Kapolresta Manokwari, Kombes Pol Rivadin Benny Simangunsong, di Manokwari, Rabu, mengatakan, senjata api rakitan yang disita berjumlah 22 pucuk dan senjata api organik sebanyak dua pucuk.
“Senjata api rakitan terdiri dari 17 pucuk laras panjang dan lima pucuk pistol. Sedangkan senjata organik dua pucuk pistol,” katanya.
Ia mengatakan, pada pengungkapan 22 pucuk senjata rakitan tanpa izin tersebut, pihaknya menangkap enam tersangka. Sedangkan dua pucuk senjata organik, pihaknya telah mengamankan satu tersangka. Saat ini seluruh tersangka telah menjalani proses hukum.
Ia menjelaskan, penjualan senjata api rakitan terungkap pada 22 Oktober 2023 di Distrik Prafi, Manokwari. Sedangkan senjata api organik terungkap di Distrik Masni.
“Pada penjualan senjata api rakitan, tersangka berdalih untuk mas kawin atau ketentuan adat. Tapi apapun alasannya itu tidak boleh, senjata api apapun harus memiliki izin,” katanya.
Menurutnya, segala bentuk senjata api dapat disalahgunakan oleh oknum tertentu. Dicontohkan, kasus penembakan di Maybrat yang menewaskan anggota TNI diduga menggunakan senjata api rakitan.
Ia mengatakan, jika masyarakat memiliki senjata api rakitan untuk memenuhi ketentuan adat atau mas kawin harus meminta izin dan dititipkan pada Polresta Manokwari.
“Senjata api rakitan masih sangat berbahaya dalam jarak tembak 20 meter. Kalau pelurunya peluru organik itu mematikan," ujarnya.
Ia berharap pemerintah daerah dan lembaga adat ataupun lembaga perwakilan rakyat seperti DPRD untuk duduk bersama membahas masalah kepemilikan senjata api sebagai mas kawin.
"Mungkin yang punya mas kawin tidak ada niat buruk. Tapi seandainya ada perampok masuk rumah dan mendapati senjata itu, kan justru jadi berbahaya. Saya kira masalah adat ini harusnya dinamis, tidak kaku. Nanti silahkan bicarakan sama lembaga adat,” ujarnya.
Pewarta: Ali Nur Ichsan
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024
