sebaiknya negara-negara Selatan Global dapat mengembangkan kerja sama Selatan-Selatan yang efektif... seperti pada Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955.
Jakarta (ANTARA) - Global South atau Selatan Global merupakan istilah yang meliputi berbagai negara yang ada di bentangan alam Afrika, Amerika Latin, Karibia, Asia (kecuali Israel, Jepang, dan Korea Selatan), serta Oseania (tanpa Australia dan Selandia Baru).

Istilah tersebut diperkenalkan oleh Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), yaitu organisasi di PBB yang mempromosikan kepentingan negara-negara berkembang dalam perdagangan global.

Sebagian besar dari umat manusia mendiami kawasan Selatan Global, yang dapat terlihat dari China, India, dan Indonesia yang termasuk ke dalam Selatan Global. Ketiga negara itu masing-masing adalah negara berpenduduk terbanyak nomor 1, 2, dan 4 di dunia.

Namun sayangnya, banyak negara yang tercakup di Selatan Global masih mengalami kondisi berpenghasilan rendah dengan populasi yang padat, serta kerap kali disertai dengan infrastruktur yang tidak memadai dan masih adanya marginalisasi kentara dalam hal politik atau budaya.

Negeri di kawasan Selatan Global juga sedikit banyak terdampak dengan konflik yang terjadi di Ukraina, yang merupakan bagian dari Eropa karenanya bukan bagian dari Selatan Global. Hal tersebut karena Ukraina merupakan salah satu produsen pangan terbesar di planet ini.

Selain itu, negara-negara Selatan Global juga tidak seperti Barat yang menggebu-gebu untuk menerapkan berbagai sanksi yang dapat diberikan kepada Rusia, dengan tujuan agar dapat memaksa Rusia untuk segera mundur dari berbagai wilayah yang didudukinya di Ukraina.

Berbagai cara juga dilakukan oleh Barat (terutama koalisi NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara), agar dapat membuat pemerintah di berbagai negara Selatan Global mau ikut mengecam dan menjatuhkan sanksi kepada Rusia.

Salah satunya adalah dengan menggelar perundingan yang rencananya akan digelar di Jeddah, Arab Saudi, 5-6 Agustus, terkait dengan upaya perdamaian dan menghentikan konflik di Ukraina.


Ukraina galang dukungan

Kantor berita Reuters melaporkan bahwa Ukraina dan para sekutunya berupaya untuk menggalang dukungan global untuk cetak biru perdamaian dalam perundingan di Arab Saudi tersebut.

Dengan demikian, para diplomat Ukraina dan negara-negara Barat berharap konferensi di Jeddah yang rencananya akan dihadiri oleh sekitar 40 negara akan dapat menyetujui prinsip-prinsip utama guna mengakhiri agresi Rusia.

Hal ini juga diamini Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang berharap agar inisiatif tersebut akan mendorong agar sejumlah prinsip yang selaras dengan formula perdamaian yang diusung Ukraina, dapat didukung oleh negara-negara Selatan Global seperti Afrika Selatan, Brazil, dan India.

Sejumlah poin dalam formula perdamaian dari Ukraina antara lain mencakup pengembalian sepenuhnya integritas teritorial Ukraina, penarikan mundur sepenuhnya pasukan Rusia, perlindungan terhadap pasokan pangan dan energi, keamanan nuklir, serta pembebasan semua tahanan perang.

Namun, sejumlah pejabat negara-negara Barat juga mafhum bila hasil perundingan itu hanya akan menghasilkan tekanan yang terbatas kepada pemerintah Rusia, apalagi bila ternyata China tidak mengikuti pembicaraan di Jeddah.

Dalam pembahasan tersebut, cara yang kemungkinan akan digunakan oleh negara-negara Barat untuk "merayu" Selatan Global adalah dengan menekankan bahwa harga pangan akan melonjak sejak Rusia berhenti dari Kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam, yang sebelumnya mengizinkan produk biji-bijian Ukraina diekspor melewati kawasan Laut Hitam dengan aman.

Adapun mengapa pertemuan itu digelar di Arab Saudi dan bukannya di salah satu negara Barat, adalah karena adanya keinginan pemerintah Arab Saudi untuk berperan guna menyelesaikan konflik itu.

Apalagi, Arab Saudi dan Turki juga dinilai telah berperan dengan baik sebagai penengah dalam pertukaran tahanan perang dalam jumlah besar antara Ukraina dan Rusia, sedangkan pada KTT Liga Arab yang digelar di Arab Saudi pada Mei lalu (yang juga dihadiri Zelenskyy), Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman menyatakan negaranya siap untuk menjadi penengah dalam perang.


China bersedia

Kabar terakhir pada Jumat (4/8) menyebutkan bahwa Utusan Khusus China untuk Urusan Eurasia Li Hui akan mendatangi Jeddah untuk mengikuti pembicaraan internasional tentang penyelesaian perdamaian terkait krisis di Ukraina.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin dalam sebuah pernyataan menyatakan bahwa China bersedia bekerja sama dengan masyarakat mancanegara untuk memainkan peran konstruktif mencari solusi politik dari krisis tersebut.

Langkah China itu dinilai akan menambah legitimasi dalam pertemuan tersebut, sekaligus menambah peserta dari Selatan Global dalam konferensi itu.

Selain China, negara lain dari Selatan Global yang juga menyatakan akan berpartisipasi dalam pembicaraan damai di Arab Saudi adalah India.

Menurut Juru Bicara Kemenlu India Arindam Bagchi dalam konpers pada Kamis (3/8) sebagaimana dikutip Reuters, partisipasi India selaras dengan posisi negara tersebut bahwa dialog dan diplomasi adalah jalan yang perlu ditempuh ke depan.

Sementara itu, Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador menyatakan bahwa perundingan damai mendatang di Arab Saudi perlu melibatkan baik perwakilan dari Ukraina dan Rusia.

Pertemuan di Jeddah tidak akan mengundang Rusia, yang menurut pihak Ukraina, karena negara agresor tersebut tidak menghormati aturan-aturan yang berlaku di tingkat internasional.

Dengan melakukan pendekatan kepada berbagai negara di Selatan Global, Barat juga berharap akan mendapatkan dukungan untuk Ukraina terutama mengingat masih banyak negara di kawasan tersebut yang menyatakan dirinya netral dalam konflik Rusia-Ukraina.

Harus diakui bahwa pembicaraan di Jeddah tidaklah semudah membalik telapak tangan. Kepala Kantor Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak menyatakan meski tidak mudah, dia mengingatkan bahwa Ukraina didukung oleh kebenaran dan kebaikan.


Rusia memantau

Sementara itu, Kremlin --sebutan bagi pemerintah Rusia-- menyatakan akan "memantau" pertemuan tersebut dan perlu memahami apa sasaran yang dituju serta apa beragam pembahasan yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut.

Rusia sendiri juga tidak bisa disebut pasif dalam menarik dukungan dari negara-negara Selatan Global.

Pada 27--28 Juli 2023, telah digelar KTT Rusia-Afrika di St. Petersburg, dengan mengundang berbagai negara dari benua Afrika.

Dalam KTT tersebut, Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji akan memasok biji-bijian secara gratis ke sejumlah negara di Afrika.

Beberapa waktu setelahnya, Rusia bersama tujuh pemimpin negara Afrika mendesak PBB dapat mengambil tindakan untuk dapat melepaskan pengiriman 200 ribu ton pupuk Rusia yang selama ini tertahan di berbagai pelabuhan Eropa, agar bisa segera dikirim ke Afrika.

Dalam pernyataan bersama yang disiarkan dalam situs resmi Kremlin, seperti dikutip kantor berita Anadolu, kepala pemerintahan dari Komoro, Kongo, Mesir, Rusia, Senegal, Afrika Selatan, Uganda, dan Zambia menyerukan langkah-langkah khusus untuk menghilangkan hambatan ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia, sehingga memungkinkan pelanjutan implementasi penuh inisiatif Laut Hitam.

Tidak hanya itu, Reuters melaporkan bahwa di sejumlah negara di kawasan Asia Tengah seperti Kazakhstan muncul iklan yang menawarkan agar warga di sana bersedia untuk menjadi bagian dari militer Rusia.

Berbagai langkah itu juga menunjukkan adanya keinginan untuk mendapatkan dukungan, baik dalam bentuk sokongan kebijakan perekonomian maupun sumber daya manusia, dari negara-negara Selatan Global.


Lawan Barat-AS

Dalam jangka panjang, Rusia juga tampaknya ingin menambah keanggotaan BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), yang dinilai akan memperkuat organisasi tersebut serta sekaligus menjadi lawan dari kubu Barat yang dipimpin AS dalam hegemoni perpolitikan global.

Tarik-tarikan antara dua kubu itu mengingatkan kembali kepada Perang Dingin antara pihak Barat yang dipimpin AS dan pihak Timur yang diarahkan Uni Soviet.

Namun, dalam pertikaian antara dua pihak tersebut, biasanya negara-negara berkembang hanya akan menjadi korban dari perang proksi dan kerap menanggung getahnya.

Untuk itu, sebaiknya memang di antara negara-negara Selatan Global itu sendiri dapat mengembangkan bentuk kerja sama Selatan-Selatan yang efektif.

Salah satu bentuk kerja sama Selatan-Selatan yang efektif pada masa Perang Dingin adalah Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955.

KAA Bandung itu menjadi terkenal, antara lain, karena menghasilkan Dasasila Bandung yang mempromosikan perdamaian dan kerja sama di dunia, serta menjadi pembuka bagi munculnya Gerakan Non-Blok dekade berikutnya.

Sinergi seperti KAA Bandung sudah sangat pantas dapat dimunculkan kembali, terutama menghadapi persoalan konflik Rusia-Ukraina yang melibatkan banyak kekuatan adidaya dunia.

Dengan demikian, ke depan, Selatan Global tidak lagi hanya akan menjadi buih-buih yang sekadar terombang-ambing oleh dua kutub hegemoni yaitu Barat dan anti-Barat.






 

Copyright © ANTARA 2023