Kudus (ANTARA) - Banjir merupakan fenomena alam yang sering terjadi di sejumlah daerah, terutama yang dilewati aliran sungai dan terdapat daerah yang berada di dataran rendah.

Salah satu desa di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang sering dilanda banjir bandang, yakni Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan. Dan, hingga sekarang pun belum bisa terhindar dari banjir, terutama pada musim hujan.

Desa Wonosoco berada di lereng Pegunungan Kendeng. Pegunungan kapur ini wilayahnya membentang di Kabupaten Kudus, Grobogan, dan sebagian Kabupaten Pati. Namun, desa yang harus menanggung konsekuensi sering dilanda banjir bandang akibat hutan yang gundul di kawasan Pegunungan Kendeng adalah Desa Wonosoco.

Saat curah hujan tinggi, air dari kawasan pegunungan langsung meluncur ke dataran rendah yang kebetulan aliran airnya mengarah ke sungai yang mengalir hingga ke Desa Wonosoco.

Hasil pantauan dari udara, kawasan Pegunungan Kendeng memang mayoritas gundul tanpa vegetasi yang memadai sehingga ketika curah hujan tinggi, akhirnya terjadi banjir bandang berulang kali di Desa Wonosoco.

Banjir bandang di Desa Wonosoco terjadi pada Jumat (24/11) malam, kemudian berlanjut pada Sabtu (25/11) pagi.

Gerakan penanaman kembali di kawasan hutan Pegunungan Kendeng juga sudah dilakukan, namun perlu dibarengi dengan membangun kesadaran masyarakat pentingnya menjaga kawasan pegunungan setempat tetap ada penghijauannya.

Dengan adanya tanaman yang memadai di kawasan Pegunungan Kendeng, maka saat curah hujan tinggi airnya bisa terserap ke tanah sehingga bisa mereduksi ancaman banjir.

Upaya reboisasi di kawasan Pegunungan Kendeng sendiri tercatat sudah berulang kali digelar, namun masyarakat setempat hanya  menginginkan kawasan tersebut ditanami tanaman semusim.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan koordinasi antarpemangku kepentingan yang melibatkan lintas kabupaten.

"Hal terpenting untuk menyelesaikan itu semua, kesadaran masyarakat secara luas untuk bersama-sama menjaga lingkungan alam sekitar, khususnya Pegunungan Kendeng agar tetap hijau, tidak berwarna cokelat seperti sekarang ini," ujar Penjabat Bupati Kudus Bergas Catursasi Penanggungan yang juga Kepala BPBD Provinsi Jateng.

Pemerintah Provinsi juga sudah berupaya melakukan pencegahan banjir bandang dengan membangun dam sabo (bangunan pengendali erosi) yang berada di sepanjang aliran sungai menuju Desa Wonosoco sebagai solusi jangka menengah untuk penanggulangan bencana banjir bandang.

Hanya saja, keberadaan dam  dam tersebut membutuhkan perawatan rutin karena setiap musim hujan mengalami sedimentasi sehingga fungsi mencegah air mengalir deras saat musim hujan tidak bisa maksimal.

Ketika sedimentasinya tidak pernah diatasi, maka dam sabo tersebut juga rata dengan dasar sungai sehingga air kembali meluncur dengan deras sehingga perlu dibersihkan secara gotong-royong oleh masyarakat desa.

Efektivitas membersihkan sungai dari endapan diperkirakan hanya berlaku antara satu hingga dua musim hujan, selanjutnya perlu perawatan berkala agar bisa berfungsi maksimal.

Upaya mengatasi banjir bandang di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, ternyata tidak hanya dari pemerintah kabupaten. Bahkan, pemerintah desanya juga sudah menempuh berbagai berupaya.

"Penghijauan juga sudah dilakukan, termasuk meminta warga untuk menjaga dan merawat tanaman yang berada di Pegunungan Kendeng yang berada di wilayah Kudus," ujar Kepala Desa Wonosoco Setiyo Budi.

Masyarakat ikut tergerak karena mereka juga merasakan langsung dampak banjir bandang yang mengakibatkan adanya korban jiwa, rumah roboh, dan rumah hanyut.

Warga juga memiliki langkah antisipasi sendiri agar rumahnya tidak tergenang banjir dengan membuat penyekat di lingkungan rumah sehingga ketika air sungai meluap, rumah warga aman dari banjir.

Tempat untuk menyelamatkan barang berharga juga sudah disediakan sehingga tidak ada kekhawatiran warga dengan banjir bandang karena sudah sering terjadi.

Banjir bandang di Desa Wonosoco sering melanda sejak tahun 2010, padahal sebelumnya jarang sekali terjadi.

Sementara kondisi Pegunungan Kendeng saat itu juga dalam kondisi gundul, terutama yang masuk wilayah Kabupaten Pati dan Grobogan. Warga di kedua daerah juga menanaminya dengan tanaman semusim.

Pemerintah Provinsi Jateng sejauh ini sudah membantu mengatasi banjir bandang yang sering terjadi di Desa Wonosoco dengan membangun sejumlah dam sabo.

Untuk kawasan pegunungan yang masuk wilayah Pati terdapat empat bangunan dam sabo, sedangkan di wilayah Grobogan juga terdapat empat dam sabo, ditambah dam cek dengan pelat besi.

Akan tetapi, karena kondisi pegunungan gundul dan hanya ditanami tanaman semusim seperti jagung, akhirnya bangunan dam sabo maupun cek dam sudah rata dengan tanah akibat air dari pegunungan bersamaan dengan material tanah dan bebatuan merendam bangunan pencegah banjir.

Pemerintah desa setempat juga melakukan normalisasi aliran sungai dengan anggaran desa menggunakan ekskavator. Sedimentasi di aliran sungai di Desa Wonosoco mencapai ketebalan antara 60 sentimeter hingga 1,5 meter.

Demi membuahkan hasil lebih, Pemerintah Desa Wonosoco menginisiasi diskusi terfokus (FGD) dengan menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk dari BPBD Provinsi Jateng dan sejumlah pakar lingkungan. Juga mengundang perwakilan dari Perhutani dan Pemkab Pati serta Grobogan.

Namun setelah FGD masih perlu aksi konkret hingga ada penanganan berkelanjutan, terutama penyadaran masyarakat petani penggarap lahan di kawasan hutan Pegunungan Kendeng untuk ikut menjaga kelestarian alamnya agar tidak gundul.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati Martinus Budi Prasetyo mendukung upaya Pemkab Kudus untuk bersama-sama menyadarkan semua pihak agar peduli dan merawat lingkungan sekitar, terutama Pegunungan Kendeng yang sebagian wilayahnya masuk Kabupaten Pati.

BPBD Pati aktif mengampanyekan pentingnya penghijauan di semua kawasan hutan sebagai salah satu upaya mencegah banjir bandang.

Namun, upaya tersebut juga harus dibarengi dengan langkah konkret Perum Perhutani, yang memiliki otoritas di wilayah Pegunungan Kendeng yang berdekatan dengan Desa Wonosoco.

Salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Desa Wonosoco karena adanya alih fungsi hutan lindung menjadi lahan pertanian semusim.

Padahal berdasarkan ketentuan, lahan yang bisa digunakan untuk tanaman semusim hanya 20 persen, sedangkan 30 persen untuk tanaman buah-buahan, dan 50 persen tanaman hutan.

Praktik di lapangan dimungkinkan tidak demikian karena kondisinya memang tanpa tanaman penghijauan yang memadai. Oleh karena itu, perlu ada penegakan aturan secara tegas dalam pengelolaan lahan, agar warga Desa Wonosoco tidak dilanda banjir bandang akibat sedikitnya tanaman penghijauan di Pegunungan Kendeng.

Yang jelas, penyelesaiannya membutuhkan dukungan semua pihak, termasuk Pemerintah Pusat untuk ikut turun tangan agar kondisi hutan di Pegunungan Kendeng kembali hijau.

Lebih dari itu, semua pihak harus memiliki kesadaran bersama tentang pentingnya menjaga hutan agar tetap hijau dengan cara bergotong-royong membantu menuntaskan sumber permasalahan yang menjadi penyebab banjir bandang.

Ketika itu terlaksana, warga Desa Wonosoco  tidak perlu was-was setiap memasuki musim hujan. 









 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024