Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengingatkan agar Provinsi Aceh terus mengoptimalkan bonus demografi, mengingat di beberapa provinsi sudah mulai meninggalkan bonus demografi ini.   

"Untuk skala nasional, kita sudah meninggalkan bonus demografi, karena puncak bonus demografi saat rasio ketergantungan (dependency ratio) 44,33," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Senin.  

Hasto menyampaikan, Aceh saat ini masih menuju bonus demografi karena usia produktif ada di angka 67,56 persen, tetapi rasio ketergantungan du tahun 2023 masih cukup berat, yakni 48,01.  

"Dengan kondisi seperti itu, artinya setiap 100 orang bekerja di Aceh harus menanggung 48 orang, dan puncak bonus demografi itu terjadi apabila yang bekerja dan yang ditanggung proporsinya kecil," ujar dia.

Untuk itu, ia mengingatkan agar bonus demografi mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya, karena apabila menginginkan pendapatan per kapita naik, maka seluruh pihak harus memperjuangkan peningkatan angka tersebut meski berat.  

"Jadi secara nasional, kita sudah meninggalkan puncak bonus demografi, maka kalau stunting enggak turun, sedih, kita akan terjebak dalam pendapatan kelas menengah atau middle income trap," ucapnya.  

Kondisi pendapatan kelas menengah yakni saat sebuah negara sulit meningkatkan posisi mereka ke pendapatan tinggi.

Provinsi Aceh, lanjut dia, mempunyai prospek di tahun 2027 karena angka ketergantungannya rendah, tetapi setelah 2027, Aceh akan meninggalkan puncak bonus demografi sehingga harus tetap waspada, karena akan dipenuhi oleh penduduk usia tua atau aging population, mengingat angka harapan hidup meningkat, sehingga mereka harus diberdayakan agar produktif.

"Kalau balitanya terlalu banyak, bisa digeber melalui pasang kondom, pasang kontrasepsi IUD, terapi kalau lansianya terlalu banyak, bagaimana menurunkannya?" tuturnya.

Ia menegaskan, program menurunkan jumlah lansia tidak ada, oleh karena itu, beban lansia tidak akan bisa ditolak, dan apabila tidak dioptimalkan, maka pada tahun 2035 akan banyak lansia yang panjang umur tetapi rata-rata pendidikan dan ekonominya rendah.

"Untuk menyikapi hal tersebut, saya mengimbau data kependudukan harus dihidupkan, dan visi ke depan harus berbasis data, itu harus dihidupkan. Penting sekali untuk mengupas data," kata Hasto.

Baca juga: Kepala BKKBN: Remaja penentu kualitas SDM dan bonus demografi

Baca juga: Presiden minta Forum Rektor siapkan SDM unggul agar RI tak tertinggal


Baca juga: Pemerintah siapkan pendidikan vokasi hadapi bonus demografi

Baca juga: Kepala BKKBN: Posyandu remaja kunci produktif hadapi bonus demografi



 

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024