Jakarta (ANTARA) - Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Sagara Institute Piter Abdullah menilai kepemilikan rumah di Indonesia meningkat signifikan pasca pandemi.

Hal itu tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat persentase rumah tangga yang memiliki rumah pada 2020 sebesar 80,10 persen, meningkat pada 2021 mencapai 81,08 persen, kemudian naik menjadi 83,99 persen pada 2022.

"Artinya dari total semua rumah tangga yang ada di Indonesia 83,99 persen atau sekitar 84 persen dari mereka itu memiliki rumah, hanya 16 persen yang tidak memiliki rumah, yang artinya mereka ini sewa baik itu rumah susun atau kontrak," kata Piter dalam webinar 'Perbandingan Efektivitas KUR dan KPR' di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data tersebut, jumlah kepemilikan rumah pada 2022 merupakan yang tertinggi selama 10 tahun terakhir (2012-2022).

Peningkatan kepemilikan rumah dapat diatribusikan kepada diskon pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2020 silam saat periode pandemi COVID-19.

Lebih lanjut, Piter memaparkan data berdasarkan wilayah bahwa Sulawesi Barat menempati peringkat tertinggi dalam kepemilikan rumah yaitu 92,51 persen. Sedangkan DKI Jakarta berada di posisi terakhir dengan hanya 56,13 persen dari rumah tangga yang berdomisili di Jakarta memiliki rumah sendiri.

Menurut Piter, peningkatan itu merupakan keberhasilan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang disubsidi oleh pemerintah.

"Ini menurut saya merupakan keberhasilan KPR di dalam membantu masyarakat kita dalam mendapatkan rumah," ujar Piter.

Meningkatnya jumlah kepemilikan rumah juga diikuti dengan peningkatan penyaluran dana KPR yang diberikan bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hingga mencapai Rp586,8 triliun pada 2022.

Salah satu hal yang menyebabkan tingginya pemakaian KPR adalah bertambahnya jumlah usia produktif di Indonesia.

Namun, menurutnya, pertumbuhan pengguna KPR juga diiringi dengan kenaikan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

Per Mei 2023, total pembiayaan dari bank umum kepada perorangan untuk KPR mencapai Rp605 triliun dengan nilai NPL pembiayaan KPR bank umum mencapai Rp15 triliun.

"Provinsi dengan jumlah nilai KPR bermasalah terbesar adalah DKI Jakarta sebesar Rp3,62 triliun," pungkasnya.

Untuk itu, diperlukan adanya evaluasi lebih lanjut terkait penyaluran KPR dari pemerintah.

Baca juga: Ekonom: Kenaikan suku bunga acuan tidak terlalu mempengaruhi KPR
Baca juga: BI Rate Naik, Suku Bunga KPR Siap Melonjak!
Baca juga: BTN nilai insentif sektor properti akan jaga pertumbuhan KPR

 

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023