Jakarta (ANTARA) - Sekjen Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) dr. M. Yadi Permana, SpB(K) Onk mengatakan rajin memantau UV index di ponsel bisa membantu mencegah paparan sinar matahari yang bisa menyebabkan kanker kulit.

“Kita harus memperhatikan batas UV index, di handphone bisa kita lihat di ramalan cuaca indeks UV siang ini berapa, kalau lebih dari 5 itu sudah bahaya jangan sering terpapar di luar,” kata Yadi dalam diskusi kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Batas UV indeks yang perlu diperhatikan adalah di atas lima sampai tujuh, artinya paparan sinar ultraviolet lebih tinggi yang bisa menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya kanker kulit.

Jika harus beraktivitas cukup lama seperti berolahraga di luar ruangan, dianjurkan untuk memakai tabir surya dengan SPF 50 untuk perlindungan lebih tinggi. Selain itu, juga disarankan untuk memakai baju lengan panjang, topi hingga kacamata hitam untuk mengurangi paparan langsung sinar ultra violet di tangan dan wajah.

“Kalau kita beraktivitas yang cukup lama di luar kita dianjurkan memakai SPF-nya 50, untuk SPF 30 atau 50 menunjukkan kadar perlindungan ketebalan perlindungan sunscreen tersebut terhadap UV, makin besar angkanya perlindungannya semakin baik karena lebih tebal,” kata Yadi.

Baca juga: Spesialis Onkologi: Waspada bentuk tahi lalat untuk cegah kanker kulit

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mengatakan paparan sinar matahari memegang peranan 20 sampai 50 persen bahkan lebih terhadap risiko terjadinya kanker kulit.

Secara umum ada dua kanker kulit yang dikenali di dunia ini yaitu kanker kulit melanoma yang angka kejadiannya 4 persen dan non melanoma sebesar 90 persen. Walaupun angka kejadian kanker kulit melanoma sedikit namun sifatnya sangat agresif dan banyak menimbulkan kematian dibandingkan dengan non melanoma.

Secara global, kata Yadi, dua sampai tiga juta kanker kulit non melanoma terjadi dan 132.000 kanker kulit melanoma terjadi tiap tahun.

Sedangkan di Indonesia secara epidemiologi, kanker kulit non melanoma menempati urutan ke-15 dari 36 kanker terbanyak berdasarkan data global tahun 2020. Angka kasus baru kanker kulit non melanoma di Indonesia sebesar 1,99 persen dan angka kematiannya hanya sekitar 1,48 persen karena sifatnya tidak agresif dan sering tersaru dengan luka kulit lainnya.

Baca juga: Tanda-tanda kanker kulit yang bisa dikenali diri sendiri

Selain paparan sinar matahari, faktor risiko kanker kulit lainnya adalah adanya kerusakan kulit akibat luka bakar, radiasi ataupun luka lama yang penyembuhannya tidak baik, yang bisa menyebabkan jenis kanker kulit sel skuamosa. Sedangkan berdasarkan pravelansi risiko kanker kulit adalah pada pria di usia 40 tahun ke atas.

Yang perlu diwaspadai untuk melihat tanda kanker kulit adalah jika adanya tahi lalat yang membesar, perubahan warna kemerahan di area tahi lalat disertai rasa gatal, kelainan permukaan kulit seperti di wajah termasuk dahi, pipi, leher dan kulit kepala dengan luka lebih dari satu sentimeter, dan lesi di area batang badan dan tungkai lengan atau kaki yang lebih dari dua sentimeter.

“Diagnosis biasanya kita lihat dulu lokasi dari lesi kulit yang terjadi kemudian kita lihat bentuk strukturnya seperti apa yang paling gampang itu ABCDE (Asimetris, Batasan, Color (warna), Diameter, Evolusi). Kalau kita memang ingin melihat kepastiannya dengan pemeriksaan histopathology,” katanya.

Yadi menyarankan untuk mengatur waktu paparan sinar matahari langsung di waktu yang aman dari jam 06.00 sampai jam 09.00 dan sore di jam empat sampai jam lima sore dan gunakan perlindungan penuh jika bekerja di jam terik matahari.

Baca juga: Bahaya paparan UVA dan UVB pada kulit

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2023