Purwokerto (ANTARA) - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho meminta Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas untuk tidak menjadikan pekerja tambang sebagai tersangka kasus tambang emas ilegal di Desa Pancurendang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

"Jadi peristiwa ini peristiwa yang sangat memilukan, karena suatu bentuk mencari mata pencaharian tetapi berakibat fatal hukumnya," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat siang.

Ia mengatakan hal itu saat konferensi pers di Markas Polresta Banyumas terkait dengan kasus tambang emas ilegal di Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, yang terungkap setelah adanya 8 pekerja yang terjebak di dalam sumur tambang sejak Selasa (25/7) malam dan hingga saat ini belum berhasil dievakuasi.

Menurut dia, penambangan itu juga dalam rangka mencari mata pencaharian tetapi mencari emas tersebut harus ada izin.

"Harus melihat konteksnya, tanahnya bisa atau tidak. Dalam hal seperti inilah ada dampak, dampaknya hukum, sehingga tidak menjadikan suatu permasalahan sendiri, kenapa seperti itu," jelasnya.

Oleh karena itu, dia mengapresiasi tindakan Kepala Polresta Banyumas Komisaris Besar Polisi Edy Suranta Sitepu yang telah mengambil segi preventif hukum untuk menentukan tersangka di mana tersangkanya adalah pemilik modal dan pemilik lahan

Ia mengaku melihat pemilik modal merupakan aktor dari penambangan emas ilegal itu, sedangkan masyarakat setempat hanya pencari kerja.

Dalam hal ini, kata dia, pemilik modal bisa mendeteksi lokasi yang bisa ditambang dan pemilik lahan tahu kalau tanahnya akan digunakan untuk pertambangan ilegal.

"Ini suatu yang tepat sekali. Jadi, jangan sampai penambang yang sebagai mata pencaharian ini dijadikan tersangka," tegasnya.

Menurut dia, sangat tidak adil jika pekerja tambang dijadikan tersangka dalam kasus tersebut.

Oleh karena itu untuk keadilan ke depan, kata dia, selain pemodal dan pemilik modal, juga harus dicari siapa pengepulnya dan untuk apa hasil tambang tersebut.

"Ini harus dicari, sehingga dalam seperti ini penyelesaian secara komprehensif, tidak hanya pada penanggulangannya, kemudian juga pada akhir pengepulnya," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.

Lebih lanjut, dia mengatakan kegiatan penambangan emas itu sangat berisiko, sehingga tindakan hukum ke depan adalah sebagai ultimum remedium yang berarti peran masyarakat, peran tokoh, RT, RW, dan sebagainya segera punya inisiasi melaporkan jika mengetahui adanya penambangan ilegal karena berisiko terhadap masyarakat setempat.

Selain berisiko terhadap masyarakat setempat, kata dia, lingkungan menjadi rusak dan ke depan sulit untuk dipulihkan kembali.

"Dengan demikian, mudah-mudahan kasus ini bisa ditegakkan dengan baik, aspek lingkungan bisa diantisipasi dengan baik, aspek sosiologis masyarakat juga bisa ada suatu literasi dengan baik, sehingga permasalahan ini tidak timbul di kemudian hari," katanya.

Terkait dengan jeratan hukum bagi para tersangka dalam kasus tambang emas ilegal tersebut, Prof Hibnu mengatakan suatu proses penyidikan merupakan suatu proses pengumpulan barang bukti guna menentukan tersangka.

Ketika menentukan tersangka, kata dia, penyidik akan menentukan perbuatan tindak pidana apa yang dilakukan.

Oleh karena itu, lanjut dia, untuk sementara Polresta Banyumas baru menjerat tersangka dengan Pasal 158 subsider Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

"Tapi yang mungkin sekali adalah Undang-Undang Lingkungan Hidup, itu agak kena. Tapi kalau KUHP agak sulit, karena ini ilegal," jelasnya.

Dia pun menyarankan Polresta Banyumas menjerat para tersangka dengan Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Lingkungan Hidup karena ancaman hukumannya bisa menjadi lebih berat lagi.

Dengan demikian ke depan, kata dia, penyidik bukan hanya menuntut pidananya juga bagaimana mengembalikan tanah-tanah itu kembali seperti semula.

"Itu perlu waktu dan ini kerusakan lingkungan yang luar biasa. Oleh karena itu, atensi Kapolresta sangat luar biasa," tegasnya.

Menurut dia, hal itu menjadi titik temu atau titik sentral ke depan terhadap tambang-tambang yang mungkin timbul dan harus betul-betul terdeteksi oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas.

Dalam konferensi pers tersebut, Kepala Polresta Banyumas Kombes Pol Edy Suranta Sitepu mengatakan pihaknya telah menetapkan empat tersangka kasus tambang emas ilegal yang terungkap setelah adanya 8 pekerja yang terjebak di dalam sumur tambang sejak Selasa (25/7) malam dan hingga saat ini masih dilakukan upaya evakuasi.

"Kami menetapkan empat orang tersangka, di mana salah satunya adalah si pemilik lahan, yaitu saudara SN (76). Sementara tiga tersangka lainnya sebagai pengelola atau pendana," jelasnya.

Menurut dia, ketiga tersangka lainnya terdiri atas KS (43) dan WI (43) selaku pengelola Sumur I serta DR (40) selaku pengelola Sumur II.

Akan tetapi, kata dia, tersangka DR hingga saat ini masih dalam pencarian karena yang bersangkutan melarikan diri.

"Saya mengimbau bagi tersangka termasuk juga keluarga atau siapa saja yang mengetahui keberadaan saudara DR, bisa memberitahukan kepada kami atau kantor-kantor kepolisian terdekat, untuk bisa menyerahkan diri guna mempertanggungjawabkan perbuatannya," tegasnya.

Baca juga: Direktur Pushep: Tegakkan hukum yang benar untuk penambangan ilegal

Baca juga: Pemerintah dan aparat hukum bahas penambangan ilegal di Kapuas Hulu

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2023