Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang, ternyata hingga hari ini arah dan tujuan reformasi itu sendiri masih kabur, ....
Jakarta (ANTARA) - Praktisi hukum Agus Widjajanto meminta semua pihak untuk mewaspadai potensi krisis multidimensi pascareformasi di Indonesia.

"Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang, ternyata hingga hari ini arah dan tujuan reformasi itu sendiri masih kabur, bahkan telah kehilangan momentum," kata Agus Widjajanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Agus Widjajanto menjelaskan bahwa lingkaran krisis itu mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan bangsa, bahkan mencapai tingkat yang paling mengerikan, yakni terjadinya krisis kemanusiaan.

Pertama, kata dia, krisis moral dan etika (ethical crisis). Hal ini terjadi adanya krisis moral dan etika di lingkungan para elite politik, pejabat, dan informal. Para ilmuwan budayawan tidak berani menyuarakan kebenaran justru melakukan pembenaran atas krisis tersebut.

Kedua, lanjut Agus,  krisis hukum akibat langsung dari krisis moral elite tersebut yang melahirkan penegak hukum hanya berorientasi bisnis. Penegakan hukum tidak jalan yang menimbulkan efek serius bagi bangsa.

Ketiga, krisis moneter. Krisis ini awalnya melanda di luar kawasan. Namun, kata dia, dengan kondisi negeri ini yang sangat lemah, fondasi ekonomi yang ditopang dengan utang luar negeri, menjadi dampak dari krisis moral etika dan krisis hukum sehingga berakibat terjadinya krisis moneter.

Keempat, krisis ekonomi. Akibat dari krisis multidimensi di atas, tidak ada moral dan etika, krisis hukum dan moneter berakibat harga melambung tinggi salah satunya harga bahan bakar minyak (BBM) walaupun harga minyak internasional turun, dan berakibat naiknya kebutuhan pokok serta kurs dolar yang makin naik.

Ditambah lagi, kata Agus, dengan ancaman krisis global. Fondasi ekonomi negara ditopang dari utang luar negeri berakibat krisis ekonomi.

Kelima, krisis kepercayaan antarelite. Menurut dia, hampir tidak ada rasa percaya antarelite, yang paling parah sasaran dalam krisis ini adalah pemerintah. Karena krisis itu, timbulkan krisis politik.

Keenam, krisis politik. Karena krisis kepercayaan dan saling menyalahkan antaraelite yang satu dengan yang lain, timbul krisis politik, bukan hanya elite dengan elite, melainkan antarmasyarakat sendiri terjadi krisis kepercayaan .

Ketujuh, krisis kemanusiaan. Bentrokan antarfisik akibat beda dalam suara politik dan menebar politik identitas pada agama tertentu menyebabkan saling terjadi gap antarmasyarakat pada pemilu lalu.

Ia mengemukakan bahwa politik identitas juga menyebabkan kejahatan kemanusiaan karena adanya penggiringan opini publik untuk mencari pembenaran sendiri, tanpa mempertimbangkan kepentingan bangsa dan negara.

Baca juga: Presiden Jokowi ajak Uni Eropa kerja sama atasi krisis multidimensi
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Rajut kebinekaan untuk hadapi krisis multidimensi

Pewarta: Fauzi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023