Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis bedah onkologi (kanker) dan doktor Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr. dr. Diani Kartini, SpB(K)Onk tidak menganjurkan pasien kanker, utamanya yang sedang menjalani pengobatan dan kemoterapi untuk mengonsumsi obat herbal.

“Saya tidak menganjurkan (obat herbal),” jelas Diani pada diskusi daring, Jumat.

Hal ini diungkapkanya akibat banyaknya pasien kanker bahkan penyakit lainnya yang menggunakan obat alternatif herbal tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter.

Baca juga: Kemenkes: Obat herbal sedang jadi fokus peneliti dan industri dunia

Ia menyebut meski diklaim memiliki efek anti tumor, sulit untuk mengetahui seberapa besar dosis yang tepat dari obat herbal untuk masing-masing pasien, yang kondisi kesehatannya pun beragam dan tak sama.

Selain itu, belum jelas pula efek samping hingga efek toksik yang dapat dihasilkan dari obat herbal.

Berbeda dengan herbal, resep obat yang diberikan dokter termasuk dosisnya telah dipersonalisasikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tiap pasien. Obat-obatan resmi yang telah beredar, menurut Diani, juga telah melalui berbagai fase pengujian.

“Kalau obat kemoterapi dari dokter itu kan ditakar, diekstrak dan dihitung, obatnya dapat memberi efek toksik setelah dosis berapa miligram. Obat resep dokter yang dikeluarkan itu juga sudah melewati banyak fase pengujian sampai akhirnya ke tubuh manusia, tidak asal diluncurkan apa lagi hanya berdasarkan testimoni pengguna,” kata dia.

Lebih lanjut, Diani memberikan alasan mengapa obat herbal tidak dianjurkan dikonsumsi pasien yang tengah melakukan pengobatan medis dengan dokter.

Mengkonsumsi obat herbal bersamaan dengan obat dokter dapat berpengaruh pada hasil perawatan pasien, yang sangat memungkinkan hasilnya menjadi tidak baik.

“Ada saat ketika obat dokter yang diberikan menjadi tidak ampuh atau tidak memberikan respon, ini akan mempersulit dokter untuk memeriksa kembali apa itu disebabkan oleh obatnya yang kurang tepat atau karena ada intervensi dari obat herbal yang dikonsumsi,” ujar Diani.

Diani mengatakan, bila seorang pasien tidak mencampur pengobatan dengan obat herbal, dokter akan dengan mudah mengetahui takaran hingga kombinasi obat dalam resep selanjutnya yang lebih tepat bagi kondisi kesehatan pasien.

Baca juga: BRIN: 85 persen bahan baku obat herbal masih berasal dari alam

Baca juga: Kepala BPOM berharap obat herbal masuk daftar obat rujukan JKN

Baca juga: Wujudkan kesehatan holistik melalui herbal


Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023