Tema ini sangat aktual di hari-hari ini. Bagaimana kekerasan dalam rumah tangga, 'sexual violence', dan perlindungan anak akan berdampak luas tidak hanya pada yang bersangkutan dalam rumah tangga, tetapi dalam lingkungan sosial
Semarang (ANTARA) - Sejumlah pakar dari berbagai negara dihadirkan oleh Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah, dalam konferensi internasional yang membahas tentang penanganan kekerasan pada anak.

Dekan Fakultas Hukum Unissula Dr Bambang Tri Bawono, di Semarang, Selasa, menjelaskan bahwa para pakar dihadirkan untuk memberikan masukan mengenai regulasi untuk identifikasi dan pencegahan kasus kekerasan seksual pada anak-anak.

International Conference and For Call Paper bertajuk "Domestic Violence and Child Protection: Identification and Prevention" diselenggarakan Unissula Semarang.

Deretan pakar yang diundang, yakni Prof Byun Haechul dari Hankuk University Korea Selatan, Prof Shimidu Yuzura (Nagoya University Jepang), Prof Faruk Kerem Giray (Istambul University Turki), Prof Henk Addink (Utrech University Belanda).

Kemudian, kata Bambang, ada juga Prof Hening Glaser (Director of CP Germany), Assoc Prof Azam (UMM Malaysia), Fatima Naik Wadi PhD dari Unissula), dan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Hadir pula, Guru Besar Kehormatan Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Unissula Semarang Prof Ma'ruf Cahyono sebagai pembicara yang menyampaikan bahwa kekerasan yang dialami anak-anak di Indonesia sudah semakin mengkhawatirkan.

"Tema ini sangat aktual di hari-hari ini. Bagaimana kekerasan dalam rumah tangga, 'sexual violence', dan perlindungan anak akan berdampak luas tidak hanya pada yang bersangkutan dalam rumah tangga, tetapi dalam lingkungan sosial," katanya.

Ma'ruf menyebutkan bahwa kasus kekerasan, terutama terhadap anak dan perempuan harus mendapatkan perhatian yang besar dan perlu langkah pencegahan karena berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian PPPA setidaknya ada 21.241 anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan luar rumah tangga pada 2022, mulai fisik, psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi.

"Kekerasan juga tidak memandang strata sosial karena bisa dialami siapa saja. Termasuk KDRT yang dilakukan oleh pasangan suami istri, akan berdampak pada anak-anaknya. Kekerasan pada anak juga," katanya.

Menurut dia, pemerintah sebenarnya telah memberikan perlindungan hukum, terkait dengan UU perlindungan hak perempuan dan anak-anak, serta sejumlah regulasi untuk memberi perlindungan terhadap anak-anak, dan pencegahan KDRT.

Namun, diakuinya, kasus kekerasan pada anak ibarat fenomena gunung es, yakni kasus yang muncul ke permukaan hanya sebagian kecil saja, sedangkan yang tidak dilaporkan pasti jauh lebih banyak sehingga membutuhkan pemikiran yang serius.

"Dengan acara ini, diharapakan masukan dari akademisi dan pakar dari Tanah Air dan luar negeri bisa menjadi salah satu rujukan dalam regulasi utuk perlindungan perempuan dan anak-anak," kata Ma'ruf Cahyono.

Sementara itu, Rektor Unissula Prof Gunarto berharap kolaborasi MPR RI dengan PDIH Unissula dalam pembahasan tentang kekerasan seksual dan perlindungan anak bisa menambah masukan terkait penanganan dan pencegahannya.

Diingatkannya bahwa kekerasan terhadap anak-anak tidak bisa dipandang remeh, namun membutuhkan penanganan bersama, termasuk urun rembug pemikiran para pakar dan dukungan regulasi dari pemerintah.

Baca juga: Mahasiswa Unissula raih riset terbaik dalam konferensi internasional

Baca juga: Tingkatkan Peranan Mahasiswa Dalam Inovasi Safety Campaign, Jasa Raharja Gandeng Unissula

Baca juga: Mahasiswa Unissula raih predikat terbaik dalam "Istanbul Youth Summit"

Baca juga: Unissula Semarang akhirnya raih akreditasi A

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2023