apabila menemukan kasus antraks maka hewan pengidap harus diisolasi
Jakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk mendatangkan hewan ternak bukan dari daerah yang sedang mengalami wabah antraks untuk mencegah penularan di Ibu Kota

Tak hanya itu, jelas Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama, melalui kerja sama dengan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) secara berkala melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak di DKI Jakarta.
 
"Kami memastikan ternak berasal dari daerah bebas antraks serta secara berkala dilakukan vaksinasi," ujar Ngabila saat dihubungi di Jakarta, Senin.
 
Menurut Ngabila apabila menemukan kasus antraks maka hewan pengidap harus diisolasi agar tidak saling kontak dan menularkan penyakitnya ke hewan sehat.
 
Lalu melakukan desinfeksi atau pemusnahan bakteri patogen pada kandang dan peralatan hewan.

Jika menemukan hewan sakit dan mati, kata Ngabila, segera menghubungi petugas Suku Dinas (Sudin) KPKP di wilayah setempat.
 
Ngabila menyebutkan gejala klinis hewan ternak yang terkena antraks yakni demam suhu 41-42 derajat celcius, gelisah, lemah, paha gemetar, nafsu makan hilang, kejang dan ambruk (akut).
 
Lalu, keluar darah dari dubur, mulut dan lubang hidung. Darah berwarna merah tua, agak berbau amis dan busuk serta sulit membeku.
 
Kemudian adanya pembengkakan di daerah leher, dada, dan sisi lambung, pinggang, dan alat kelamin luar, serta kematian dalam waktu singkat tapa disertai tanda-tanda sebelumnya.
 
"Ternak yang tertular antraks dilarang dipotong agar tidak menular ke hewan lain termasuk manusia. Untuk pencegahan dapat dilakukan vaksinasi antraks pada hewan berisiko penyakit antraks," ucap Ngabila.
 
Ngabila menyebut darah menjadi sumber penularan antraks. Jika hewan ternak yang tertular antraks dipotong, maka bakteri antraks akan menjadi spora yang bertahan hidup selama 100 tahun dan akan menjadi sumber penularan.

Plt Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan hingga saat ini  belum menemukan adanya kasus antraks pada hewan ternak yang ada di Jakarta.
 
“Sampai dengan sekarang belum ada,” kata dia saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
 
Ani mengatakan penyakit antraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Bacillus Anthracis. Penyakit ini dapat menyerang hewan ternak seperti sapi, domba, kambing, kuda, dan babi.

 "Infeksi dapat terjadi ketika spora bakteri yang ada di tanah, tanaman atau air yang telah terkontaminasi oleh bakteri antraks masuk ke dalam tubuh hewan. Penyakit antraks merupakan zoonosis atau penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia," jelas Ani.
 
Adapun ciri daging yang terinfeksi antraks biasanya berwarna hitam, termasuk pada organ dalam hewan terutama limpa yang juga berwarna hitam dan cukup rapuh.

Beberapa waktu lalu di wilayah Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat kasus antraks dan menjangkit 87 warga, satu diantaranya meninggal dunia.
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi mengatakan bahwa tren kejadian antraks di Yogyakarta hampir setiap tahun terjadi, diantaranya pada 2019 sebanyak 31 kasus dan 2022 sebanyak 23 kasus, meskipun selama ini belum ada laporan terkait kematian.
 
"Baru pada 2023 ini ada tiga kasus kematian akibat antraks di Indonesia. Satu suspek karena sudah ada hasil pemeriksaan laboratorium. Yang dua lainnya belum sempat diperiksa karena langsung meninggal," kata Imran.
Baca juga: Pemprov DKI terjunkan 700 petugas pemeriksaan hewan kurban 2023
 

Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2023