KLHK mengklaim angka deforestasi di Indonesia turun ke angka 104 ribu hektare pada tahun 2022 dan diyakini akan kembali turun pada 2023
Jakarta (ANTARA) - Sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain atau Forestry and Other Land Use (FOLU) berkontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi gas rumah kaca yang ingin dicapai oleh Indonesia dalam enam tahun ke depan.
 
Kehilangan tutupan pohon yang terjadi akibat api terus menurun. Fenomena El-Nino yang memanaskan muka air laut membuat musim kemarau cenderung lebih panjang ternyata tak begitu berpengaruh terhadap laju kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Indonesia.
 
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tahun ini jauh lebih rendah ketimbang kebakaran yang pernah terjadi pada 2019. Padahal, kondisi kedua tahun itu sama-sama kering akibat mengalami El-Nino.

"Sejak kebakaran pada tahun 2019 lalu, semakin ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo bahwa Indonesia harus melakukan pencegahan secara permanen," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Berdasarkan hasil perhitungan luas kebakaran hutan dan lahan yang terjadi per November 2019, tercatat angka sebanyak 1,43 juta hektare dengan total luas terbakar hingga penutupan tahun mencapai 1,64 juta hektare.
 
Sedangkan, luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia per November 2023 hanya berjumlah 994.313 hektare dengan proyeksi luas keseluruhan mencapai 1,1 juta hektare pada Desember 2023.
 
Bila membandingkan data per November 2019 dengan November 2023 yang sama-sama dalam kondisi El-Nino, maka tahun ini terdapat penurunan akumulasi luas kebakaran hutan dan lahan sebesar lebih kurang 442.489 hektare atau setara 30,80 persen.
 
Selama tiga dekade terakhir luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah turun drastis.
 
Luas hutan dan lahan yang terbakar mencapai 3,6 juta hektare pada 1982, kemudian sebanyak 11 juta hektare pada 1997, lalu turun menjadi 3,8 juta hektare pada 2006, sebanyak 2,6 juta hektare pada 2015, dan tercatat ada 1,6 juta hektare hutan dan lahan terbakar pada 2019, serta diproyeksikan sebanyak 1,1 juta hektare pada 2023.
 
Sejak tahun 2015 hingga 2022, angka deforestasi di Indonesia juga mengalami penurunan yang signifikan.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, deforestasi netto Indonesia seluas 1,09 juta hektare pada 2015, sebanyak 629.176 hektare pada 2016, sebanyak 480.010 hektare pada 2017, dan sebanyak 439.439 hektare pada 2018.
 
Kemudian, angka deforestasi kembali mengalami penurunan menjadi 462.458 hektare pada 2019, seluas 115.459 pada 2020, dan seluas 120.705 hektare pada 2021.
 
KLHK mengklaim angka deforestasi di Indonesia turun ke angka 104 ribu hektare pada tahun 2022 dan diyakini akan kembali turun pada 2023.
 
Pemerintah memantau hutan dan deforestasi pada seluruh daratan Indonesia seluas 187 juta hektare, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
 
Kegiatan pemantauan itu dilakukan menggunakan data utama citra satelit landsat yang disediakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan diidentifikasi secara visual oleh tenaga teknis penafsir KLHK yang tersebar di seluruh Indonesia.
 
Pada 2022, luas lahan berhutan di seluruh daratan Indonesia mencapai 96 juta hektare atau setara dengan 51,2 persen dari total daratan. Sebanyak 88,3 juta hektare atau setara 92 persen dari total luas lahan berhutan berada di dalam kawasan hutan.
 
Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk melindungi tutupan hutan di Indonesia dari ancaman kebakaran maupun deforestasi. Kolaborasi multi pihak dengan perusahaan dan masyarakat pada tingkatan akar rumput menjadi kunci strategis dalam menjaga hutan agar tetap lestari.
 
 
Buah manis dari melindungi hutan
 
Peta jalan FOLU Net Sink 2030 yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 menjadi lentera bagi Indonesia untuk terus menjaga dan melindungi hutan.
 
Komitmen Indonesia melalui peta jalan tersebut mendorong tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar minus 140 juta ton setara karbon dioksida pada tahun 2030 mendatang.
 
Target emisi itu memastikan Indonesia untuk terus berupaya mengurangi laju deforestasi karena sektor kehutanan memiliki kontribusi sebanyak 60 dalam pemenuhan target emisi nol bersih.
 
Langkah Indonesia dalam menurunkan luas kebakaran hutan dan lahan serta laju deforestasi telah mendapatkan apresiasi yang tinggi dari dunia internasional. Berbagai dukungan global terkait pendanaan iklim mengalir ke Indonesia.
 
Indonesia menerima dana pembayaran pertama senilai 20,9 juta dolar AS atau setara Rp303 miliar berkat aksi pengurangan emisi karbon. Dana itu adalah pembayaran pertama dari program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) - Carbon Fund dengan Provinsi Kalimantan Timur.
 
Adapun pembayaran secara penuh dana itu mencapai 110 juta dolar AS yang akan diberikan usai finalisasi verifikasi oleh pihak ketiga.
 
Selain dari Bank Dunia, Indonesia juga mendapat pengakuan dari Norwegia atas keberhasilan menurunkan angka deforestasi pada periode 2017-2018 dan 2018-2019.
 
Norwegia telah menyerahkan dana senilai 100 juta dolar AS atau setara Rp1,56 triliun kepada Indonesia. Dana itu digunakan untuk mendukung pelaksanaan peta jalan FOLU Net Sink 2030 agar Indonesia dapat mencapai target pengurangan emisi karbon dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan sebesar minus 140 juta ton setara karbon dioksida pada tahun 2030 mendatang.
 
Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB 2023 atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, Indonesia yang tergabung dalam aliansi tiga negara pemilik hutan tropis bersama Brasil dan Kongo mendapatkan pengakuan dalam hal perlindungan dan pengelolaan hutan.
 
Brasil menyatakan ketertarikannya untuk belajar pada Indonesia tentang pengelolaan hutan adat dan masyarakat hukum adat, di mana Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa dan 718 bahasa yang tersebar di 76.655 desa.
 
Upaya menurunkan luas kebakaran hutan dan lahan serta deforestasi yang berlangsung dari waktu ke waktu kini mulai membuahkan hasil. Langkah yang dilakukan Indonesia bukan lagi sekedar ikrar, tetapi bentuk kerja nyata untuk mewujudkan kondisi iklim yang lebih baik di masa depan.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2023