Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Bangsa Indonesia memiliki beragam permainan tradisional, bahkan berdasarkan data statistik kebudayaan pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 785 jenis permainan tradisional di Tanah Air.

Di era teknologi dan informasi seperti saat ini, permainan tradisional mulai tergantikan dengan permainan modern berbasis elektronik maupun ragam jenis hiburan digital lainnya yang kini lebih digemari oleh anak-anak.

Untuk itu sejumlah komunitas di Kabupaten Jember, Jawa Timur, berusaha melakukan gerakan dengan membumikan kembali permainan tradisional agar anak-anak bisa melestarikan permainan dengan kearifan lokal, seperti yang dilakukan oleh Komunitas Tanoker di Desa/Kecamatan Ledokombo, melalui permainan egrang.

Pendiri Komunitas Tanoker Ledokombo Farha Abdul Kadir Assegaf atau yang akrab disapa Farha Ciciek mengajak anak-anak di desa itu untuk belajar dan bermain egrang dengan suka cita, bahkan setiap tahun selalu digelar Festival Egrang sebagai upaya untuk melestarikan permainan tradisional di Jember.

Komunitas itu merupakan sebuah tempat untuk mengembangkan potensi dan karakter anak-anak melalui berbagai kegiatan kreatif yang berawal dari egrang, sebuah permainan yang mengandung banyak inspirasi dan menggunakan bambu sebagai alat utama.

Egrang merupakan salah satu permainan tradisional khas Indonesia dengan menggunakan sepasang bambu untuk berjalan. Bambu dibentuk seperti tongkat yang memiliki tumpuan kaki yang terbuat dari kayu.

Permainan itu bermanfaat untuk mengembangkan dan mengontrol motorik anak. Selain itu, permainan egrang dapat meningkatkan kekuatan otot tungkai, kaki, abdomen, lengan, tangan, dan lainnya. Permainan itu juga dapat melatih keseimbangan dan kelenturan tubuh.

Permainan tradisional tersebut juga mengandung nilai edukasi yang tinggi, yang potensinya bukan hanya olahraga, tetapi juga seni yang menjadi bagian dari wujud budaya "pandhalungan" khas Jember.

Nilai karakter yang terkandung dalam permainan tradisional egrang adalah kerja keras, keuletan, kekompakan, keseimbangan, fokus, keteguhan, kesamaan visi, kebersamaan misi dan menanamkan mental pantang menyerah.

Permainan tradisional itu mengantarkan anak menjadi makhluk sosial di alam nyata, bukan sekadar virtual friends di dunia maya, sehingga nantinya dapat mendorong kepedulian dan sensitivitas anak-anak terhadap lingkungan, mulai dari yang terdekat.

Selama ini, adanya permainan berbasis digital seringkali membuat anak anak tidak sensitif dengan lingkungan terdekat dan kurang memiliki rasa kepedulian sosial, sehingga komunitas itu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk membumikan permainan tradisional egrang hingga di lingkungan sekolah.

Bagi anak-anak di Desa/Kecamatan Ledokombo, permainan egrang bukan hanya untuk berjalan dan berlari dengan menggunakan bambu, tetapi menjadi gerakan-gerakan artistik yang harmonis yang dipadupadankan dengan alat musik.

Anak-anak di komunitas itu juga menjadi penggerak perubahan sosial di Kecamatan Ledokombo, bahkan berkat keaktifan mereka memainkan permainan tradisi egrang, hal itu telah mendorong terbangunnya ikon objek wisata edukasi di wilayah setempat.

Itu menjadi bukti bahwa permainan tradisi egrang bukan sekadar permainan, melainkan juga pendukung tumbuh kembang yang baik dan meningkatkan peran konstruktif anak-anak dalam perubahan sosial.

Bahkan, permainan egrang juga menjadi sarana membangun persahabatan, memelihara kesehatan, menajamkan kesadaran, menyalurkan bakat seni serta mengembangkan hobinya bagi anak-anak.

Hal senada juga dilakukan oleh Sekolah Alam Gubuk Pustaka Ndalung di Desa/Kecamatan Ajung yang berusaha melestarikan permainan tradisional dengan mengajak anak-anak di desa setempat untuk mencintai permainan warisan nenek moyang bangsa Indonesia dan menggerakkan budaya literasi.

Di tengah arus globalisasi, sekolah alam itu juga berupaya untuk mengenalkan berbagai macam permainan tradisional khas Indonesia kepada anak-anak dan remaja di desa setempat dengan dikemas secara apik.

Pengelola Gubuk Pustaka Ndalung Abdul Adim mengatakan sekolah alamnya merupakan sebuah tempat sebagai wahana edukasi alternatif bagi anak-anak dan remaja yang ingin mengenal lebih jauh tentang permainan tradisional.

Pendirian sekolah alam tersebut didorong oleh keprihatinan kepada generasi muda yang semakin lupa dengan budaya dan permainan tradisional, sehingga pihaknya memprioritaskan permainan tradisional yang harus dilestarikan oleh anak-anak generasi penerus bangsa.

Maraknya anak-anak menggunakan hingga kecanduan gadget dan game online menyebabkan anak-anak tidak mengenal lagi budaya sendiri, maka penting sekali anak-anak tersebut diperkenalkan dengan berbagai permainan tradisional yang kini terancam punah dan terabaikan.

Di sekolah alam itu anak-anak diperkenalkan dengan beragam permainan tradisional, seperti pletokan, egrang, dan gong gunung yang memiliki nilai-nilai luhur yang bisa membentuk karakter anak sejak dini.


Membangun karakter anak

Nilai-nilai positif bisa didapatkan dari permainan tradisional dan hal itu bisa menjadi dasar pembentukan karakter anak seperti anak mudah beradaptasi, kreatif, gotong royong, kemandirian dan banyak lainnya.

Permainan tradisional merupakan salah satu aset budaya yang mempunyai ciri khas kebudayaan suatu bangsa. Maka pendidikan karakter bisa dibentuk melalui permainan tradisional sejak usia dini.

Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember Dr Ikhwan Setiawan menyampaikan bahwa permainan tradsional termasuk objek pemajuan kebudayaan yang keberadaannya harus dikembangkan oleh negara, dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Mengembangkan permainan tradisional itu sangat bermanfaat untuk generasi penerus bangsa.

Misalnya dalam permainan "gobak sodor", mengajak anak-anak untuk membiasakan karakter solidaritas dalam perjuangan, siap berkompetisi dengan riang gembira, serta menumbuhkan sportivitas.

Permainan tradisional merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan karena di baliknya merupakan hasil budaya yang nilainya besar bagi anak-anak dalam rangka berfantasi, berekreasi, berolahraga, yang sekaligus sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat, berketerampilan, berkesopanan serta melatih ketangkasan.

Bupati Jember Hendy Siswanto juga mengapresiasi sejumlah komunitas yang terus bergerak untuk membumikan permainan tradisional di wilayah itu, sehingga anak-anak bisa mengenal dan mencintai beragam permainan yang menjadi warisan budaya Indonesia.

Dalam momentum Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli diharapkan menjadi tonggak bangkitnya permainan tradisional di Jember untuk terus dilestarikan guna membentuk karakter anak dalam aspek pengembangan moral, nilai agama, sosial, bahasa, dan fungsi motorik dalam mewujudkan anak Indonesia yang sehat, kuat, cerdas, dan berkarakter.
 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023