Jakarta (ANTARA) - Pada setiap diterbitkannya suatu ketentuan baru, sudah menjadi kelaziman untuk disosialisasikan pada publik. Diseminasi peraturan tersebut merupakan bagian yang kerap termaktub secara tersurat dalam ketentuan dimaksud.

Salah satu reglemen keimigrasian teranyar yang diundangkan pada medio Februari 2023 di Jakarta adalah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham) No. 10 Tahun 2023 tentang Pendaftaran dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda, Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian, dan Pengembalian Dokumen Keimigrasian Akibat Status Kewarganegaraan, juga memerlukan amplifikasi.

Permenkumham No.10/2023 merupakan perubahan atas tiga ketentuan sebelumnya, yaitu Permenkumham No. 22/ 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian, Permenkumham No. M.HH.01.GR.01.14/2010 tentang Tata Cara Permohonan Surat Keterangan Keimigrasian dan Permenkumham No. M.HH-19.10.01/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Pernyataan Memilih Kewarganegaraan bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda.

Bila ditelisik lebih jauh dan dikomparasi dengan ketentuan sebelumnya, tentu terdapat beberapa perubahan yang patut diketahui oleh publik. Dalam bahasan ini dibatasi mengenai Kebijakan Pendaftaran dan Permohonan Fasilitas Keimigrasian bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda (ABG) saja. Pasalnya ketiga rasam keimigrasian yang mengalami perubahan tersebut, pada tataran implementasi merupakan tiga hal yang dapat berdiri sendiri walaupun satu sama lain dapat berkaitan. Di samping itu ada keterbatasan ruang, pastinya.

Pembaca tentu bertanya apa yang berbeda dari preskripsi sebelumnya, yuk ditelusuri.
Pertama, tentu saja terkait Subjek ABG dengan penambahan mencakup tiga unsur, yaitu anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara RI, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan RI; anak Warga Negara Asing (WNA) yang belum berusia 5 tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia (WNI); ABG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan.

Perubahan tersebut sebagai bentuk akomodasi atas fenomena dan dinamika yang terjadi di masyarakat Indonesia.

Salah satu indikasi perkembangan kehidupan sosial ekonomi yang cukup menarik, yaitu anak WNA yang belum berusia 5 tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.

Fenomena ini mengilustrasikan bahwa kluster WNI menengah ke atas, bukan hanya mengadopsi anak dari bangsa sendiri, namun juga anak berdarah asing.
Sedangkan pada poin ABG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4) UU No. 12/2006 tentang Kewarganegaraan merupakan suatu bentuk kehadiran negara atas perlindungan dan pengayoman terhadap ABG terkait substansi kehilangan kewarganegaraan dimaksud.

Sebagaimana rasam sebelumnya, yang termasuk Subjek ABG wajib didaftarkan oleh orang tua atau wali, sedangkan pendaftaran ABG dilakukan secara elektronik dan dilakukan melalui laman Ditjen Imigrasi, baik di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia.

Skema ini secara eksplisit dinyatakan pendaftaran ABG dilakukan secara elektronik (belum ada pada ketetapan satu dasawarsa lalu) ini sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat belakangan ini.

Adapun pendaftaran ABG dengan melampirkan dokumen persyaratan sebagaimana prevalensi terdahulu. Namun terdapat satu persyaratan tambahan  yaitu surat kehilangan kewarganegaraan Indonesia kedua orang tua bagi anak yang kedua orang tuanya memperoleh kewarganegaraan lain. Ketentuan ini kemungkinan sebagai antisipasi atas beberapa problematika yang mencuat akibat kedua orang tua dari ABG yang memperoleh kewarganegaraan lain.

Untuk Subjek ABG yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan. Terdapat persyaratan lain, yaitu juga harus melampirkan paspor RI kedua orang tuanya yang masih berlaku atau nomor induk kependudukan kedua orang tuanya.

Persyaratan ini dapat diidenfikasikan sebagai salah satu bukti bahwa ABG tersebut adalah anak dari WNI tersebut. Tentu saja data ini akan semakin valid bila kesisteman antara Ditjen Imigrasi dan dinas kependudukan dan pencatatan sipil (disdukcapil) telah terintegrasi.

Persyaratan tambahan perlu dilampirkan oleh anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing; dan anak WNI yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan ialah harus melampirkan penetapan dari pengadilan.

Selanjutnya persyaratan anak WNA yang belum berusia 5 tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI juga harus melampirkan penetapan dari pengadilan dan petikan surat keputusan menteri mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia (merupakan domain Ditjen Administrasi Hukum Umum/Ditjen AHU, Kemenkumham).

Pada butir di atas, adopsi anak WNA oleh WNI, terdapat hal yang perlu diinformasikan kepada calon orang tua asuh (COTA) WNI terkait kewajiban pendaftaran ABG.

Kausanya ini merupakan kebijakan terbaru seiring dengan kebutuhan masyarakat. Bila merujuk pada reglemen yang berlaku, kementerian yang berwenang menetapkan COTA dinilai layak adalah Kementerian Sosial c.q. Direktur Pelayanan Sosial Anak. Kemensos akan mengeluarkan Surat Keputusan Izin Pengasuhan Anak Sementara kepada COTA melalui Lembaga Pengasuhan Anak.

Karenanya Permenkumham No.10/2023 ini juga sepatutnya diketahui oleh Kemensos. Sehingga saat COTA WNI mengajukan permohonan pengangkatan anak WNA, maka informasi tentang pendaftaran ABG dapat disosialisasikan kepada COTA WNI.

Berikutnya, anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara RI, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan RI, juga harus melampirkan surat keterangan kewarganegaraan dari Dirjen AHU dan keterangan pencabutan dokumen keimigrasian (dari Kantor Imigrasi setempat).

Ketika ayah atau ibu dari ABG telah memperoleh kewarganegaraan RI, kerap terjadi kealpaan untuk melakukan pendaftaran ABG dimaksud.
Hal ini menunjukkan adanya tingkat kesadaran yang rendah dari orang tua/wali dalam merealisasikan pendaftaran ABG. Hal ini berkemungkinan disebabkan tidak adanya benefit langsung yang dapat dirasakan pada saat melakukan pendaftaran ABG atau kurangnya informasi yang diterima oleh orang tua/wali tersebut.

Kemudian, setelah dokumen dinyatakan lengkap, pemohon akan menerima pemberitahuan secara elektronik dan dapat mengunduh Sertifikat Pendaftaran ABG.

Sertifikat Pendaftaran ABG merupakan salah satu persyaratan permohonan affidavit untuk memperoleh fasilitas keimigrasian. Selain persyaratan paspor kebangsaan anak, dan pasfoto berwarna terbaru anak berkewarganegaraan ganda dengan latar belakang berwarna putih.

Pembaca tentu bertanya, apa sih fasilitas keimigrasian? Fasilitas keimigrasian adalah kemudahan berupa pembebasan dari kewajiban memiliki visa, pembebasan dari kewajiban memiliki izin tinggal keimigrasian dan izin masuk kembali, dan pemberian tanda masuk atau tanda keluar yang diperlakukan sebagaimana layaknya WNI.

Selanjutnya, permohonan affidavit pun dilakukan secara elektronik melalui laman Ditjen Imigrasi. Dan pemohon dapat mengunduh affidavit melalui laman yang sama, bila telah selesai diproses.

Permohonan affidavit dikenai biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Juga disebutkan bahwa masa berlaku affidavit sama dengan masa berlaku paspor kebangsaan dan tidak melebihi 3 tahun setelah berusia 18 tahun.

Prosedur yang ditetapkan ini antara lain bertujuan untuk memudahkan, memfasilitasi ABG agar kelak tidak mengalami problematika dalam hal kewarganegaraan, yang akan berdampak pada berbagai sisi kehidupan ABG itu sendiri.

Orang tua dari anak pemegang affidavit wajib melaporkan setiap perubahan status sipil dan kewarganegaraan. Ayat ini sepatutnya menjadi perhatian dari orang tua pemegang affidavit sehingga keberadaan ABG tetap dalam koridor pemantauan keimigrasian, yang tentu saja kemanfaatan dari pelaporan tersebut akan berpulang pada yang bersangkutan.

Affidavit dinyatakan tidak berlaku jika ABG pemegang affidavit sudah kawin, menyatakan memilih salah satu kewarganegaraan, atau meninggal dunia.

Semua persyaratan tersebut, baik pendaftaran ABG maupun permohonan affidavit, hendaknya disiapkan oleh pemohon sebelum mendaftar pada laman Ditjen Imigrasi.

Kecanggihan teknologi telah memudahkan pelayanan publik pada berbagai sektor. Pemohon hanya mengunggah sejumlah persyaratan dari lokasi mana saja tanpa harus datang ke Kantor Imigrasi, sehingga dari segi waktu, biaya dan tenaga lebih efektif dan efisien, isbatnya.

Demikian pula bila permohonan telah disetujui, pemohon cukup mengunduh saja jika menerima pemberitahuan dari instansi.

Hendaknya keleluasaan ini juga dibarengi dengan kesadaran para orang tua ABG mengenai pentingnya mengikuti segala ketentuan yang telah ditetapkan.

Semoga, goresan ini dapat menjadi bagian dari pencerahan bagi khalayak umum. Sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada medio Agustus 2023.


*) Fenny Julita adalah alumnus Magister Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Analis Keimigrasian Ahli Madya, Ditjen Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM RI.

 

Copyright © ANTARA 2023