Sanksi yang akan diberikan adalah rekomendasi dari Komite Etik ke pimpinan KPK, bentuknya teguran lisan bila masuk pelanggaran ringan, teguran tertulis untuk pelanggaran sedang dan bila berat akan ada anjuran untuk mengundurkan diri,"
Jakarta (ANTARA News) - Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi akan memberikan rekomendasi mengikat mengenai sanksi terhadap pihak yang terbukti pembocoran "draft" surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum.

"Sanksi yang akan diberikan adalah rekomendasi dari Komite Etik ke pimpinan KPK, bentuknya teguran lisan bila masuk pelanggaran ringan, teguran tertulis untuk pelanggaran sedang dan bila berat akan ada anjuran untuk mengundurkan diri," kata ketua Komite Etik KPK Anies Baswedan, di Jakarta, Selasa.

KPK resmi membentuk Komite Etik sejak Jumat (22/2) yang terdiri atas Anies Baswedan (rektor Universitas Paramadina) sebagai ketua, Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK) yang menjabat sebagai wakil ketua merangkap anggota, Abdul Mukhtie Fajar (mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjojanto (pimpinan KPK) dan Abdullah Hehamahua (penasihat KPK) sebagai anggota.

Ia juga menyatakan bila ditemukan unsur pidana dalam pembocoran "draft" sprindik tersebut maka akan diteruskan kepada aparat penegak hukum.

"Kalau ada unsur pidana akan diteruskan ke aparat penegak hukum, tapi itu nanti, saat ini masih fase pemeriksaan, jadi terlalu awal untuk mendiskusikan mengenai sanksi karena saksi saja belum dipanggil," tambah Anies.

Anies mengaku bahwa Komite Etik tidak punya hak untuk memberhentikan pimpinan KPK yang terbukti melanggar kode etik.

"Kami tidak punya hak untuk memberhentikan jadi kami serahkan kepada pimpinan KPK, semua di sini sifatnya rekomendasi, tapi rekomendasi bersifat mengikat," jelas Anies.

Komite Etik akan mulai memeriksa saksi-saksi pada Rabu (6/3) dengan target membuat hasil pemeriksaan dalam waktu satu bulan

"Setelah seminggu bertugas, Komite Etik telah mengumpulkan data atas kebocoran sprindik, untuk sementara kami sudah mendapat rekonstruksi awal, menyiapkan hukum acara, dan menyusun agenda, mulai besok Komite Etik akan mulai memanggil para saksi yang relevan dengan bocornya sprindik," ungkap Anies.

"Nama-nama saksi tidak bisa saya sebutkan sekarang tapi per hari akan ada agendanya, jadi semua pihak yang terkait akan kami undang," ungkap Anies.

Ia menjelaskan bahwa saksi yang diperiksa dapat berasal dari pimpinan maupun media.

"Semua unsur pimpinan akan dimintai keterangannya satu per satu, sedangkan soal media dalam pemanggilan saksi akan muncul," tambah Anies.

Tapi Anies mengakui bahwa Komite Etik tidak punya kemampuan untuk memaksa agar para saksi yang dipanggil memenuhi undangan pemeriksaan Komite Etik.

"Kami himbau pihak-pihak yang diundang untuk memenuhi undangan, kami tidak punya kekuatan untuk memaksakan sehingga kami himbau kepada semua pihak untuk membantu agar standar etika lembaga ini tetap tinggi," jelas Anies.

Dalam KPK terdapat 2 kode etik, pertama adalah kode etik untuk pegawai yang bila dilanggar menggunakan mekanisme pengawas internal dengan membentuk dewan pertimbangan pegawai (dpp), sedangkan bila kode etik dilanggar oleh pimpinan maka akan dibentuk oleh Komite Etik.

Sanksi bagi pimpinan KPK yang melanggar kode etik ditentukan oleh Komite Etik.

"Draft" sprindik Anas itu sendiri beredar di masyarakat sejak Sabtu (9/2) yang memuat tanda tangan oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja.

Kepala surat dokumen tersebut adalah "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" berisi penetapan Tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009--2014 dengan dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberanasan Tindak Pidana Korupsi namun tanpa dilengkapi tanggal dan nomor surat.

KPK sebelumnya pernah membentuk Komite Etik terkait kasus dugaan suap wisma atlet SEA Games yang berkaitan dengan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan M Jasin serta dan Deputi Penindakan Ade Rahardja pernah menerima uang sehingga merekayasa kasus dengan tersangka Muhammad Nazaruddin.

(D017/E001)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013