Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok, bedah kepala dan leher RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menyebut alat bantu dengar digunakan pasien dengan gangguan pendengaran tidak bisa dipakai seumur hidup.

“Jadi jawabannya tidak bisa, beli sekali lalu dipakai seumur hidup itu tidak bisa,” kata Dr.dr., Ronny Suwento, Sp.THTBKL, Subsp.K(K) dalam siaran Instagram yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Ronny menganalogikan alat bantu dengar sebagai sepatu yang selalu dipakai. Namun ketika sudah terasa sempit di kaki, mau tidak mau kita harus mengganti sepatu tersebut dengan ukuran yang sesuai dengan kondisi kaki saat ini.

Baca juga: Dokter: Deteksi dini gangguan pendengaran penting demi kualitas hidup

Baca juga: Dokter THT: Gangguan pendengaran dapat percepat demensia pada lansia


Pada pemakaian alat bantu dengar, jenisnya disesuaikan dengan keparahan gangguan pendengaran pasien dan bentuk telinganya. Spesifikasinya akan berubah seiring dengan bertambahnya usia pasien.

“Anak itu akan semakin besar, ukuran kepalanya akan semakin besar, yang tadi telinganya kecil akan semakin besar. Tentu pada usia tertentu perlu dilakukan penggantian, kemudian juga dilihat dari kebutuhannya dari beberapa spesifikasi,” kata dia.

Pada bayi misalnya, ketika baru lahir bayi dengan gangguan pendengaran akan diberikan alat yang tidak mengganggu aktivitasnya berbaring terlentang seharian. Alat tersebut dibuat sesuai standar yang membantu bayi menerima suara secara horizontal.

“Nanti kalau sudah mulai tengkurap atau menengok kita harus pakai alat yang lebih bisa melokalisir,” ucapnya.

Penyesuaian alat bantu dengar juga melihat kondisi fisik pasien seperti bentuk dan besar telinga, mengingat setiap orang memiliki perbedaan.

Maka dari itu, ia berpesan agar orang tua memeriksakan telinga anaknya sesegera mungkin setelah lahir, setidaknya dalam kurun waktu 48 jam. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah bayi memiliki faktor risiko gangguan pendengaran atau adanya potensi di masa depan.

Pemeriksaan dapat diulang kembali begitu anak berusia tiga bulan guna memastikan diagnosis sebelumnya berubah semakin baik atau memerlukan tata laksana medis.

“Jadi kalau ke rumah sakit, ke tempat melahirkan, itu fasilitas yang diperiksa jangan hanya ada operasi sesar atau tidak. Periksa juga ada tidak fasilitas atau konseling pendengaran, itu salah satu bentuk kepedulian calon-calon ibu,” ujarnya.

Baca juga: Jangan abaikan gangguan pendengaran, dokter paparkan cara mencegahnya

Baca juga: Praktisi kesehatan sampaikan rumus "60:60" untuk lindungi telinga

Baca juga: Teman tuli tekankan kesetaraan di hari pendengaran sedunia

 

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024