"Kita tidak bisa berbuat banyak, karena musim kemarau sudah masuk dan hanya berharap musim kemarau tidak terlalu lama," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Indramayu.
Cirebon (ANTARA News) - Hujan yang tidak turun selama sebulan terakhir membuat kekeringan di Indramayu dan Cirebon semakin meluas dan sedikitnya 30.000 hektar tanaman padi di kedua kabupaten terancam puso, bahkan sekitar 30 persen di antaranya sudah tidak bisa diselamatkan alias puso Wartawan ANTARA News di lokasi melaporkan, Selasa, bahwa upaya pompa air yang diusahakan petani selama ini ternyata tidak berlangsung lama karena wilayah pengairan VI, yang jauh dari irigasi teknis, tidak bisa kebagian air seperti yang tersebar di 19 kecamatan di Indramayu dan tiga kecamatan di Kabupaten Cirebon. Wilayah Indramayu yang paling parah dilanda kekeringan di antaranya Sukra, Patrol, Kandanghaur, Losarang, Lohbener, Sindang, Cantigi, Arahan, Balongan, Juntinyuat, Karangampel, Krangkeng, Kroya, Terisi, Cikedung, Gantar, Haurgeulis, Sliyeg dan Jatibarang, sementara di Cirebon tersebar di Cirebon Utara, Kapetakan dan Gegesik. Saat ini dampak kekeringan tak hanya melanda tanaman padi yang ditanam petani pada lahan sawah tadah hujan, tetapi juga sawah beririgasi teknis maupun setengah teknis yang berada jauh dari sumber air. Di Kecamatan Losarang, petani saling berebut air sisa genangan pada saluran sekunder menggunakan mesin pompa, sementara sungai yang biasanya banjir kini mulai mendekati kekeringan, seperti Sungai Cipanas yang mengalir sepanjang desa Rajaiyang, Pegagan, Ranjeng, Krimun, Muntur, dan Losarang. Petani hanya bisa pasrah karena untuk mengadu kepada pemerintah juga percuma karena sudah mengetahui jika akar persoalan karena tidak ada hujan baik di hulu sungai maupun di bagian hilir, hanya saja petani berharap bendung Jati Gede bisa segera terwujud. Rata-rata usia tanaman antara dua minggu sampai enam minggu, namun ada juga tanaman padi yang sudah berusia dua bulan seperti terlihat di Kecamatan Widasari, Jatibarang, dan Kertasmaya. Menurut Kurtubi (39), petani Desa Pegagan, Losarang, kerugian petani rata-rata antara Rp1 juta sampai Rp3 juta untuk setiap hektar, tergantung usia tanaman karena biaya pengolahan sawah saat ini sudah membengkak menjadi Rp800 ribu per hektar, sementara biaya tanam mencapai Rp200 ribu per hektar. Demikian juga diungkap Marta (42), petani Desa Kertawinangun, Kecamatan Kandanghaur yang mengakui tanaman usia tiga minggu miliknya sudah tidak bisa diselamatkan karena walaupun ada poma air tetapi jaraknya sawahnya cukup jauh dari sumber air terdekat. Nasib serupa menimpa petani lain di Kandanghaur yang merupakan daerah terparah kekeringan seperti Desa Pranti, Soge, Karanganyar Ilir, Parean Girang, Kertawinangun, Eretan Wetan dan Eretan Kulon. Camat Kandanghaur Ir Joko Pramono, mengakui dari luas areal tanaman apdi 6.200 hektar, saat ini sudah lebih dari 2.200 hektar yang akan puso jika dalam seminggu lagi tidak diberi air. Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Indramayu Ir Apas Fahmi yang dihubungi melalui telepon genggam mengatakan, areal tanaman padi yang dilanda kekeringan tak hanya melanda Kabupaten Indramayu namun juga menimpa daerah-daerah lain di Pantura Jawa Barat. "Kita tidak bisa berbuat banyak, karena musim kemarau sudah masuk dan hanya berharap musim kemarau tidak terlalu lama ," katanya. Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin, Selasa pagi, mengumpulkan 31 camat di Pendopo Kabupaten untuk menginventarisir sawah-sawah petani di wilayahnya yang terancam gagal tanam ataupun yang sudah puso akibat kekeringan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006