Jakarta (ANTARA) - The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) menyebut permainan online (daring) yang mudah diakses dan memiliki konten kekerasan dapat memicu timbulnya sifat agresif anak untuk melakukan tindak perundungan atau bullying.

“Tentu saja, beragam bentuk tayangan audio visual, tidak hanya dalam bentuk permainan online, sedikit banyak akan memberikan pengaruh terhadap agresivitas anak,” kata Peneliti Bidang Sosial TII Dewi Rahmawati Nur Aulia di Jakarta, Rabu.

Dewi menuturkan adegan kekerasan yang memunculkan sifat agresif itu, menyebabkan anak memiliki keinginan untuk menyerang individu lain baik secara fisik maupun verbal untuk melakukan dan memperoleh sesuatu sesuai keinginan anak.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Aksi hapus perundungan di sekolah harus konsisten

Keinginan dalam diri anak tidak disertai oleh bentuk pendisiplinan perilaku seperti penghukuman perilaku yang tidak terpuji atau apresiasi terhadap perilaku terpuji yakni pujian, sanjungan, dan hadiah.

Di sisi lain, terlenanya anak bermain permainan online juga bisa disebabkan oleh adanya pola pengasuhan orang tua yang salah. Contohnya orang tua sering memberikan izin anak untuk melakukan sesuatu yang sesuai keinginannya.

Meski demikian, Dewi mengimbau agar orang tua tetap bersikap tenang karena sifat agresif yang timbul dari permainan online tersebut bisa diperbaiki melalui modifikasi perilaku.

Di mana pada konteks tersebut, perilaku anak dapat diubah dengan menggunakan pendekatan pendisiplinan perilaku, menghapus atau mengubah perilaku agresivitas yang timbul menjadi terarah pada konteks yang lebih positif seperti mengajak anak ikut kelas bela diri.

Sedangkan terkait dengan sejauh mana perilaku seseorang dapat digolongkan sebagai tindak perundungan, Dewi menjelaskan bahwa perundungan merupakan tindak perbuatan hukum yang batasan perilaku diatur dalam pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, pasal 351 KUHP tentang tindak penganiayaan, serta pasal 310 dan 311 KUHP tentang perundungan yang dilakukan di tempat umum dan mempermalukan harkat martabat seseorang.

“Oleh sebab itu, dengan adanya pasal ini kita juga perlu mendorong institusi kepolisian bersama dinas pendidikan terkait termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk mensosialisasikan pasal hukum untuk mencegah perilaku perundungan kembali terjadi,” kata Dewi.

Baca juga: TII sebut perlu atasi bullying dengan kedepankan kepentingan anak

Baca juga: Akademisi: Perundungan pada anak bisa berdampak jangka panjang

Baca juga: Rafael Tan hingga Kalina Ocktaranny akui pernah jadi korban bullying

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023