Yogyakarta (ANTARA) - Industri kreatif di Tanah Air berkembang pesat, bahkan sejumlah pelaku sudah berani melabelkan jenama lokal. Pada mulanya mereka membidik pasar domestik, namun ternyata produk mampu melesat, dan banyak di antaranya yang menembus pasar global, misalnya industri fesyen.

Jenama adalah merek atau brand. Kata jenama kalah dengan istilah brand. Membangun jenama lebih suka diistilahkan dengan branding. Hal menjadi pertanda bahwa pemakaian istilah asing lebih disukai. Karena itu, pemakaian jenama berbau asing masih menjadi fenomena di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Padahal Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki sering mengingatkan akan pentingnya memperkuat produk lokal dengan jenama lokal yang menguasai pasar Indonesia.

Menurut data Kemenkop, saat ini 53 persen ekonomi Indonesia ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Jika angka tersebut terus dipertahankan di atas 50 persen, maka tahun depan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa bertahan di atas 5 persen.

Demi menggapai angka itu, ada baiknya ditingkatkan lagi pemahaman terhadap jenama lokal. Tantangan besar UMKM adalah kurangnya pemahaman para wirausaha terhadap pengembangan jenama. Malah banyak yang menganggap jenama hanya sebuah visualisasi produk. Padahal jenama merupakan salah satu kunci penting dalam pengembangan UMKM.

Lantas, bagaimana menggalakkan jenama lokal? Pertama, yang tidak kalah penting adalah peran konten kreator. Pada era digital seperti sekarang, konten kreator juga menjadi kunci memajukan UMKM. Bayangkan saja, jika konten kreator rajin memproduksi konten dengan jenama lokal, niscaya akan membangun rasa percaya diri pelaku lainnya. Setelah sering menonton konten berjenama lokal di medsos, mereka menjadi yakin bahwa jenama lokal bukan lagi sesuatu yang rendah.

Menkop juga memberikan apresiasi kepada para konten kreator yang sudah mempromosikan jenama lokal supaya menjadi konsumsi utama masyarakat Indonesia. Apalagi, saat ini banyak jenama lokal yang cukup bagus. Dengan begitu anak muda tidak lagi mencari jenama luar negeri, tapi memilih lokal yang cocok di kantong.

Kedua, perlu ada bimbingan teknis kepada para pelaku UMKM untuk membangun jenama lokal tersebut. Salah satunya lewat laboratorium yang berkolaborasi dengan institusi pendidikan, maupun organisasi. Misalkan saja berbentuk laboratorium hasil kolaborasi perguruan tinggi, organisasi kewirausahaan, dan didampingi pemerintah.

Keberadaan laboratorium akan membantu UMKM, juga para pelajar dan institusi pendidikan untuk mendapatkan pengetahuan dalam memasarkan produknya dan juga berinovasi dalam mengembangkan sebuah produk.

Intinya, keterlibatan institusi pendidikan sebagai pusat pengembangan studi jenama, antara lain menyediakan ilmu, keterampilan, juga studi kasus nyata terkait jenama. Penerapan dari materi-materi dalam program akan dipandu dan didampingi oleh mentor yang merupakan praktisi.

Saat ini sudah ada laboratorium yang melibatkan perguruan tinggi. Saat peluncuran laboratorium itu, pengelolanya mengakui adanya dukungan dari berbagai pihak, dari pemerintah, industri skala besar, akademisi, hingga komunitas wirausaha se-Indonesia. Materi-materi yang dibawakan berupa sharing session oleh ahli dan praktisi serta alumni laboratorium praktikum jenama, blended learning, dan studi kasus untuk membantu pengembangan jenama UMKM.

Dukungan lain dari perguruan tinggi dalam bentuk penyelenggaraan program pembelajaran non-formal berbasis studi kasus yang memiliki kredit akademik, sehingga dapat ditukarkan oleh pelaku UMKM apabila mereka ingin melanjutkan pendidikan tinggi lewat credit earning program serta Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).

Selain itu, perguruan tinggi juga membantu merancangkan silabus, membuat studi kasus, serta mendampingi UMKM dalam mengembangkan jenamanya. Tidak hanya itu, perguruan tinggi juga memberikan dukungan dalam bentuk publikasi penelitian terkait jenama UMKM serta distribusi studi kasus.

Ketiga, ada dukungan organisasi kewirausahaan macam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pelaku UMKM akan merasa yakin bahwa langkah mereka membangun jenama didukung oleh Kadin Indonesia.

Sejauh ini Kadin Indonesia telah mendukung perkembangan jenama lokal, terutama mengingat pentingnya pengembangan merek dan produk terhadap profitabilitas UMKM dalam jangka menengah dan panjang.

Apalagi dalam perkembangannya Kadin Indonesia akan menyediakan jejaring untuk pelaksanaan pendidikan berbasis ekonomi kreatif dalam program jenama. Tak hanya itu, Kadin juga berkomitmen untuk menyediakan akses bagi pengembangan keterampilan dengan bidang terkait dan akses kepada perusahaan-perusahaan besar negeri maupun swasta, hingga mendorong UMKM untuk lebih maju.

Selain memperkuat pasar domestik, jenama lokal juga bisa menjadi modal kuat untuk menembus pasar global. Ada beberapa jalan tembus ke sana, misalnya jenama lokal mengikuti kurasi perusahaan multinasional. Hal ini pernah dilakukan 18 UMKM di Kota Tangerang, Banten, ketika mengikuti proses kurasi yang diadakan oleh perusahaan ritel global asal Jepang, agar produk mereka bisa dipromosikan di toko tersebut.

Dari 18 UMKM yang telah mendaftar melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM Kota Tangerang, diseleksi dan dipilih enam UMKM untuk dipromosikan. Produk dari keenam UMKM yang terpilih akan hadir di gerai peritel itu selama satu tahun.

Pelaku UMKM dapat mengganti produknya per enam bulan. Tetapi tetap dari pelaku UMKM yang sama. Produk yang terpilih akan diberikan scan barcode ke Instagram. Tujuannya agar pelanggan ritel itu juga bisa menjadi konsumen dari UMKM yang telah lolos kurasi.

Instagram dan platform digital lain juga menjadi jalan menuju pasar global. Media digital tak kenal batas wilayah, sehingga ketika pelaku UMKM memajang produk di Instagram berarti mereka telah memasarkan produk ke berbagai negara.

Jenama lokal yang unik, ditambah konten menarik, diyakini akan menyedot minat pembeli di pasar global. Karena itu, tak perlu malu memakai jenama lokal, karena memiliki peluang menembus pasar global.
 

Copyright © ANTARA 2023