Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar melaporkan  tingkat eksklusi (ketiadaan) keuangan di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) menurun secara signifikan dari 46 persen menjadi 22,6 persen sepanjang tahun 2017 hingga 2022.

“Ini berarti sebagai sekelompok negara ASEAN telah jauh melampaui tingkat eksklusi (ketersediaan) keuangan regional sebesar 30 persen,” ujar dia dalam ASEAN Fest 2023: OJK Seminar on Financial Inclusion yang dipantau secara virtual, Jakarta, Kamis.

Seperti diketahui, terdapat Visi ASEAN 2025 yang berupaya memajukan inklusi (ketersediaan) keuangan ASEAN. Target pertama yang hendak dicapai adalah menurunkan rata-rata eksklusi keuangan di ASEAN dari 44 persen menjadi 30 persen, sedangkan target kedua yaitu meningkatkan kesiapan infrastruktur  keuangan dari 70 persen menjadi 85 persen.

Baca juga: Gubernur BI sebut ASEAN Fest 2023 tingkatkan inklusi keuangan digital

“Jika kita melihat kondisi masing-masing negara anggota, kita melihat ada lima negara anggota ASEAN yang berhasil menurunkan tingkat eksklusi keuangannya di bawah 30 persen, yaitu Brunei, Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Namun, masih ada lima negara anggota ASEAN yang tingkat eksklusi keuangannya lebih tinggi dari 30 persen,” kata Mahendra.

Untuk target kedua, tingkat kesiapan infrastruktur inklusi di ASEAN saat ini disebut berada pada angka 83,6 persen. Angka tersebut masih di bawah target regional ASEAN sebesar 85 persen pada tahun 2025.

Kendati demikian, terdapat enam kategori tingkat kesiapan infrastruktur inklusi keuangan sudah di atas 85 persen dan masih ada empat kategori yang kurang dari 85 persen.

Meskipun ASEAN mungkin dapat mencapai target yang telah ditetapkan sesuai Visi ASEAN 2025, lanjut dia, masih ada risiko besar untuk gagal mencapai target tersebut di masing-masing negara karena kesenjangan inklusi keuangan di antara anggota ASEAN.

Baca juga: OJK gandeng camat dan kades Muaro Jambi tingkatkan literasi keuangan

Menurut dia, di masing-masing negara ASEAN, kesenjangan yang sama antara masyarakat perkotaan dan daerah terpencil serta pedesaan sama-sama signifikan.

“Di Indonesia, jika Anda bepergian ke banyak daerah terpencil, saya yakin anda akan melihat banyak sekali ide yang diungkapkan oleh penduduk desa tentang cara meningkatkan penghidupan mereka. Namun, mereka perlu merasa menjadi bagian dari perekonomian nasional, dan penting bagi ASEAN untuk memanfaatkan ide-ide ini. Kita memberdayakan masyarakat pedesaan dan daerah-daerah terpencil karena hal ini bukan hanya sekedar tanggung jawab sosial,” ungkapnya.

Apabila desa-desa tersebut diberikan kesempatan untuk mengembangkan masa depan, tidak hanya hidup dari hari ke hari, dia meyakini upaya tersebut akan memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan semangat ASEAN.

“Inklusi keuangan berarti sebuah kesempatan untuk menyediakan sarana bagi mereka yang membutuhkan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mencapai tujuan untuk meningkatkan penghidupan dan merasa memiliki kehidupan yang bermakna,” ucap Ketua Dewan Komisioner OJK.

Sebagai tambahan informasi, laporkan yang disampaikan oleh Mahendra berasal dari UN Capital Development Fund bertajuk ASEAN Monitoring Progress Financial Inclusion 2022.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023