Jakarta (ANTARA) - Mal Grand Indonesia (GI), Jakarta melakukan kurasi pada setiap tenant yang berjualan di foodcourt-nya yang diberi nama Foodprint guna memaksimalkan hasil penjualan serta mencegah hidangan yang monoton bagi pengunjung.

“Kita tidak bisa ya kalau tren itu terus berada di titik yang sama, pasti berubah,” kata Asistant Manager Coorporate Communication Grand Indonesia Annisa Hazarini saat ditemui ANTARA di Jakarta, Rabu.

Annisa menuturkan kurasi pada tenant-tenant tersebut merupakan bentuk dukungan, yang diberikan pihak pengelola kepada pemilik usaha supaya hasil penjualan yang didapatkan bisa lebih optimal.

Baca juga: Lima resep berbahan dasar kopi, dari kue hingga puding

Kurasi juga dijalankan guna menghindari terjadinya ‘kanibalisme’ atau saling mematikan satu sama lain antar tenant yang memiliki menu dengan jenis yang sama.

Menurutnya, kebijakan itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan ingin mengatur atau mengintervensi penjual di sana.

“Misalkan dua tenant ini menjual menu yang sama. Kami akan lihat dari sejumlah sisi. Misalnya, yang satu sudah lebih dulu berdiri, yang satu akan kami minta ganti dengan menu lain yang belum ada di Foodprint,” ujarnya.

Lebih lanjut, Annisa menjelaskan kurasi juga dimaksudkan sebagai strategi menghadapi tantangan dalam pemasaran. Salah satunya yakni setiap tempat dapat dipastikan memiliki foodcourt dengan gayanya masing-masing.

Selain memenangkan persaingan, langkah itu juga dijadikan sebagai cara untuk mengikuti tren kuliner yang berkembang dalam masyarakat. Contohnya kehadiran makanan asal Korea Selatan seperti nasi bulgogi ataupun minuman dengan boba yang kenyal.

“Strategi kami memperbarui terus apa yang menjadi keinginan pasar, yang begitu orang ke sini, berpikir foodcourt dimana-mana ada tapi yang paling lengkap itu di Grand Indonesia. Dari semua jenis makanan itu ada dan itu favoritnya yang selalu kami ke depankan,” kata Annisa.

Jadi dapat dipastikan, katanya, tiap tenant maupun makanan yang tersedia di Foodprint, tidak melulu sama. Hal ini dikarenakan pihaknya selalu mengganti sejumlah tenant yang kinerjanya tidak terlalu baik.

Annisa mengatakan pergantian tenant juga bisa disebabkan oleh masa berlaku sewa atau kontrak yang sudah habis dan tidak diperbaharui. Tentunya setelah melalui diskusi panjang dan kesepakatan bersama.

“Ada, biasanya diskusi dengan tenant dulu ada juga yang akan terus berlanjut mungkin mereka akan ganti dengan konsep yang baru, mungkin refresh dari apa yang mereka selama ini evaluasi untuk ke depannya untuk menawarkan konsep baru dan sebagainya,” ucapnya.

Dalam kesempatan itu, ia turut memastikan bahwa tidak ada klasifikasi khusus bagi para pengusaha untuk bisa menjadi bagian dari tenant yang berjualan di Foodprint.

“Tidak ada ya kalau dari teman-teman leasing sudah ketemu sama pemiliknya terus dilihat konsepnya sesuai, lokasi yang mereka tuju dan tersedia di kami sesuai, ya bisa jadi tenant kami,” kata dia.

Baca juga: Menjalin persahabatan China-Indonesia lewat kuliner khas Nusantara

Baca juga: Bangkitkan Kuliner Nusantara, Panasonic Dukung Lebih dari 100 UMKM

Baca juga: Tiramisu dan parfait, hidangan yang cocok dibuat untuk pemula


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023