Jakarta (ANTARA) - Beberapa bulan terakhir, pencemaran udara di Jakarta menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Kualitas udara di ibu kota tergolong dalam kategori tidak sehat, salah satunya ditandai dengan langit yang berwarna abu-abu.

Melihat kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun tak tinggal diam. Berbagai upaya dilakukan, mulai dari pengurangan emisi, hingga peningkatan ruang terbuka hijau (RTH).

Bicara soal RTH, Jakarta yang memiliki luas 664 kilometer persegi itu rupanya masih punya banyak "pekerjaan rumah" alias PR. Berbeda dengan tempo dulu yang masih hijau dan asri, Jakarta kini telah bertransformasi menjadi kota yang penuh gedung pencakar langit.

Kini, luas RTH di Jakarta hanya 9 persen dari luas wilayah. Padahal, menurut Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa proporsi RTH setidaknya 30 persen dari luas wilayah, dengan 20 persennya merupakan RTH publik yang disediakan pemerintah dan 10 persennya merupakan RTH di lahan privat yang dikelola oleh swasta atau masyarakat.

Pentingnya penghijauan

Pengkampanye Polusi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Abdul Ghofar mengatakan RTH berpotensi mengurangi pencemaran udara di Jakarta sebab vegetasi di dalamnya dapat menghasilkan oksigen dan menyerap polutan. Meski dalam hal ini, harus tetap didukung dengan strategi pengurangan emisi dari sumbernya, seperti kendaraan bermotor dan aktivitas industri.

Secara terpisah, pengamat tata kota sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga menambahkan bahwa RTH juga memiliki ragam fungsi ekologis lain, seperti penyerap air alami atau pengendali banjir, penyejuk iklim mikro, hingga sebagai habitat satwa.

Tentu saja, penghijauan di Jakarta menjadi hal yang penting dilakukan. Meski agak sedikit terlambat untuk mengimbangi buruknya kualitas udara saat ini, tapi ada banyak hal positif lain yang bisa didapatkan demi mewujudkan masa depan Jakarta yang lebih baik.

Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk memperluas RTH, salah satunya pengembalian fungsi kawasan. Sebab saat ini, tak dapat dipungkiri bahwa banyak RTH yang sudah terkonversi menjadi kawasan bisnis maupun kawasan permukiman.

Ini adalah hal yang paling sulit, tapi tentu harus ada penegakan hukum. Untuk wilayah-wilayah lindung atau kawasan RTH yang sudah beralih fungsi, harusnya bisa didorong untuk pengembalian fungsi kawasan.

Selain pengembalian fungsi kawasan, peningkatan kualitas RTH yang ada juga sangat penting. Jika dilihat lebih seksama, RTH yang ada saat ini masih minim pohon dan terlalu banyak beton, sehingga belum cukup memadai untuk menjalankan fungsinya sebagai penyerap air dan polutan.

Oleh karenanya, dengan menambah vegetasi dan mengurangi betonisasi, RTH diharapkan dapat lebih baik dalam menjalankan fungsi ekologisnya.

Sementara itu, strategi perluasan RTH di Jakarta dapat dilakukan dengan penghijauan di bantaran 13 sungai utama, penghijauan di 13 koridor bantaran rel kereta api, penghijauan di kolong jalan atau jembatan layang, penyediaan taman antarbangunan gedung, pengembangan hutan pantai atau mangrove, hingga pembangunan taman kota baru.

Kemudian, RTH berupa taman atap atau rooftop garden dan taman dinding atau vertical garden juga bisa dipertimbangkan sebab memiliki fungsi ekologis, seperti penyerap polutan dan penyejuk iklim mikro. Di samping itu, RTH taman atap juga memiliki fungsi sosial bagi penghuni bangunan.

Namun, perlu dicatat bahwa pembangunan taman atap dan taman dinding tidak menambah RTH kota secara signifikan karena luasnya yang sangat terbatas. Selain itu, taman tersebut juga tidak dapat membantu menyerap air secara alami.
Foto udara ruang terbuka hijau (RTH) Taman Melati yang menjadi salah satu tujuan wisata di Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (28/6/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc/aa.


Upaya kolaborasi

Saat ini, Pemprov DKI Jakarta terus berupaya menghijaukan kembali Jakarta guna mencapai target RTH seluas 30 persen. Pada 2023, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta telah membangun taman seluas 67.327 meter persegi di empat wilayah.

Rinciannya, tiga lokasi dengan total luas 12.319 meter persegi di Jakarta Barat, tujuh lokasi dengan total luas 16.568 meter persegi di Jakarta Timur, 11 lokasi dengan total luas 32.587 meter persegi di Jakarta Selatan, dan dua lokasi dengan total luas 5.853 meter persegi di Jakarta Utara.

Kemudian, Pemprov DKI Jakarta juga menanam sebanyak total 10.474 pohon di RTH dan jalur hijau.

Sebagai contoh, pada Agustus 2023, sebanyak 1.000 pohon ditanam di jalur hijau Kali Mookervart Jakarta Barat. Terbaru, pada Jumat (15/9), Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menanam ratusan pohon buah di lahan terbuka di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Bagaimana pun, dalam menghijaukan kembali Jakarta, dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Sebab berdasarkan mandat undang-undang, masyarakat dan swasta diamanahi untuk menyediakan RTH privat seluas 10 persen dari target 30 persen luas wilayah.

Pemprov DKI Jakarta pun telah berkali-kali menggaungkan agar masyarakat dan swasta dapat turut berkontribusi dalam menghijaukan Jakarta.

Walaupun tidak memiliki ladang, masyarakat Jakarta tetap dapat berkontribusi dalam penghijauan dengan cara lain, seperti menyisihkan sebagian lahan tempat tinggal untuk dijadikan pekarangan atau taman.

Sementara itu, para pengembang perumahan harus mengalokasikan 30 persen dari luas lahannya untuk dijadikan kawasan hijau, sesuai peraturan yang ada. Penyediaan RTH juga dapat dimaksimalkan ketika membangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) di area perumahan.

Selain itu, perluasan RTH oleh pihak swasta juga dapat dilakukan dengan membangun halaman atau taman di area perkantoran atau kawasan industri. Swasta juga dapat memanfaatkan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) dalam melakukan upaya-upaya penghijauan.

Menghijaukan kembali Jakarta memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun perlu upaya ekstra. Bukan hanya sekadar membangun RTH baru dan menanam pohon, tapi juga butuh perawatan yang berkelanjutan serta kesadaran seluruh lapisan masyarakat agar tidak mengalihfungsikan lahan hijau menjadi tempat yang berpotensi mengancam keberlangsungan lingkungan dan kehidupan.


 

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023