang-orang hanya mengenal Nike sebagai sepatu lari saja dan tidak populer di kalangan pebasket.

Adalah Sonny Vaccaro (diperankan oleh Matt Damon) yang “menemukan” bakat bintang pada diri Michael Jordan yang saat itu masih termasuk pebasket rookie. Itu juga dipicu setelah dia menyimak rekaman pertandingan basket berkali-kali dan mencermati permainan yang ditampilkan Michael Jordan. Dibanding mengontrak tiga pebasket untuk mempromosikan Nike, Vaccaro lebih memilih satu pebasket untuk proyek jangka panjang Nike.

Negosiasi alot pun harus ditempuh untuk memenangkan hati Michael Jordan. Apalagi saat itu Adidas dan Converse menjadi kandidat terkuat yang sedang dalam pembicaraan kesepakatan kontrak dengan sang pebasket itu. Dan Michael Jordan saat itu tidak tertarik sama sekali dengan brand Nike.

Baca juga: "Moana" akan dibuat ulang dalam versi "live-action"

Ide yang dicetuskan Vaccaro untuk mengontrak Michael Jordan pada awalnya ditentang habis-habisan oleh berbagai pihak, terutama CEO Nike Phil Knight (diperankan oleh Ben Affleck). Rekan kerja Vaccaro, yaitu Rob Strasser (diperankan oleh Jason Bateman) dan Howard White (diperankan oleh Chris Tucker) juga mulanya tak setuju walau pada akhirnya melunak dan mempercayai ide Vaccaro.
Matthew Maher, Matt Damon, dan Jason Bateman dalam film "Air" (2023). (ANTARA/HO-Ana Carballosa/Prime Video via IMDb)


Vaccaro yakin betul kerja sama Nike dengan Michael Jordan akan membawa perubahan yang signifikan terutama bagi divisi basket di Nike di masa depan. Berkali-kali dia juga bernegosiasi melalui David Falk (diperankan oleh Chris Messina), seorang agen olahraga yang menjadi pihak penghubung ke Michael Jordan. Bahkan, tak jarang Vaccaro berdebat panjang dengan Falk melalui sambungan telepon, yang kadangkala diselipi lontaran komikal dari Falk yang membuat penonton ikut tertawa.

Negosiasi melalui Falk tak begitu berhasil sehingga Vaccaro mengambil jalan pintas dengan menemui ibu dari Michael Jordan, Deloris Jordan, untuk menyampaikan penawaran dari Nike secara langsung. Cara ini tentu melanggar alur birokrasi yang sudah ditentukan perusahaan. Namun, Vaccaro nekat walaupun harus mempertaruhkan kariernya.

Sosok Deloris Jordan (diperankan oleh Viola Davis) sayangnya baru dimunculkan di pertengahan cerita. Mungkin ini dapat dimaklumi jika alasannya karena alur “Air” yang fokus berjalan linier. Tapi patut disayangkan porsi kemunculan karakter ini hanya sedikit. Padahal, Deloris memegang peranan besar yang memungkinkan kontrak pada akhirnya berjalan dengan mulus.

Baca juga: "Indiana Jones 5" dikonfirmasi akan tayang perdana di Festival Cannes

Prototipe dari lini pertama sepatu Air Jordan pun segera didesain oleh Peter Moore (diperankan oleh Matthew Maher) untuk meyakinkan Michael Jordan bahwa tawaran Nike tidak main-main. Guna membedakannya dengan brand lain, Nike membawa keyakinan bahwa sepatu itu secara khusus didesain mengutamakan sisi personal dari Michael Jordan. Kata-kata “Sepatu hanyalah sepatu sampai seseorang mengenakannya” seolah menjadi mantra yang dilontarkan Nike untuk meyakinkan keluarga Jordan.

Dalam pertemuan resmi terbatas, sepatu bercorak putih-merah-hitam diperkenalkan kepada Michael Jordan–sebuah desain warna yang sebetulnya melanggar ketentuan NBA yang saat itu mengharuskan pebasket mengenakan sepatu didominasi warna putih. Namun Michael Jordan masih bergeming setelah melihat sepatu tersebut. Kesepakatan juga tak langsung muncul begitu saja.
Matt Damon dan Viola Davis dalam film "Air" (2023). (ANTARA/HO-Ana Carballosa/Prime Video via IMDb)


Di sisi lain, Deloris pun tahu persis value masa depan yang digenggam anaknya yang saat itu masih muda. Dengan pembawaan yang tenang namun tegas, dia pun memulai langkah progresif dengan mengajukan syarat agar Michael Jordan memperoleh bagian dari hasil penjualan sepatu Air Jordan. Syarat tersebut sulit diwujudkan dalam bisnis pada masa itu tetapi kesuksesan Air Jordan pada akhirnya membuktikan bahwa atlet bisa mengantongi penghasilan pasif sebagai bagian dari kerja sama pemasaran.

Setelah kesepakatan terjadi dan Nike menyanggupi permintaan Deloris, perusahaan mulanya memperkirakan bisa meraup keuntungan 3 juta dolar AS dalam tiga tahun pertama. Tapi siapa sangka, sepatu Air Jordan langsung melejit di pasar Amerika dan berhasil mengantongi 126 juta dolar AS dalam tiga tahun pertama. Berkat kepopulerannya, sneaker Nike pun mampu menyalip posisi Adidas dan Converse yang pada 1980-an menguasai pangsa pasar.

Walaupun sepatu ikonik itu bagian dari kisah hidup Michael Jordan, Ben Affleck–yang juga bertugas mengarahkan film sebagai sutradara–memutuskan untuk tidak memunculkan wajah pebasket legendaris itu. Sosok Michael Jordan di dalam film “Air” hanya dimunculkan pada satu adegan dengan kamera yang hanya menyoroti pemeran dari bagian belakang dan samping. Itu berarti penonton dapat membayangkan sosok Michael Jordan yang asli tanpa harus dikacaukan oleh wajah pemeran.

Baca juga: Alasan wajah pemeran Michael Jordan tidak muncul di film "Air"

Keputusan untuk tidak menampilkan wajah pemeran Michael Jordan juga dapat dimaklumi mengingat “Air” bukan berfokus pada sudut pandang pebasket itu melainkan berpusat pada perjuangan Vaccaro dan kawan-kawan di Nike untuk melahirkan sepatu legendaris mulai dari menggodok ide hingga melobi kontrak.
Ben Affleck dalam film "Air" (2023). (ANTARA/HO-Ana Carballosa/Prime Video via IMDb)


Secara keseluruhan, “Air” bukanlah film yang terlalu buruk tetapi juga bukan yang terbaik dan tak terlalu mengecewakan. Film ini cukup ringan untuk dinikmati dengan sentuhan komedi dalam dialog-dialog yang renyah serta para pemain yang menghidupi karakternya masing-masing. Matt Damon pun tampil sempurna dengan karakternya yang menonjol di antara karakter yang lain.

Film berdurasi 112 menit ini layak menjadi tontonan yang direkomendasikan terutama bagi penggemar sepatu Air Jordan dan pebasket Michael Jordan. Di samping itu, “Air” juga menyimpan keunikan di mana set nuansa 1980-an akan membangkitkan imajinasi penonton tentang perusahaan Nike di masa lalu yang belum sebesar dan semodern seperti sekarang.

“Air” pertama kali ditayangkan di Festival South by Southwest (SXSW) pada 18 Maret lalu. Mulai 5 April, film ini dirilis secara teatrikal di bioskop-bioskop Amerika Serikat dan negara lainnya, termasuk sudah dapat disaksikan di bioskop-bioskop di Indonesia.

Baca juga: Michael Jordan percayakan Viola Davis mainkan sosok sang ibu di "Air"

 

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023