Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan kementerian/lembaga (K/L) tahun anggaran 2022.

“Opini WTP ini merupakan kali ketujuh secara berturut-turut yang diraih Perpusnas sejak 2016,” kata Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando dalam keterangan di Jakarta, Selasa.

Laporan hasil pemeriksaan sendiri telah diserahkan oleh Anggota III BPK Achsanul Qosasi kepada Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando di Tower BPK RI, Jakarta Pusat, pada Senin (10/7).

Pencapaian Opini WTP didasarkan pada empat kriteria yang harus dipenuhi yaitu kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern (SPI).

Syarif menyatakan pencapaian Perpusnas atas predikat WTP merupakan bentuk komitmen dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.

Ia menjelaskan Perpusnas berkomitmen untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Baca juga: Perpusnas raih predikat WTP empat kali berturut-turut

Baca juga: Perpusnas, Kemendikbudristek, dan Setkab kerja sama majukan literasi


“Kami menggunakan anggaran dengan efisien dan efektif untuk mewujudkan Indonesia Maju dan SDM Unggul melalui penguatan budaya literasi,” ujar Syarif.

Anggota III BPK Achsanul Qosasi menuturkan laporan pemeriksaan keuangan dilakukan setiap tahun sebagai mandatori dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

“Ini bagian dari pemeriksaan transaksi keuangan tahun lalu, terhadap hal-hal temuan kami di LK tahun ini nanti akan kami tindaklanjuti,” katanya.

Dalam AKN III terdiri dari 38 entitas yakni 34 (K/L) dan empat badan lainnya yang diperiksa keuangannya dengan hasil pemeriksaan berupa sebanyak 453 temuan dengan 1.246 rekomendasi.

Meski demikian, Achsanul mengatakan temuan-temuan tersebut tidak bisa dikatakan sebagai kerugian negara karena negara memberi kesempatan untuk menindaklanjuti sehingga pertanggungjawabannya sedang berjalan.

Hal itu sesuai UU No. 15 Tahun 2004 pasal 20 ayat 1 bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP serta ayat 2 yaitu pejabat wajib memberikan jawaban kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam LHP.

Ia menambahkan, terdapat temuan signifikan berulang salah satunya pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas yang belum sesuai ketentuan penetapan dan penyaluran bantuan sosial tidak sesuai ketentuan.

Baca juga: Kepala Perpusnas ajak pustakawan pimpin Indonesia jadi negara produsen

Baca juga: Kaperpusnas: Budaya membaca penting tingkatkan pembangunan nasional

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023