Jakarta (ANTARA) - Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa setiap pihak penyelenggara kegiatan atau acara yang menggunakan Hak Cipta kemudian memberikan dampak ekonomi bagi pihak tersebut, maka harus mendapatkan izin dari pemilik Hak Cipta maupun Hak Terkait tanpa terkecuali sesuai peraturan yang telah ditetapkan.

"Lagu 'Cikini Gondangdia' dan enam lagu lain di acara Asean Summit-nya Presiden Joko Widodo kemarin bayar royalti. Ada musyawarah nasional partai sebuah partai, itu juga bayar royalti. Bahkan konser Coldplay itu kemarin bayar royalti Rp3 miliar," ujar Ketua LMKN Dharma Oratmangun ketika ditemui usai acara pemberian izin operasional kepada 3 Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Musik tradisi Nusantara di Jakarta, Senin.

Dharma menjelaskan bahwa izin penggunaan Hak Cipta berupa lisensi penggunaan lagu yang dinamakan membayar royalti sudah diatur di dalam Undang-undang, Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri.

"Bahkan sudah ada PP dan Peraturan Menteri tentang besaran tarif untuk 14 subsektor. Sekarang ini subsektor itu sudah kami mekarkan lagi hingga menjadi sebanyak 40 subsektor yang lebih terperinci. Semua pemangku kepentingan sudah diajak untuk berunding dan duduk bersama untuk menentukan besaran-besarannya. Nanti akan keluar keputusan melalui SK Menteri," imbuh Dharma.

Sementara itu, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham Anggoro Dasananto mengutarakan bahwa pihaknya telah melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan dengan LMKN tentang ketaatan membayar royalti terhadap pusat-pusat perbelanjaan di Tanah Air.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkumham Anggoro Dasananto saat menghadiri acara pemberian izin operasional kepada tiga LMK Musik tradisi Nusantara di Jakarta, Senin (20/11). (ANTARA/Ahmad Faishal)
"Di Indonesia ini ada banyak sekali ritel yang menayangkan lagu. Alhamdulillah terjadi kesepakatan dari upaya pemerintah dan LMKN yang ditempuh untuk menjembatani dengan asosiasi apapun yang mengkomersialisasikan lagu untuk membayar royalti. Di sini tidak hanya mencakup pencipta, namun juga performing arts. Umpama kalau sebuah band dapat 30 persen, maka jumlah itu akan dibagi ke setiap personel," terang Anggoro.

Dia menambahkan bahwa pihaknya juga memberikan masukan agar pemerintah melakukan revisi terhadap PP No.56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik mengenai turunan tarif beberapa ruang lingkup yang sejauh ini tidak efektif untuk penarikan royalti.

"Ada beberapa lingkup yang seharusnya bisa ditarik royalti, jadi tidak bisa. Di PP disebutkan layanan yang membayar royalti adalah bus, pesawat udara, dan kapal laut. Ini akan menjadi makanan yang enak bagi orang yang tidak mau membayar royalti, selalu bersembunyi lewat kegiatan yang tidak ada di daftar. Maka itu kami bersama LMKN sepakat kalau transportasi tidak usah dibatasi kapal laut, udara, dan sebagainya. Cukup transportasi umum bergerak di udara, darat, dan air yang mengkomersialisasikan lagu," terang dia.

Lebih lanjut Anggoro menuturkan bahwa masukan itu juga berlaku untuk hotel, motel, kontrakan, dan rumah kos sepanjang terdiri atas 6 lantai bangunan.

"Kami memberi saran yang disepakati dengan LMKN bahwa aturan ini berlaku untuk akomodasi sementara, apapun itu. Nanti baru diperjelas akomodasi temporer itu sudah memiliki interval durasi berapa tahun, misalnya. Demikian juga untuk restoran, kafe, dan warung kopi yang sudah berskala besar, juga harus bayar," tutup Anggoro.
Baca juga: Kemenkumham tengah bahas kesepakatan bersama terkait royalti
Baca juga: Ketua LMKN: Indonesia punya "harta karun" royalti di luar negeri
Baca juga: LMKN siapkan sistem daring pelisensian penggunaan karya cipta

Pewarta: Ahmad Faishal Adnan
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023