Jakarta (ANTARA) - Kebijakan yang adil dan tidak diskriminatif membuat Brunei Darussalam tidak pernah mendapati insiden rasis atau ketidakhrmonisan ras, kata seorang tokoh agama Brunei.

"Hingga saat ini, tidak ada catatan tentang ketegangan rasial di Brunei. Pemerintah menerapkan kebijakan yang transparan, adil dan tidak diskriminatif," kata tokoh agama dari Brunei Darussalam, Mohammad Hafiiz Hashim, dalam ASEAN Intercultural And Interreligious Dialogue Conference (IIDC) 2023 di Jakarta, Senin.

Sejak merdeka pada 1 Januari 1984, Brunei terkenal sebagai negara damai di mana orang-orang berbagai ras dan agama hidup berdampingan secara harmonis, kata Hashim.

"Sebagai monarki, sejarah panjang Islam dan jejak sejarah kegiatan ekonomi dengan kerajaan-kerajaan lain di Brunei membuktikan ada tradisi berabad-abad mengenai rasa hormat dan keramahan terhadap kelompok etnis dan agama yang beragam," sambung Hashim.

Melayu Islam Beraja (MIB) adalah filosofi negara resmi Brunei, kata dia.  Falsafah bernegara ini selaras dengan kebijakan luar negeri Brunei yang  menekankan netralitas, non intervensi, saling menghormati dan kerja sama, kata Hashim. 

Menurut dia, norma-norma itu konsisten dengan prinsip-prinsip ASEAN.

Baca juga: Puan harap AIPA Ke-44 satukan ASEAN agar kuat tingkat regional/global

Sebagai negara damai, Brunei aktif berpartisipasi dalam dialog dan konferensi antaragama global untuk memajukan toleransi serta pemahaman yang benar tentang agama Islam, sambung Hashim seraya mengungkapkan rasa bangga Brunei sebagai anggota ASEAN. 

"Sejak bergabung pada 1984, Brunei aktif berpartisipasi dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN untuk meningkatkan keharmonisan sosial dalam masyarakat yang beragam di Asia Tenggara," kata Hashim.

Negara berpenduduk mayoritas Muslim Melayu itu teratur menjadi penegak kuat norma, prinsip konstitutif dan peraturan ASEAN, selain menjadi sponsor proyek-proyek ASEAN.

Hashim menyebutkan, sebagai negara yang memegang kuat budaya ASEAN, Brunei memiliki persepsi yang sama dengan Islam bahwa komunitas yang peduli adalah penting untuk menciptakan masyarakat kawasan yang harmonis.

"Segala bentuk konflik dan intoleransi dapat menggoyahkan keamanan kawasan. Bagi Brunei, konflik agama terutama, ekstremisme agama yang merampas media saat ini dapat menghancurkan cara hidup kita yang bertentangan dengan ajaran Islam," kata Hashim.

IIDC diadakan pada 7-8 Agustus di Jakarta dan merupakan bagian dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Acara itu dihadiri tokoh-tokoh lintas agama di ASEAN.

Baca juga: PBNU: ASEAN IIDC 2023 konsolidasi harmoni, toleransi, dan perdamaian

Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023