Beberapa indeks masih menunjukkan adanya kesenjangan. (Jumlah) perempuan di parlemen masih 20,5 persen, tapi setelah PAW (pergantian antarwaktu) naik jadi 21,39 persen
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bidang Penanggulangan Kemiskinan Titi Eko Rahayu mengatakan masih adanya kesenjangan keterwakilan perempuan pada posisi kepemimpinan.

"Beberapa indeks masih menunjukkan adanya kesenjangan. (Jumlah) perempuan di parlemen masih 20,5 persen, tapi setelah PAW (pergantian antarwaktu) naik jadi 21,39 persen. Artinya masih di bawah afirmasi 30 persen," kata Titi Eko Rahayu di Jakarta, Rabu.

Baca juga: KPU tanggapi ketidakhadiran di sidang keterwakilan perempuan

Sementara di DPD mencapai 30,88 persen, di DPRD provinsi rata-rata sekitar 8 persen, dan di DPRD kabupaten/kota rata-rata sekitar 5 persen.

Berdasarkan data keterwakilan perempuan di parlemen nasional sedunia, Indonesia menduduki peringkat ke-89 dari 168 negara.

Selain itu, tercatat perempuan yang menduduki jabatan sebagai ketua partai politik hanya satu orang.

Di lembaga eksekutif, perempuan yang menjabat sebagai menteri pada Kabinet Indonesia Maju hanya enam orang.

"Oleh karena itu, diperlukan upaya dan pemikiran terus menerus untuk memperkecil bahkan menghapus ketidakadilan tersebut, baik secara perorangan maupun kelompok guna meningkatkan peran serta aktif perempuan dalam pembangunan nasional," kata Titi Eko Rahayu.

Baca juga: Komnas sesalkan keterwakilan perempuan di pemilu belum 30 persen

Masih kurangnya keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan mencerminkan bahwa di bidang politik dan pengambilan keputusan, perempuan masih mengalami peminggiran, diskriminasi, dan praktek subordinasi sehingga tidak dapat mengembangkan potensi diri secara optimal dalam proses pembangunan.

Masih rendahnya keterwakilan perempuan sebagai pemimpin berdampak pada kebijakan-kebijakan yang dihasilkan hanya sedikit yang mengakomodasikan aspirasi dan kepentingan perempuan serta kelompok inklusi lainnya seperti anak-anak, disabilitas, lansia, penyintas bencana dan kekerasan, serta perempuan kepala keluarga.

"Yang kesemuanya secara langsung berpengaruh terhadap penyelesaian berbagai isu sentral seperti masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan manusia, serta rendahnya kemampuan dan kapasitas SDM perempuan," kata Titi Eko Rahayu

Baca juga: Bawaslu RI tegur KPU RI tidak datang sidang pelanggaran administratif

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023