Caracas (ANTARA News) - Saat Presiden Hugo Chaves sakit dan harus menjalani perawatan di Kuba, mantan supir bus yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, mungkin harus keluar dari bayang-bayang sang pemimpin sayap kiri untuk memimpin negara kaya minyak itu ke jalan yang belum pernah ditempuh.

Pria tinggi berkumis tebal yang sebelumnya memimpin serikat pekerja itu dikenal sebagai orang moderat yang mau mendengar--sangat kontras dengan sang "comandante" yang suka berbicara, Chaves.

Maduro, yang kini berusia 50 tahun, menghadapi kemungkinan menggantikan Chaves yang tiada banding, yang setelah 14 tahun berkuasa pekan lalu menunjuk sang wakil presiden sebagai pewaris kekuasaan politiknya jika kanker memaksa dia mengundurkan diri.

Pemerintah pada Kamis (13/12) mengungkapkan bahwa Chaves (58) mengalami pendarahan dalam operasi  yang dilakukan pada Selasa namun menunjukkan tanda-tanda penyembuhan, demikian menurut AFP.

Maduro, yang di luar negeri dikenal sebagai menteri luar negeri sejak 2006--posisi yang masih dia pegang--, menyampaikan berita tentang kesehatan presiden sambil mengingatkan bahwa bangsanya harus "siap menghadapi situasi yang sulit dan keras".

Maduro juga menunjukkan loyalitasnya pada Chaves. Berbicara di mimbar kepresidenan Miraflores, dia mencerca "serangan ganas" dari kelompok oposisi minoritas yang disebut "kecil tapi berbisa."

Dengan pemilihan regional Minggu besok, Maduro mendesak bangsa yang sedang terpecah untuk mendukung kandidat-kandidat pro-pemerintah. Dia mengatakan pilihan kepada mereka seperti "sebuah pelukan, ciuman dan pilihan cinta" untuk Chaves.

Maduro juga bisa menghadapi ujian pemilihannya sendiri jika kesehatan Caves memburuk. Menurut undang-undang, Venezuela harus mengadakan pemilihan dalam 30 hari jika presiden tidak lagi mampu menjalankan tugas atau meninggal dunia.

Chaves--yang baru terpilih kembali Oktober lalu dan dijadwalkan akan bersumpah jabatan pada 10 Januari--meminta warga memilih Maduro jika dia tidak dapat kembali ke kursi kepresidenan.

Sabtu lalu, Chaves menggambarkan Maduro sebagai "revolusioner sejati" berpengalaman yang akan memimpin Venezuela dengan "tangan yang tegas, pandangan ke depan, hati untuk rakyat, (dan) dengan kemampuan kerakyatan."

Maduro diangkat menjadi wakil presiden sepekan setelah Chaves terpilih kembali, dan baru menduduki jabatan itu selama dua bulan ketika Chaves harus terbang ke Kuba untuk menjalani operasi.

"Lihat kemana Nicolas, si pengemudi bus, menuju. Dia dulu adalah seorang supir bus dan mereka menghinanya dia," kata Chaves saat mengangkat Maduro menjadi wakilnya menggantikan Elias Jaua.

Maduro mengawali karir politiknya setelah terpilih sebagai anggota legislatif pada 1999 sebagai anggota the Fifth Republic Movement (MVR), sebuah partai yang didirikan oleh Chaves. Dia menjadi ketua Dewan Nasional tahun 2005 dan 2006.

Jalur politik keduanya bertemu saat Maduro bergabung dengan Bolivarian Revolutionary Movement 200 (MBR-200), sebuah kelompok yang dipimpin Chaves untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Carlos Andres Perez pada 1992 namun gagal.

Chaves dan Maduro sering tampil bersama dalam acara-acara publik, saat Presiden kadang bercanda dan mengejek pemimpin diplomatnya itu atas kerakusannya terhadap roti isi "kapal selam".

Sebagai menteri luar negeri, Maduro mengadopsi politik "anti imperialis" sang Presiden untuk melawan Amerika Serikat. Selama selama bertahun-tahun, negara itu membangun hubungan yang erat dengan musuh-musuh Amerika Serikat seperti Iran dan Suriah.

Meski para analis mengatakan bahwa dia tidak sekeras Chaves, Maduro telah menunjukkan sisi kepribadiannya yang keras saat dia ditahan singkat oleh petugas keamanan di Bandara Kennedy di New York pada 2006. Dia menyebut pemerintahan George W. Bush sebagai "Nazi" dan "rasis."

Perbedaan Maduro dan Chaves yang lain adalah bahwa Chaves seorang Katolik taat sedang Maduro pengikut ajaran Hinduisme, yang juga dianut oleh istrinya, Jaksa Agung Venezuela, Cilia Flores.

Maduro dikenal sebagai orang yang moderat dalam lingkaran Chaves, yang mencakup anggota radikal seperti Ketua Dewan Nasional Diosdado Cabello, mantan pejabat militer yang berpartisipasi pada percobaan pemberontakan 1992.

"Maduro adalah orang yang mempunyai kepribadian sebagai diplomat asing, selalu terbuka untuk berdialog," kata profesor ilmu politik dari Central University of Venezuela, Ricardo Sucre.

Namun kelompok oposisi mengkritik keputusan Chaves menunjuk Maduro sebagai penggantinya.

"Ini bukan Kuba, juga bukan negara monarki di mana seorang raja menunjuk penggantinya," kata pemimpin oposisi Henrique Capriles, yang kalah dalam pemilu presiden pada Oktober dan berencana akan mengikuti pemilu gubernur di negara bagian Miranda pada Minggu.

Kalau Chaves sangat populer karena program subsidi pangan dan kesehatannya, Maduro dikenal sebagai loyalis presiden yang rendah hati.

"Semua orang yang muncul dari bawah tahu benar bagaimana perasaan rakyatnya," kata Milagros Acosta, anggota kelompok Chavistas yang berada di Bolivar Plaza untuk melihat siaran televisi pidato Maduro.

Sementara Jose Alberto Martinez, administratur berusia 30 tahun, mengatakan bahwa Maduro punya catatan bersih dibanding pejabat korup lainnya, namun tetap merupakan "kaki tangan" Chaves yang "mengulangi perintah dari Chaves atau Kuba."

(AFP-G005)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2012