Kedisiplinan di dunia pendidikan merupakan bagian dari usaha dalam peningkatan mutu, moral, dan sopan santun peserta didik.
Semarang (ANTARA) - Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang mendorong penyelesaian kasus yang menjerat Akbar Sarosa, guru honorer di Nusa Tenggara Barat, lewat keadilan restoratif.

Ketua Pusat Studi Ilmu Kepolisian (PSIK) FH Unissula Dr. Muhammad Taufiq di Semarang, Kamis, mengatakan bahwa pihaknya memberikan perhatian terhadap kasus tersebut dan melakukan pengkajian untuk penyelesaiannya.

"Permasalahan penegakan hukum selalu mengalami ketimpangan antara aspek hukum dalam harapan (das sollen) dan aspek penerapan hukum dalam kenyataan (das sein)," katanya.

Diungkapkan bahwa Akbar Sarosa, guru honorer di SMK Negeri 1 Taliwang NTB dilaporkan oleh orang tua siswa atas dugaan penganiayaan karena menghukum muridnya yang tidak menjalankan salat berjemaah.

"Perlu diketahui bahwa salat berjemaah itu merupakan program wajib sekolah. Berdasarkan laporan itu, Akbar kini berstatus sebagai tahanan kota dan tengah menjalani proses persidangan," katanya.

Tak hanya itu, keluarga korban juga mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp50 juta kepada Akbar.

Taufiq mengatakan bahwa kasus Akbar kini memang tengah menjadi sorotan berbagai kalangan dan menimbulkan pro dan kontra. Akan tetapi, pihak berwenang harus tetap memastikan kasus itu diselesaikan secara adil berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

Baca juga: Tidak mau masuk kelas, siswa kelas VI SD di Jaktim dipukul guru
Baca juga: Sembilan siswa SD dipukul dan dijepit hidung


Begitu pula bagi instansi pendidikan, lanjut dia, kebijakan kedisiplinan perlu ditingkatkan tanpa harus kurangi aturan dikarenakan kejadian ini.

"Kedisiplinan di dunia pendidikan merupakan bagian dari usaha dalam peningkatan mutu, moral, dan sopan santun peserta didik," katanya.

Ia mengatakan bahwa pihaknya ingin menyampaikan legal opinion (pendapat hukum) agar kasus itu selesai lewat restorative justice atau keadilan restoratif.

"Restoratif justice itu konsepnya merekatkan, mempertemukan antara pelaku dan korban," katanya.

Taufiq menjelaskan bahwa banyak landasan hukum untuk keadilan restoratif, seperti Peraturan Polri Nomor 8/2021 untuk kepolisian, Peraturan Kejaksaan Nomor 15/2020 untuk jaksa, demikian juga untuk badan peradilan umum.

Menurut dia, banyak kasus pidana di Indonesia yang diselesaikan secara keadilan restoratif, seperti kasus kecelakaan menyebabkan korban tewas yang melibatkan anak Ahmad Dhani dan Hatta Radjasa.

"Ada juga di Bangka Belitung, saat pandemi, ada yang mencuri HP (ponsel) agar anaknya bisa sekolah online. Itu kajarinya sampai nangis, diselesaikan, tidak pernah dituntut, dan anaknya diberikan HP," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, FH Unissula berharap kepada majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara tersebut supaya dapat memberikan putusan menggunakan pendekatan keadilan restoratif.

Sementara itu, pakar hukum pidana Unissula Dr. Sugiharto mengatakan bahwa keadilan restoratif merupakan suatu penegakan hukum yang bertujuan memulihkan kembali keseimbangan yang terganggu di tengah masyarakat.

"Dengan pendekatan keadilan restoratif, keseimbangan yang semula terganggu bisa kembali baik dan pulih. Tidak ada yang merasa dimenangkan atau dikalahkan karena semua pihak yang terlibat di dalamnya bisa menerima," pungkasnya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023