Surabaya (ANTARA) - Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia berkembang sangat pesat namun hal ini tidak diiringi dengan ketersediaan hunian layak yang memadai. Keterbatasan lahan di perkotaan di Indonesia menjadi salah satu isu penting dibalik tidak tersedianya hunian layak bagi semua kalangan.

Adapun hunian layak yang terbangun menawarkan harga yang tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini tentu perlu dicari solusi agar seluruh kalangan masyarakat tetap mendapatkan hunian layak dengan memanfaatkan lahan perkotaan yang terbatas terkhusus bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Efisiensi lahan dengan membuat hunian bersusun ke atas atau vertikal yang biasa dikenal rumah susun dapat menjadi solusi hunian murah bagi MBR.

Jika mengutip Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, bahwa istilah rumah susun sebenarnya merujuk pada segala jenis hunian vertikal, termasuk apartemen dan flat. Namun, saat ini istilah rumah susun lebih umum digunakan untuk menggambarkan hunian bertingkat untuk masyarakat kelas menengah ke bawah.

Selama ini, rumah susun identik dengan penghuni korban penggusuran akibat pembangunan di perkotaan. Namun, stigma itu perlahan terkikis seiring fenomena dinamis yang terjadi dalam kurun beberapa tahun terakhir.

Keterbatasan lahan, kalaupun tersedia harganya demikian tinggi, memaksa para konsumen untuk mengubah preferensinya mengenai rumah tinggal dari rumah tapak ke hunian vertikal. Rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) adalah pilihan yang paling memungkinkan untuk dapat diakses dengan harga terjangkau. Tidak saja oleh mereka yang masuk kategori MBR, juga kalangan generasi muda.

Pembangunan rusunawa merupakan solusi yang paling rasional yang perlu dipertimbangkan dan diterima oleh pemerintah daerah (pemda) dalam upaya memukimkan masyarakat perkotaan yang kurang beruntung.

Rusunawa dengan keterbatasan dan kesederhanaan menawarkan cara hidup yang lebih bermartabat, dengan harga yang lebih terjangkau pada lokasi yang tetap dekat dengan sumber penghasilan.

Dibangunnya rusunawa juga ditujukan untuk membuat tempat tinggal pekerja agar tidak jauh dengan lokasi pekerjaannya. 

Pembangunan rusunawa bagian dari program pemerintah berupa Program Sejuta Rumah (PSR) sebagai upaya penyediaan hunian layak bagi masyarakat Indonesia. Hingga semester pertama tahun 2023 capaian PSR tercatat sudah mencapai 480.438 unit yang terdiri dari 420.645 unit rumah MBR dan 59.793 unit rumah non-MBR.

Rusunami

Selain rusunawa, ada juga rumah susun sederhana milik (Rusunami). Walaupun kelihatannya sama saja, rusunawa dan rusunami adalah dua jenis rumah susun yang berbeda.

Biasanya, rusunawa ditujukan kepada masyarakat kelas menengah ke bawah, masyarakat perkotaan yang tidak mampu membeli rumah, dan masyarakat yang membutuhkan hunian sementara.

Rusunawa biasanya dibangun oleh pemerintah dengan dana APBN atau APBD, sehingga hunian ini dapat menjadi alternatif pilihan tempat tinggal bagi golongan MBR yang belum mampu memiliki rumah sendiri.

Biaya sewa rusunawa pada dasarnya cukup bervariasi dan tergantung dari lokasi dan posisi lantai unit yang disewakan. Batas maksimum pungutan sewa untuk rusunawa berada di kisaran 30 persen dari pendapatan, sehingga diharapkan tidak terlalu memberatkan penyewanya.

Di satu sisi, rusunawa memang dapat menjadi solusi hunian yang layak untuk masyarakat menengah ke bawah. Namun, karena sistemnya yang disewakan, penghuninya bisa saja kehilangan hak dan status sebagai penyewa jika terjadi beberapa hal tertentu.
Sejumlah warga tingga di Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) Panjaringan Sari, Kota Surabaya. (ANTARA/HO-Diskominfo Surabaya)


Sedangkan rusunami adalah jenis hunian yang dapat dimiliki oleh penghuninya dengan sistem kredit pemilikan apartemen atau KPA. Karena bangunannya mirip dengan apartemen, rusunami kadang disebut sebagai apartemen bersubsidi oleh para pengembang dan pemasarnya.

Jadi, calon penghuni rusunami bisa mendapatkan subsidi khusus dari pemerintah, jika memenuhi syarat dan ketentuan yang sudah ditetapkan, sehingga dapat membeli hunian dengan harga dan cicilan rendah. Bantuan subsidi yang dimaksud beragam, mulai dari selisih bunga, bantuan uang muka, hingga bebas PPN.

Karena merupakan milik sendiri, penghuni rusunami akan memiliki sertifikat kepemilikan atas nama perorangan atau badan hukum. Meskipun begitu, rusunami harus digunakan sendiri oleh pemiliknya dan tidak boleh dipindahtangankan pada orang lain dalam jangka waktu tertentu.

Bila dibandingkan, tinggal di rusunami sekilas memang terasa lebih menguntungkan daripada rusunawa karena tampilannya yang mirip apartemen dan status kepemilikannya yang jelas. Namun, biaya pengelolaannya cenderung lebih mahal dibanding rusunawa.

Banjir peminat

Animo masyarakat untuk menghuni rusunawa di kota-kota besar di Indonesia cukup tinggi. Salah satunya terjadi di Kota Surabaya, Jawa Timur.

Bahkan, hingga saat ini ada sebanyak 10.776 keluarga yang sudah antre dan mendaftar menjadi penghuni rusunawa milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Jumlah ini sebenarnya sudah berkurang dibanding awal tahun 2023 yang tembus 12 ribuan. Sehingga pendaftaran permohonan pemakaian rusunawa untuk sementara ini ditutup.

Hingga saat ini, Pemkot Surabaya sudah membangun sebanyak 23 rusunawa yang terdiri dari 109 blok dengan jumlah unit sebanyak 5.233 unit hunian. Blok Rusunawa yang terbangun merupakan bangunan rumah susun dengan ketinggian antara 4-5 lantai dengan luas unit hunian bervariasi mulai dari 18-36 meter persegi per unitnya.

Rusunawa tersebut berada di Urip Sumoharjo, Dupak Bangunrejo, Sombo, Penjaringansari, Warugunung, Wonorejo, Tanah Merah, Randu, Grudo, Pesapen, Jambangan, Siwalankerto, Romokalisari, Keputih, Bandarejo, Gununganyar, Dukuh Menanggal, Tambak Wedi, Rusun Indrapura, dan Babat Jerawat.

Untuk tarif sewa rumah susun di Surabaya hanya Rp10 ribu untuk yang terendah dan yang tertinggi sebesar Rp164 ribu dalam sebulan.

Selain antrean yang sangat panjang, persyaratan penghuni rusun juga sudah diperketat. Tujuannya untuk memastikan pemanfaatan rusunawa sesuai dengan peruntukan, yakni warga kategori keluarga miskin (gakin). Artinya, bagi warga yang sudah tidak masuk ke dalam kategori gakin harus keluar dari rusun.

Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 93 Tahun 2023 yang menjadi payung hukum terkait rusunawa memuat norma-norma baru, seperti kategori masyarakat yang bisa mengajukan permohonan menempati rusunawa. Dalam aturan lama hanya mendefinisikan MBR, sedangkan di aturan baru ada penyebutan dan kategori-kategori menjadi keluarga miskin atau gakin.

Jadi, yang bisa masuk adalah warga yang masuk kategori gakin dan sudah tinggal di Surabaya selama lebih kurang 5 tahun. Di samping itu, pemohon rusunawa yang nantinya boleh tinggal juga dibatasi, yaitu bapak, ibu dan anaknya yang belum menikah dan masih dalam satu kartu keluarga (KK). Kemudian untuk cucu, harus yang memiliki status kedua orang tuanya sudah meninggal.

Di dalam aturan yang baru ini, juga terdapat sanksi dan penertiban yang akan dilakukan oleh Pemkot Surabaya secara bertahap, mulai dari teguran hingga peringatan penertiban berupa pengosongan oleh petugas Satpol PP.

Selain itu, Pemkot Surabaya juga berencana membangun Rusunami dengan menggunakan skema anggaran Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan Swasta.

Ada sembilan titik lokasi pembangunan Rusunami dengan total 31 blok di Surabaya. Pembangunan Rusunami tersebut memanfaatkan lahan aset milik pemerintah kota setempat. Sembilan lokasi di antaranya berada di Tambak Wedi, Menanggal, Kedung Cowek, Bulak Banteng, Gunung Anyar dan Medokan Ayu.

Rusunami disiapkan sebagai opsi bagi warga yang sudah lolos dari MBR dan sebelumnya tinggal di Rusunawa. Warga yang sudah lolos dari MBR itu diharapkan bisa memiliki rumah seperti Rusunami dengan angsuran rendah.

Pemkot saat ini menyiapkan skema pembayaran Rusunami dengan jangka panjang dan angsuran murah. Ini diharapkan supaya warga Surabaya bisa memiliki rumah layak huni sesuai dengan kemampuan mereka.

Pemkot terus berupaya mengentas warga yang tinggal di Rusunawa agar segera terlepas dari status MBR. Salah satunya yakni melalui pemanfaatan lahan aset milik pemkot untuk digunakan program padat karya.

Dengan demikian, salah satu tujuan pembangunan rumah susun adalah memecahkan masalah terkait kebutuhan hunian di lokasi padat penduduk, terutama wilayah perkotaan bisa terwujud.

Tinggal di rusunawa bukan berarti selamanya. Jadi konsep rusunawa itu adalah persiapan untuk mempunyai rumah. Mengelola rusunawa juga mengelola perilaku penghuninya. Biaya sewa sengaja diminimalkan, agar penghuni menyisihkan sebagian penghasilan untuk mencari rumah pribadi.
 

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023