Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan pada Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Adin Bondar, menyatakan bahwa peningkatan budaya membaca adalah kunci mewujudkan masyarakat Indonesia yang berkarakter.

"Dalam konsep penguatan budaya literasi, akan terwujud masyarakat yang berpengetahuan, inovatif, kreatif dan berkarakter. Itu dapat dicapai melalui pengembangan kegemaran budaya membaca, penguatan konten perbukuan literasi, dan peningkatan akses," kata Adin dalam gelar wicara bertema "Perpustakaan, Literasi, dan Inklusi" di Kantor Berita ANTARA, Jakarta, Selasa.

Adin menjelaskan Presiden Joko Widodo berkomitmen mewujudkan masyarakat Indonesia yang maju dan berdaya saing melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dimana isu literasi secara spesifik disebutkan menjadi fokus program prioritas nasional.

Ia juga mengemukakan kegemaran membaca di satuan pendidikan sudah berkembang melalui sekolah maupun perguruan tinggi, sedangkan untuk masyarakat ada program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS), di mana perpustakaan jadi ruang terbuka bagi masyarakat.

Baca juga: Dinas Perpustakaan DKI gandeng akademisi tingkatkan budaya baca

Baca juga: Papua dan sekelumit persoalan literasi siswa SD


"Sudah dilakukan di 3.262 desa yang sudah bertransformasi dan melibatkan 3 juta warga termarjinalkan, sehingga konsep perpustakaan menjangkau masyarakat sudah maksimal, kalau dilihat dari lokus yang kita bangun," ucapnya.

Ia juga memaparkan, per Desember 2023, sudah ada 2.494 desa yang direplikasi melalui TPBIS, sehingga banyak warga yang awalnya pengangguran, dengan hadirnya program ini, bisa mendapatkan pengetahuan baru dengan didampingi fasilitator yang sebelumnya juga telah dibina oleh Perpusnas.

Adin mengemukakan beberapa parameter perubahan dari segi ekonomi melalui TPBIS, salah satunya kemampuan baru bagi masyarakat untuk memasarkan produk dengan baik.

"Seperti awalnya berjualan makanan, tetapi tidak tahu bagaimana memasarkan produk dengan baik. Melalui program TPBIS, sudah ditingkatkan dan berkembang menjadi usaha katering. Dari aspek lain, juga meningkatkan hubungan sosial, karena pemilik usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) sama-sama bertemu di perpustakaan," ujar dia.

Adin mengungkapkan, ide terciptanya TPBIS berawal dari prinsip pembangunan perpustakaan inklusi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, dimana setiap orang berhak mencipta, mengakses dan memanfaatkan sumber informasi dan pengetahuan dari perpustakaan.

"Seorang literat akan berkontribusi terhadap kesejahteraan negara. Jadi, semakin tinggi indeks literasi masyarakat, maka negara itu akan maju dan sejahtera. Sebaliknya, apabila literasinya rendah, maka akan berdampak pula pada kemiskinan yang tinggi, kesehatan buruk, dan pengangguran juga tinggi," kata dia.

Oleh karena itu, sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, upaya menumbuhkan budaya baca dilakukan melalui tiga pilar, yakni keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat.

"Untuk pilar yang pertama, sudah jelas jika keluarga adalah fondasi awal untuk meningkatkan budaya literasi di era digital. Sebab, keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak. Kemudian, untuk satuan pendidikan di mana Kemendikbudristek telah mengembangkan buku yang menunjang kecakapan literasi," ungkapnya.

Hingga kini, sudah 15 juta buku yang telah disebarluaskan ke sekolah-sekolah.

Kemudian, pilar ketiga yang tak kalah penting yakni peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengikuti program TPBIS.*

Baca juga: Perpusnas bakal beri penghargaan pada penggerak budaya membaca

Baca juga: DKI gencarkan budaya gemar baca lewat Baca Jakarta Triwulan III

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023