Jakarta (ANTARA) -
Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Rahmad Pribadi mengungkapkan rencana perusahaan untuk membangun pabrik clean ammonia di Jawa Timur dan Aceh pada 2026 mendatang.
 
Pupuk Indonesia saat ini adalah pemain utama amonia di Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika Utara dan menguasai empat persen produksi amonia global atau sekitar tujuh juta ton per tahun, yang seluruhnya adalah grey ammonia atau masih menghasilkan emisi karbon.

"Sehingga aspirasi kami saat ini adalah melakukan dekarbonisasi bisnis eksisting, dan pada saat yang bersamaan mengembangkan bisnis baru, yaitu clean ammonia," kata Rahmad dalam sesi diskusi bertajuk Clean Ammonia di COP28, Dubai, UEA, sebagaimana keterangan di Jakarta, Jumat.
 
Rahmad mengungkapkan tujuan utama pengembangan clean ammonia adalah untuk mewujudkan industri pupuk dan kimia yang rendah karbon.
 
Sejalan dengan komitmen global, perseroan telah berhasil menurunkan emisi karbon secara nyata, yaitu sebesar 1,55 juta ton atau di atas target 1,21 juta ton pada tahun 2023.

Baca juga: Petrokimia Gresik klaim minimalisasi emisi karbon 1,2 juta ton setahun

"Penurunan ini berasal dari optimalisasi dan efisiensi konsumsi energi, utilisasi renewable energy, co-firing biomassa, solusi berbasis alam, hingga revitalisasi sejumlah pabrik pupuk," ungkap Rahmad.

Sejalan dengan inisiatif tersebut, maka ke depan Pupuk Indonesia akan mengembangkan amonia yang lebih rendah dan bahkan nol emisi karbon. Amonia bersih ini terdiri dari blue ammonia dan green ammonia. Sementara itu, secara jangka panjang perusahaan juga akan mengembangkan green methanol.

Pengembangan clean ammonia sendiri sejalan dengan potensi Indonesia sebagai hub penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture Storage (CCS).
 
Pasalnya, implementasi teknologi CCS di Indonesia berpotensi dapat menampung 4,3 giga ton karbon. Pupuk Indonesia juga terlibat dalam pengembangan teknologi CCS di Aceh dan Lapangan Abadi Masela.

Baca juga: Pupuk Indonesia tingkatkan jaringan genjot penggunaan i-Pubers

CCS sendiri merupakan teknologi yang mampu menangkap emisi karbon di udara dan menyimpannya dalam sebuah penyimpanan. Selanjutnya emisi karbon disalurkan dan diinjeksikan ke sumur minyak dan gas tua untuk meningkatkan produksinya.

Selain teknologi CCS, pengembangan clean ammonia di Indonesia juga ditopang oleh potensi energi terbarukan sebesar 3.700 giga watt, yang terbesar berasal dari tenaga surya. Energi bersih ini menjadi sumber utama untuk menghasilkan green hydrogen, yang kemudian dapat dikonversi oleh Pupuk Indonesia menjadi green ammonia.

Rahmad mengemukakan perseroan memiliki sumber daya yang memadai untuk pengembangan clean ammonia, mulai dari fasilitas eksisting untuk konversi green hydrogen menjadi green ammonia, keahlian dan pengetahuan dalam memproduksi amonia, pengalaman mengelola dan mendistribusikan amonia, hingga memiliki Kawasan Industri Hijau di Lhokseumawe, Aceh.
 
Dengan potensi dan keahlian tersebut, Pupuk Indonesia juga telah menyiapkan peta jalan pengembangan clean ammonia di mana pada tahun 2023-2025, Pupuk Indonesia menyusun rencana dan Final Investment Decision (FID) pengembangan blue ammonia dan green ammonia.
 
Kemudian, pada tahun 2026 akan memulai konstruksi pabrik clean ammonia di Jawa Timur dan Aceh. Selanjutnya, pada tahun 2028 mulai mengoperasikan pabrik green ammonia dalam skala kecil dan pada tahun 2030 mulai mengoperasikan pabrik blue ammonia dan utilisasi teknologi CCS.

Pengembangan clean ammonia akan semakin besar pada tahun 2050. Pada titik ini, Pupuk Indonesia diharapkan sudah dapat meningkatkan produksi amonia dari 7 juta ton per tahun pada tahun 2023 menjadi 12,9 juta ton per tahun pada tahun 2050.

"Kami siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan clean ammonia di Indonesia. Mulai dari kolaborasi untuk pengembangan renewable energy yang terjangkau, teknologi, fasilitas CCS, logistik, termasuk berkolaborasi dengan para pembeli potensial," kata Rahmad.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023