Jakarta (ANTARA) -
Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando mengatakan bahwa literasi di Indonesia tidak boleh hanya dimaknai sebagai kemampuan membaca, menulis, atau menghitung, tetapi harus mampu mendorong Indonesia menjadi negara produsen.
 
“Tidak cukup lagi perpustakaan bicara tentang manuskrip atau buku digital dan buku elektronik, tetapi perpustakaan sudah harus bergeser kepada influencer, memberikan tutorial tentang bagaimana memandu jalannya teknologi untuk memproduksi barang dan jasa,” kata Syarif pada diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Baca juga: Perpusnas: Sertifikasi pustakawan penting untuk jaga profesionalitas

Pada kesempatan itu, Syarif Bando juga meluncurkan buka yang ia tulis dengan judul “Literasi Kunci Negara Produsen”, sekaligus memperingati Hari Buku Nasional dan 43 tahun Perpusnas RI pada 17 Mei 2023.
 
Menurutnya, literasi yang mewujudkan negara sebagai produsen merupakan implementasi kampus merdeka dan merdeka belajar dan kuncinya ada pada pengetahuan yang mendalam, dengan memanfaatkan inovasi dan kreativitas, sehingga dapat diwujudkan menjadi produksi yang berkualitas tinggi serta berdaya saing global.
 
Ia memaparkan Indonesia selama ini masih pada tahap mengekspor bahan-bahan mentah seperti batu bara, yang justru menjadi bahan baku bagi produk-produk yang dirancang di luar negeri, kemudian dijual kembali ke Indonesia dengan harga jual yang cukup mahal.
 
Untuk itu, ia menekankan bahwa Pustakawan di Indonesia juga harus mampu menjadi influencer, pencipta konten dan kreator, melihat peluang apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan menyediakan buku-buku terkait agar bisa dimanfaatkan secara maksimal.
 
“Misalnya kelapa, Indonesia itu produsen kelapa terbesar di dunia tahun 2021, saya selaku Pustakawan harus bisa menyediakan informasi tentang pemanfaatan kelapa, bisa untuk apa saja, jadi Indonesia tidak hanya sekadar mengekspor sebatas bahan kelapa, tetapi juga memproduksi kelapa itu sendiri,” ujar dia.

Baca juga: Perpusnas: Anggaran Rp9,5 miliar bukan untuk rapat rutin kantor

Baca juga: Kaperpusnas: Program TPBIS dorong pemulihan ekonomi setelah pandemi
 
Ia memaparkan untuk satu tempurung kelapa yang dikirim ke sejumlah negara, seperti Srilanka, Rusia, Arab, dan Jepang sudah bisa menghasilkan briket.
 
"Tempurung kelapa itu kita kirimkan dulu ke luar negeri, lalu jadi briket, baru kita bisa makan steak. Sama dengan sabut kelapa, di luar negeri sudah jadi bahan baku mobil mercy. Ada 27 negara yang menggunakan bahan kelapa untuk produk-produk dengan nilai jual tinggi. Rakyat kita hanya menikmati Rp20 triliun, itu pun dibagi kepada 10 juta petani yang memproduksi, begitu produk itu datang dari luar negeri, kita harus bayar Rp300 triliun, bayangkan saja ini,” tuturnya.
 
Untuk itu, Syarif berharap dengan buku yang diluncurkan ini bisa mendorong masyarakat Indonesia untuk sadar bahwa sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, Indonesia harus sudah mulai menjadi negara produsen, tidak sebatas menjadi konsumen dari produk-produk luar negeri saja.

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023