"Ada pengumuman dari Pemerintah Australia bahwa `refugee` yang ke-43 tidak diberikan visa. Itu juga cukup membantu mendinginkan suasana," kata Dino.
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia John Howard akhirnya akan bertemu di Batam akhir Juni, yang merupakan pertemuan pertama kedua pemimpin negara tersebut setelah kasus pemberian visa perlindungan oleh Australia kepada 42 warga Papua yang menimbulkan kemarahan Indonesia. Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal, di Jakarta, Selasa, mengungkapkan bahwa Duta Besar RI untuk Australia, Teuku Mohammad Hamzah Thayeb, akan segera dikembalikan ke pos tugasnya di Canberra beberapa hari mendatang dalam minggu ini. "Tanggal sudah ada, tapi harus dirundingan dengan mereka (Australia, red). Tempatnya kemungkinan besar di Batam," kata Dino tentang pertemuan Presiden Yudhoyono dan PM Howard. Pertemuan pemimpin kedua negara itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan Menlu Hassan Wirajuda dan Menlu Australia Alexander Downer di Singapura beberapa waktu lalu serta perkembangan-perkembangan terakhir yang membuat kedua negara kembali berupaya memulihkan hubungan. Dino Patti Djalal menyebut perkembangan yang dimaksud sebagai langkah Australia yang memutuskan tidak memberikan visa kepada satu warga Papua lainnya yang bersama-sama 42 warga Papua mencari suaka ke Australia. "Ada pengumuman dari Pemerintah Australia bahwa `refugee` yang ke-43 tidak diberikan visa. Itu juga cukup membantu mendinginkan suasana," kata Dino. Perkembangan lainnya adalah peristiwa gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah pada 27 Mei kemarin. Sehari setelah gempa terjadi, yaitu pada 28 Mei, Presiden Yudhoyono dan PM Howard berbicara melalui telepon, pembicaraan yang pertama kalinya antara kedua pemimpin tersebut setelah kasus pemberian visa kepada 42 warga Papua. "Selain menyepakati hal-hal terkait gempa, kedua pemimpin sepakat akan bertemu dalam waktu dekat. Dan setelah itu, sekarang atas petunjuk Presiden, pejabat-pejabat terkait sedang merumuskan tanggal pertemuan, sedang digodok, belum final," kata Dino. Selain tengah menentukan tanggal pertemuan pada Juni ini, para pejabat tersebut juga sedang merumuskan agenda yang akan dibahas secara tajam sehingga sesuai dengan kepentingan Indonesia. "Karena Presiden tentu tidak mau bertemu hanya sekedar bertemu. Ini adalah suatu pertemuan politik. Dan kita ingin menganggapnya sebagai suatu pertemuan yang dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai arah dan bobot hubungan Indonesia-Australia di masa mendatang, terutama dalam menghadapi ganjalan-ganjalan yang mengganggu di masa lalu," papar Dino. Ia juga tidak menampik anggapan bahwa hubungan Indonesia dan Australia pasca kasus pemberian visa pada Maret 2006 lalu saat ini sudah membaik. "Kita harap begitu. Bahwa Presiden akan bertemu kan tidak akan (dilakukan, red) bila tidak melihat sinyal yg menjanjikan. Kalo petemuan ini terjadi, berarti hubungan kita memang mengarah pada pemulihan kembali," katanya. Mengenai mengapa pertemuan Yudhoyono-Howard akan berlangsung di Batam --bukan di Lombok, NTB, seperti yang sebelumnya disebut-sebut, Dino mengatakan, "Simple saja. Ini terutama alasan logistik, karena Presiden pada tanggal pertemuan yang kita rencanakan akan sedang berada di wilayah itu," ujarnya. Dino juga mengungkapkan bahwa Dubes RI untuk Australia Hamzah Thayeb akan dikembalikan ke Canberra secepatnya dalam minggu ini, setelah sebelumnya dipulangkan untuk sementara sebagai protes Pemerintah Indonesia terhadap keputusan Pemerintah Australia yang memberikan visa tinggal sementara kepada 42 warga Papua. Jubir Kepresidenan itu enggan menyebutkan kepastian tanggal Hamzah berangkat kembali ke pos penempatannya di Canberra namun memastikan bahwa pemulangan itu akan dilakukan sebelum pertemuan Yudhoyono-Howard terjadi. "Sangat segera, sedang ditetapkan harinya. Tapi sebelum pertemuan dengan PM Howard, Dubes kita akan kembali ke sana. Dan hitunganya bukan mingguan," kata Dino. Keputusan untuk memulangkan Hamzah Thayeb diumumkan Departemen Luar Negeri RI di Jakarta pada 24 Maret lalu, tak lama setelah Australia mengumumkan keputusannya memberikan visa perlindungan kepada 42 warga Papua. (*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006