"Kimia Farma sudah mulai memproduksi bahan baku dan terus didorong. Jadi karena baru investasinya, otomatis modalnya tinggi. Butuh waktu memang, tapi lama kelamaan setelah produksinya banyak, biayanya turun, kita pasti bisa bersaing untuk produksi ba
Jakarta (ANTARA) -
Ketua Program Studi Profesi Apoteker Universitas Pancasila Jakarta, Hesty Utami Ramadaniati, menyatakan industri bahan baku obat sudah mulai aktif di dalam negeri.
 
"Kimia Farma sudah mulai memproduksi bahan baku dan terus didorong. Jadi karena baru investasinya, otomatis modalnya tinggi. Butuh waktu memang, tapi lama kelamaan setelah produksinya banyak, biayanya turun, kita pasti bisa bersaing untuk produksi bahan baku dari negeri sendiri," kata Hesty dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
 
Menurutnya, wajar apabila selama ini industri manufaktur di Indonesia membeli bahan baku dari luar karena lebih murah, namun pemerintah mulai sadar sejak COVID-19, bahwa Indonesia tidak memiliki industri bahan baku sehingga harus mandiri.
 
"Pemerintah mulai mendorong dengan kebijakan minimal persentase Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Ketika rumah sakit membeli obat, mereka harus mengutamakan yang ada komponen TKDN untuk bahan baku lokal," ucapnya.

Menurutnya, produksi obat di Indonesia sudah teregulasi dengan baik dan berlapis, dengan ketentuan cara pembuatan obat yang baik.

Baca juga: Mendag dukung kemandirian Indonesia penuhi kebutuhan bahan baku obat

"Suatu obat enggak akan ada yang dilepas di pasaran kalau dia tidak memenuhi syarat obat yang baik dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kan percontoh terus, apakah standarnya memenuhi mutu atau tidak," paparnya.
 
Ia mengatakan pada tahun 2021 ada 891 industri alat kesehatan di Indonesia, dimana 70 persen diantaranya masih didominasi industri manufaktur. Hanya 17 industri yang tercatat memproduksi bahan baku obat dalam negeri.
 
Untuk mendirikan industri bahan baku obat dalam negeri yang mandiri dan berkelanjutan, kata dia, diperlukan kerja keras dan upaya lintas sektor melalui BPOM dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
 
Adapun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) telah mendorong Indonesia untuk mandiri produksi bahan baku obat dalam negeri.

Baca juga: Program subtitusi bahan baku impor sentuh 38 industri farmasi RI
 
“Memang fokusnya pada Renstra (Rencana Strategis) Kemenkes adalah mengurangi ketergantungan bahan baku impor dalam produksi obat,” kata Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan dan Sumber Daya Kesehatan BKPK Kemenkes I Gede Made Wirabrata.
 
Saat ini industri bahan baku obat nasional sudah dapat memproduksi delapan dari 10 bahan baku obat yang paling banyak digunakan di Indonesia, yaitu parasetamol, omeprazol, atorvastatin, clopidogrel, amlodipine, candesartan, bisoprolol, dan azitromisin.
 
Untuk mendorong penggunaan bahan baku obat produksi dalam negeri, pemerintah memfasilitasi pergantian sumber bahan baku impor dengan bahan baku obat produksi dalam negeri untuk industri farmasi.
 
“Pergantian sumber bahan baku tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk memprioritaskan penggunaan produk dalam negeri dan menjadi pionir dalam mewujudkan ketahanan sektor kefarmasian di Tanah Air, dengan tetap memperhatikan pemenuhan syarat produk yang aman, bermutu, dan berkhasiat,” ujar Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes L Rizka Andalusia.

Baca juga: BPOM minta industri gunakan bahan baku dengan mengedepankan 3R
 
 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023