Jakarta (ANTARA) -
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) akan melakukan kajian terkait biaya penggunaan "Quick Response Code Indonesian Standard" (QRIS) sebesar 0,3 persen bagi pelaku usaha yang mulai diberlakukan pada Juli 2023.
 
"Tentunya pemerintah mengeluarkan kebijakan itu untuk memudahkan konsumen melakukan transaksi jual-beli," kata Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Renti Maharaini Kerti usai inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Tradisional Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat.

Dia mengemukakan, perlu juga dipertimbangkan para pelaku usaha agar mereka tidak merasa keberatan.
 
Menurut dia, kalau ada ketentuan yang memberatkan akan berdampak terhadap penghasilan pada pedagang, terutama UMKM.
 
"Itu perlu diperhatikan suara dari pedagang. Kami akan coba sampaikan di pleno karena bagian pengkajian berada di Komisi 1 BPKN," katanya.

Baca juga: 3,9 juta pedagang di Jakarta telah gunakan sistem transaksi digital

Masalah ini mungkin bisa dikaji. "Bagaimana kebijakan biaya sekian persen dari pembayaran QRIS sehingga ada 'win-win solution', sehingga konsumen dan pelaku usaha diuntungkan," kata Renti.
 
Salah satu pedagang ikan di Pasar Tradisional Rawamangun, Rohaya mengaku keberatan bila penggunaan QRIS dikenakan biaya.
 
"Sebenarnya saya keberatan bila dikenakan biaya. Keuntungan pedagang tidak banyak," katanya.
 
Terlebih saat ini jumlah konsumen terus berkurang setelah pandemi COVID-19.
 
Penggunaan QRIS dari konsumen, kata dia, belum begitu banyak karena konsumen lebih banyak membayar dengan uang tunai atau transfer ke bank.

Baca juga: UMKM pengguna QRIS lebih dipercaya dapatkan pinjaman
 
Seorang penjual sepatu di Pasar Jaya Perumnas Klender, Sadri (57) mengatakan, penggunaan QRIS masih minim. Namun demikian, biaya penggunaan QRIS memberatkan para pedagang.
 
"Saya sih kurang setuju, masalahnya pemakaiannya ini masih jarang, biasanya pakai tunai biasa, kalau tidak debit," kata Sadri.
 
Dia pun mengaku bingung mengenai skema ataupun kebijakan tersebut karena sosialisasi dari pengelola terkait penggunaan QRIS belum pernah disampaikan kepada para pedagang.
 
"Kalau saya otomatis merugikan, kan dibebankan kita, ke pedagang, pajak ini belum ada sosialisasinya, baru tahu sekarang malahan, dari bank juga belum ada info, skema kebijakan juga belum ada," ujarnya.
 
Bank Indonesia (BI) telah menetapkan tarif baru Merchant Discount Rate (MDR) untuk layanan QRIS bagi usaha mikro sebesar 0,3 persen dari awalnya 0 persen berlaku mulai 1 Juli 2023, yang dibebankan kepada pedagang oleh penyedia jasa pembayaran (PJP) dan tidak boleh mengenakan biaya tambahan kepada pembayaran yang dilakukan pengguna QRIS.
Baca juga: Jumlah pedagang di DKI yang gunakan QRIS tumbuh 191 persen

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023