Pertanian dalam negeri sulit maju bila tidak diikutkan dengan sistem pertanian modern
Sigi, Sulteng (ANTARA) -
Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperkuat sistem mekanisasi untuk bertransformasi ke pertanian modern dari sistem tradisional.
 
"Di era kemajuan teknologi saat ini, sudah sewajarnya Indonesia melakukan transformasi pertanian modern, seperti negara lainnya di kawasan Asia maupun Eropa, dan sistem tersebut secara perlahan telah diterapkan petani," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat menghadiri Jambore Penyuluh Pertanian Nasional tahun 2023 di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Senin.
 
Ia menjelaskan, saat ini Indonesia telah sejajar dengan Thailand yang merupakan salah satu negara penghasil pertanian di kawasan Asia, yang mana pada tahun-tahun sebelumnya kekuatan mekanisasi dalam negeri hanya mampu mencapai 0,14 horsepower per hektare.
 
Tahun 2019 ketertinggalan itu terlepas dan perkembangannya sudah setara dengan negeri gajah putih tersebut di angka 2,1 horsepower per hektare, saat ini Pemerintah Indonesia berambisi ingin menyamai pertanian modern atau sistem mekanisasi jepang 6 horsepower per hektare.
 
"Pertanian dalam negeri sulit maju bila tidak diikutkan dengan sistem pertanian modern, yang mana alat dan mesin pertanian (alsintan) di era saat ini sudah semakin modern. Di luar negeri menebar pupuk sudah menggunakan pesawat tanpa awak atau drone," ujarnya.
 
Menurut dia, penggunaan teknologi dalam pelaksanaan kegiatan pertanian dinilai sangat efektif dan efisien di era saat ini, oleh karena itu dibutuhkan kontribusi petani milenial hadir dalam mempercepat transformasi tersebut.
 
Bukan berarti pertanian tradisional ditinggalkan begitu saja, masih ada sebagian petani menerapkan metode itu, tetapi hampir mayoritas sudah menggunakan pola mekanisasi.
 
"Merubah budaya petani butuh waktu, dan ini tidak terlepas dari peran para Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang setiap saat berkomunikasi dengan petani sebagai mitra kerja," ucap Amran.
 
Ia memaparkan intervensi pemerintah dalam membangun iklim pertanian berkelanjutan dengan melibatkan petani-petani usia produktif diawali dari pembentukan wadah melalui gerakan pemuda tani Indonesia (Gempita) yang difokuskan pada kaum milenial.
 
Mengingat perkembangan teknologi semakin pesat, maka solusi pertanian ke depan sudah harus menggunakan digitalisasi mulai dari kegiatan menggarap hingga penjualan hasil produksi.
 
"Menarik minat kalangan pemuda masuk ke sektor pertanian diawali dengan menciptakan sirkulasi keuntungan secara ekonomis, kemudian berproduksi dengan literasi digital teknologi terbaru dengan menyiapkan infrastruktur pendukung, hal ini sedang dilakukan pemerintah untuk menjawab tantangan-tantangan itu," tuturnya.

Baca juga: Kementan maksimalkan pendidikan vokasi cetak petani muda
Baca juga: Menyiapkan petani milenial sebagai pewaris negeri agraris

Pewarta: Mohamad Ridwan
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023