Singapura (ANTARA) - Direktur Chief Information Security Officer Google Cloud Asia Pasifik Mark Johnston mengatakan dengan artificial intelligence/AI (kecerdasan buatan), identifikasi ancaman siber dapat dilakukan lebih cepat guna mencegah kerugian.

"AI dapat mengidentifikasi ancaman dan melindungi penggunanya. AI juga dapat menemukan masalah keamanan dan meningkatkan kemampuan untuk mengatasinya," kata Johnston dalam Google Cloud SEA AI Media Summit 2023 di Singapura, Selasa (17/10).

Kawasan Asia Pasifik memiliki pengguna internet terbesar di dunia dan menghadapi ancaman siber lebih besar daripada kawasan lain sehingga Google Cloud memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk mengatasi hal tersebut.

Baca juga: Google Cloud perkenalkan kecerdasan buatan untuk industri

Google Cloud memiliki platform AI berupa Duet AI yang terdiri dari beberapa program untuk menghadapi serangan siber.

Johnston mengatakan AI menjadi solusi menghadapi lamanya waktu yang dibutuhkan ahli keamanan siber untuk mendeteksi ancaman, Google mencatat diperlukan setidaknya 33 hari untuk mendeteksi ancaman siber. Penanganan keamanan siber juga menantang karena jumlah ahli keamanan siber terbatas, sementara ancaman terus meningkat.

Ancaman keamanan terbesar yang dihadapi pengguna internet kini, dikatakan Johnston, adalah phishing atau pengambilan data pribadi dan ransomware atau perangkat lunak perusak.

Berdasarkan data Google, pencurian data meningkat tujuh kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pada 2012-2022. Pencurian data tercatat sebanyak 781 pada 2012 dan menjadi 6.000 pada 2022.

Sementara waktu yang dibutuhkan untuk merespons serangan siber sekitar 200 ribu jam dalam setahun.

Baca juga: Platform Mambu perluas kemitraan dengan Google Cloud lewat marketplace

Baca juga: Nezar Patria: Perlu kebijakan mendukung sikapi perkembangan AI

Baca juga: Meta sediakan fitur AI generatif untuk pengiklan

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023