Hal ini terlihat dari estimasi penghematan sekitar Rp22 triliun (2024-2035), setara dengan rata-rata penghematan Rp1,7 triliun setiap tahunnya
Jakarta (ANTARA) - Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia (CHEPS UI) mengungkap pengalihan terapi insulin dari fasilitas layanan kesehatan rumah sakit ke puskesmas menghemat biaya penanganan diabetes Rp1,7 triliun per tahun.

"Jika memulai terapi insulin dialihkan dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKTRL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), maka beban penanganan diabetes pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14 persen atau setara Rp1,7 triliun per tahun," kata Lead Researcher Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) UI Prof Budi Hidayat dalam agenda diskusi diabetes di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan angka penghematan tersebut dihitung berdasarkan studi mengenai penanganan diabetes di tingkat pertama atau puskesmas (Diabetes in Primary Care/ Diaprim) dalam rangka Hari Diabetes Sedunia 2023.

Sejumlah faktor yang dihitung dalam studi tersebut mulai dari sisi angka harapan hidup, angka kesakitan, hingga faktor ekonomi.

Budi mengatakan salah satu kendala dalam upaya penanggulangan diabetes di Indonesia, salah satunya layanan terapi insulin yang hanya tersedia di FKRTL atau jejaring rumah sakit.

Baca juga: Kemenkes: Diabetes dan turunannya sebabkan pembiayaan JKN meningkat

Namun Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2), katanya, memperbolehkan dokter umum yang memiliki kompetensi manajemen diabetes di puskesmas memulai terapi insulin untuk membantu pasien menghindari komplikasi.

"Pedoman ini juga sejalan dengan standar minimum kompetensi lulusan dokter," kata Budi.

Perhitungan analisis dampak biaya Diaprim mengindikasikan bahwa banyak manfaat yang didapatkan apabila terjadi peralihan mulai terapi insulin dari FKRTL ke FKTP.

Salah satunya, kata Budi, mendekatkan layanan insulin bagi pasien diabetes melalui peran puskesmas yang selama ini lekat dengan masyarakat dan mudah dijangkau.

"Hal ini terlihat dari estimasi penghematan sekitar Rp22 triliun (2024-2035), setara dengan rata-rata penghematan Rp1,7 triliun setiap tahunnya," kata Budi.

Baca juga: Dokter: Komplikasi penyakit degeneratif muncul 20 tahun kemudian 

Dalam agenda yang sama Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Prof Ketut Suastika mengatakan prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat dari 10,7 juta jiwa pada 2019 menjadi 19,5 juta pada 2021.

"Angka tersebut membawa Indonesia ke peringkat ke lima di dunia, naik dari peringkat tujuh pada 2019," katanya.

Ia mengatakan laporan BPJS Kesehatan 2020 menunjukkan bahwa hanya 2 juta jiwa yang telah terdiagnosa dan mendapatkan penanganan melalui JKN dan hanya 1,2 persen kasus yang dapat mengontrol kadar gula darah mereka dengan baik untuk menghindari komplikasi.

Dari sisi ekonomi makro, kata Ketut Suastika, kondisi itu dinilai cukup memprihatinkan karena berpotensi meningkatkan pengeluaran biaya pemerintah untuk menangani komplikasi.

Laporan CHEPS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dan Perkeni 2016 menunjukkan bahwa 74 persen anggaran diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi.

Baca juga: Komplikasi akibat diabetes mengancam tubuh bagian atas hingga bawah


 

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023