Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI menemukan adanya potensi maladministrasi dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa karena belum adanya aturan teknis dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa sehingga menyebabkan para kepala desa belum memahami aturan.

"Potensi maladministrasi yang dimaksud adalah tindakan tidak prosedural dan penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam tata kelola administrasi pemerintahan desa dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa," kata Anggota Ombudsman RI Dadan S. Suharmawijaya dalam acara Penyerahan Hasil Kajian Cepat mengenai "Tata Kelola Administrasi Pemerintahan Desa Dalam Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis.

Temuan ini merupakan hasil dari kajian cepat Ombudsman RI terkait tata kelola pemerintahan desa dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Dadan memaparkan sejumlah temuan dan saran perbaikan yang disampaikan kepada DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri.

Terjadinya pemberhentian perangkat desa tersebut dipicu oleh faktor internal dan eksternal. Faktor yang cukup memengaruhi pemberhentian perangkat desa yaitu adanya Pemilihan Kepala Desa (Pilkades).

"Ombudsman menemukan, bahwa sanksi administrasi yang diatur dalam UU Desa dan peraturan pemerintah pelaksananya belum diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Sehingga dalam praktiknya terjadi perbedaan tahapan dalam proses pemberhentian perangkat desa," ujar Dadan.

Temuan kedua, Dadan mengatakan bahwa pemberhentian perangkat desa terjadi hampir di seluruh daerah. Enam daerah yang tertinggi jumlah pemberhentian perangkat desa adalah Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Minahasa Selatan, dan Kabupaten Takalar.

Temuan Ketiga, adanya upaya penyelesaian permasalahan perangkat desa oleh camat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), dan Inspektorat. Namun, dalam praktiknya upaya penyelesaian tersebut belum diperkuat dengan mekanisme baku, sehingga prosesnya belum sepenuhnya dirasakan memenuhi harapan kedua belah pihak baik kepala desa maupun perangkat desa.

Selanjutnya, Dadan mengatakan pihaknya telah merumuskan sejumlah saran perbaikan kepada Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI yaitu menambahkan sejumlah pengaturan pada perubahan UU Desa.

Diantaranya, mengenai kewajiban bagi penjabat kepala desa dan perangkat desa untuk menjaga netralitas dalam pemilihan kepala desa. Selanjutnya, larangan bagi kepala desa untuk melakukan pengangkatan, mutasi dan/atau pemberhentian perangkat desa pada enam bulan sebelum dan sesudah pemilihan kepala desa.

Selain itu, perlunya pengaturan tentang evaluasi terhadap kinerja perangkat desa sebagai bentuk pembinaan dan pengawasan. Termasuk referensi pemberhentian dilakukan dengan parameter yang terukur, yang secara tegas diamanatkan undang-undang agar diatur lebih detail melalui peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Secara spesifik kepada Kementerian Dalam Negeri, Ombudsman memberikan saran perbaikan. Pertama, pada Permendagri tentang Perangkat Desa perlu memuat tahapan teguran lisan/tertulis pada pemberhentian perangkat desa sesuai UU Desa dan PP Pelaksananya.

Kedua, Kemendagri menyusun konsep kebijakan peningkatan kompetensi kepala desa dan perangkat desa secara terstruktur oleh pemerintah daerah dalam tata kelola pemerintahan desa. Termasuk dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah desa.

Ketiga, Kemendagri menyusun tata kelola administrasi jabatan perangkat desa sekaligus pendataan kepegawaian seluruh perangkat desa.
Baca juga: Ombudsman RI ungkap dugaan malaadministrasi impor bawang putih
Baca juga: Puan harap RUU Desa akan bermanfaat bagi perangkat dan sektor desa
Baca juga: Ganjar ajak perangkat desa sejahterakan masyarakat lewat padat karya
Baca juga: Tito Karnavian pelajari tiga poin aspirasi PPDI

 

Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023