fungsinya bukan untuk cari penerimaan, tapi untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha supaya bisa memenuhi 'net zero emission'
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan fungsi Pajak Karbon untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha guna mengurangi emisi karbon, bukan hanya sekadar untuk mencari penerimaan negara.

“Kita membuat Pajak Karbon, tapi fungsinya bukan untuk cari penerimaan, tapi untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha supaya bisa memenuhi net zero emission (NZE),” kata Suahasil dalam seminar ISEI yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.

Dalam konteks itu, pemerintah memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk mencari kredit karbon sendiri. Namun, bila tidak ingin membeli kredit karbon maka mereka bisa membayar Pajak Karbon.

“Jadi, Pajak Karbon nanti ikut, tapi bukan yang utama,” ujar Wamenkeu.

Pajak Karbon merupakan salah satu instrumen yang disiapkan oleh pemerintah untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) 2030 sekaligus net zero emmision (NZE) atau nol emisi pada 2060.

Baca juga: Sri Mulyani: Penerapan pajak karbon dilakukan bertahap dan hati-hati

Baca juga: OJK sebut bursa karbon akan beroperasi pada bulan September


Dalam dokumen NDC terbaru, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dukungan internasional pada 2030.

Aturan Pajak Karbon yang tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) bukan pajak atas setiap emisi karbon yang dikeluarkan oleh badan usaha.

Badan usaha memiliki dua pilihan bila usahanya mengeluarkan emisi karbon lebih besar dari standar yang telah ditetapkan dalam sektornya, yaitu melakukan pembayaran Pajak Karbon kepada negara atau mencari karbon converter di pasar karbon.

Dengan kondisi sumber daya hutan tropis seluas 125 juta hektare, terbesar ketiga di dunia, Indonesia berpotensi memimpin pasar karbon yang diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon.

Untuk itu, pemerintah mendorong daerah untuk menjaga sumber daya hutan. Dukungan tersebut tercermin pada kebijakan Insentif Fiskal Berbasis Ekologi atau Ecological Fiscal Transfer (EFT), di mana insentif diberikan kepada daerah-daerah yang bisa memberikan perlindungan lingkungan hidup yang baik, termasuk terhadap hutan.

Baca juga: Wamenkeu tegaskan pajak karbon instrumen capai target nol emisi 2060

Baca juga: Kemenkeu perhatikan waktu yang tepat pungut pajak karbon


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2023