Semakin penting informasinya, semakin besar harga data tersebut bisa dijual
Depok (ANTARA) - Pakar forensik komputer dan security, Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) Universitas Indonesia (UI) Ir. Setiadi Yazid, M.Sc., Ph.D., mengungkapkan terdapat berbagai motif seseorang melakukan peretasan atau hacking umumnya karena faktor ekonomi walaupun ada juga faktor politik.

"Umumnya peretasan dilakukan atas dorongan ekonomi karena data yang didapat tersebut bisa digunakan untuk mengambil harta dari pemilik data," katanya.

Dikatakannya data yang didapat bisa digunakan untuk masuk ke dalam sistem bank. Di saat sistem sudah ditembus, semua pihak terutama nasabah jadi terancam karena otentikasinya sudah diketahui.

Data untuk otentikasi inilah yang diperjualbelikan. "Semakin penting informasinya, semakin besar harga data tersebut bisa dijual," kata Setiadi.

Selain motif ekonomi dan politik, Setiadi mengatakan ada juga ada yang melakukannya dengan tujuan mendapatkan status di kalangan para hacker, bahwa pelaku adalah seorang hacker yang hebat.

Dengan terjadinya kebocoran data yang diduga dari salah satu instansi pemerintah, Setiadi menyampaikan bahwa setidaknya pemerintah perlu memberikan arahan cara masyarakat dapat tetap mengamankan hartanya yang tersimpan di bank walaupun data pribadi mereka telah terbuka.

Baca juga: Pengamat: Waspadai peretasan ponsel saat isi daya di fasilitas publik

Baca juga: Tips lindungi data pribadi saat gunakan jasa keuangan digital


Pemerintah juga, katanya, harus melakukan perbaikan sistem karena dalam empat tahun terakhir telah terjadi kebocoran data lebih dari 80 kali.

"Tahun lalu saja sudah sembilan kali, semuanya terjadi dan dilewatkan begitu saja dengan pernyataan bahwa data yang bocor tidak sama dengan data yang tersimpan. Publik pun tidak banyak bisa berbuat, kemungkinan besar karena masih kurangnya kesadaran tentang dampak kebocoran data ini," kata Setiadi.

Melihat situasi tersebut, Setiadi memberikan saran kepada masyarakat sebagai pemilik data untuk mulai menggunakan otorisasi berlapis atau mengakali pertanyaan verifikasi dengan jawaban yang lebih personal dan mengganti password secara berkala.

Selain itu, masyarakat juga harus memiliki persiapan untuk menghadapi skenario terburuk ketika terjadi kebocoran pada data pribadi mereka.

Misalnya, rekening bank mana saja yang harus segera ditutup, dan cara-cara lain sesuai dengan prosedur perbankan yang ada.

Sedangkan untuk pihak bank maupun pemerintah, mungkin perlu mengubah pertanyaan dalam prosedur verifikasi menjadi pertanyaan yang lebih personal dan bervariasi sehingga kemungkinan untuk ditembus lebih kecil.

Baca juga: Data pribadi terus jadi target kejahatan, bagaimana mencegahnya?

Baca juga: Peretas curi data pribadi sekitar 2 juta pelanggan T-Mobile

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023